Moody's: Kredit Perusahaan Non-Keuangan Indonesia 2019 Aman

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
22 November 2018 18:36
Meskipun mengalami pertumbuhan, korporasi Indonesia akan mendapat tantangan dari kenaikan suku bunga, depresiasi rupiah terhadap dolar AS.
Foto: REUTERS/Brendan McDermid
Jakarta, CNBC Indonesia - Moody's Investors Service mengatakan bahwa kondisi kredit untuk perusahaan non-keuangan di Indonesia akan tetap stabil selama 12 bulan ke depan. Secara moderat, Moody's memperkirakan pertumbuhan laba sekitar 4% pada tahun 2019 untuk korporasi Indonesia yang mereka peringkat, seperti yang disampaikan dalam publikasinya hari ini, Kamis (22/11/2018)

Meskipun mengalami pertumbuhan, korporasi Indonesia akan mendapat tantangan dari kenaikan suku bunga, depresiasi rupiah terhadap dolar AS, serta risiko politik, sosial dan ekonomi menjelang pilpres pada April 2019.


Terkait dengan penilaian kualitas, peningkatan rating yang dinilai Moody's akan dibatasi oleh tingginya belanja modal yang didanai dari utang dan fakta pertumbuhan sektor dimana perusahaan beroperasi.

Adapun sektor non keuangan yang menjadi pembahasan Moody's antara lain:

Minyak & gas, belanja modal besar akan menghasilkan leverage yang lebih tinggi. Pendapatan hulu akan didorong oleh naiknya harga minyak mentah dan pertumbuhan volume produksi, tetapi kerugian hilir dari beban subsidi bahan bakar akan terus membebani arus kas operasi secara keseluruhan.

Pendapatan sektor pertambangan dan jasa pertambangan akan cenderung berkontraksi pada tahun 2019. Moody's berasumsi harga titik tengah batubara termal sebesar $ 75 per ton. Penghasilan sektor tersebut juga akan ditopang dari peningkatan volume produksi dan permintaan yang stabil.

Pengembang properti, Moody's mengatakan bahwa metrik kredit perusahaan-perusahaan pada industri properti akan melemah pada akhir 2018 dan 2019, karena: (1) harapan Moody atas peningkatan belanja modal yang didanai oleh utang, (2) biaya pendanaan yang lebih tinggi, dan (3) depresiasi rupiah, mengingat tingginya porsi pinjaman dolar AS di sektor ini.

Minyak sawit, perusahaan dengan kontribusi penjualan dari hulu yang paling besar, akan paling banyak terpapar dari penurunan harga minyak sawit mentah.

Tekstil, pendapatan diperkirakan akan tumbuh selama 12-18 bulan ke depan, didorong oleh permintaan yang kuat dan ekspansi kapasitas produksi.

Telekomunikasi, pertumbuhan pendapatan akan melambat 4% -6% untuk 2018 dan 2019, karena pertumbuhan pendapatan dari data tidak mungkin mengimbangi penurunan pendapatan dari layanan suara dan SMS.

[Gambas:Video CNBC]
(yam/yam) Next Article Saham Permata akan Dilego, Moody's Pertahankan Rating

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular