Internasional

Krisis Politik, Fitch Turunkan Rating Sri Lanka

Roy Franedya, CNBC Indonesia
04 December 2018 18:22
itch Rating menurunkan peringkat Sri Lanka karena adanya risiko refinancing utang dan prospek kebijakan yang tidak pasti karena krisis politik.
Foto: REUTERS/Dinuka Liyanawatte/Files
Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan pemeringkat Fitch Rating menurunkan peringkat Sri Lanka karena adanya risiko refinancing utang dan prospek kebijakan yang tidak pasti. Ini setelah Presiden Maithripala Sirisena memecat perdana menteri pada Oktober dan memicu krisis politik.

Penurunan peringkat yang dilakukan oleh Fitch Rating langsung dikritik oleh Bank Sentral Sri Lanka. Dua minggu sebelumnya, bank sentral juga mengkritik Moody's yang menurunkan peringkat negara yang beribu kota Colombo.


Sri Lanka sedang dilanda krisis politik karena pecahnya koalisi pemerintah karena pemecatan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe pada Oktober lalu dan rebutan pengaruh antara China dan India.

Fitch Rating menurunkan peringkat Sri Lanka satu tingkat dari B+ menjadi B yang mencerminkan adanya risiko perlambatan pengurangan utang akibat krisis politik. Sri Lanka menjadwalkan pembayaran utang pada 2019 hingga 2022.


"Kepercayaan investor telah dirusak, seperti yang terlihat dari besarnya outflow dari pasar obligasi domestik dan depresiasi nilai tukar," kata Fitch dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari CNBC International, Selasa (4/12/2018).

Fitch Rating mengatakan rencana untuk mengumpulkan dana melalui pinjaman bilateral dan komersial, atau melalui currency swap, dapat menjadi tantangan dalam iklim politik saat ini. Anggaran 2019 belum juga disetujui.


"Semua berantakan saat ini," kata seorang pejabat di kementerian keuangan Sri Lanka kepada Reuters, menambahkan penurunan rating ini akan menaikkan biaya pinjaman hingga beberapa persen.

"Kami harus keluar dari krisis politik ini. Biaya pinjaman akan terus meningkat [karena krisis ini]," kata pejabat itu, yang menolak disebutkan namanya. Bank sentral mengatakan Fitch dan Moody's terlalu terburu-buru dalam mengambil keputusan.


"Kami berpandangan bahwa tindakan kedua lembaga pemeringkat terlalu terburu-buru karena keputusan mereka didasarkan pada ketidakpastian politik jangka pendek. Ketidakpastian semacam itu bisa sangat singkat hanya untuk beberapa minggu," kata Deputi Gubernur Senior Bank Sentral Nandalal Weerasinghe kepada Reuters.

Mata uang rupee telah anjlok hampir 17 persen sepanjang tahun ini di hadapan dolar AS. Sementara itu imbal hasil obligasi dolar Sri Lanka yang jatuh tempo pada tahun 2022 telah meningkat lebih dari satu persen menjadi 8,24 persen sejak krisis terjadi.

[Gambas:Video CNBC]



(roy/miq) Next Article Peringkat Utang Tetap BAA2, Investasi RI Masih Menarik?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular