Naik Tipis 0,15%, Harga Batu Bara Masih Dekat Rekor Terendah

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
22 November 2018 13:30
Harga batu bara Newcastle naik 0,15% ke US$ 102,45/ Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Rabu (21/11/2018).
Foto: REUTERS/Stringer
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga batu bara Newcastle naik 0,15% ke US$ 102,45/ Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Rabu (21/11/2018). Meski mampu naik, harga batu bara masih belum jauh dari level terendahnya dalam 6 bulan terakhir.

BACA: Harga Batu Bara Betah di Rekor Terendah Dalam 6 Bulan

Sejumlah sentimen negatif memang masih "menghantui" harga komoditas ini. Dari mulai tingkat konsumsi China yang lemah, persepsi perlambatan ekonomi global, hingga pemangkasan impor China.

Meski demikian, harga batu bara yang sudah cenderung murah, mendorong pelaku pasar untuk melakukan aksi beli. Selain itu, masih naiknya impor batu bara China dan India secara mingguan juga menjadi bahan bakar kenaikan harga kemarin.



Di sepanjang bulan November (hingga tanggal 20 November 2018), harga batu bara juga sudah jatuh 2,76%. Harga batu bara bahkan sudah menyentuh titik terendahnya sejak pertengahan Mei 2018. Harga tersebut nampaknya sudah cukup rendah tersebut mendorong pelaku pasar untuk melakukan aksi beli, sehingga harga batu bara mengalami technical rebound.

Selain itu, ada sentimen yang menjustifikasi investor untuk melakukan aksi beli. Mengutip data Global Ports, impor batu bara dari top importir dunia masih mengalami kenaikan pada pekan lalu.

Impor batu bara China naik 490.000 ton secara mingguan (week-to-week/WtW) menjadi 3,56 juta ton pada pekan lalu, sedangkan impor India juga naik tipis menjadi 3,2 juta ton di periode yang sama. Permintaan impor yang masih kuat (khususnya dari China) sedikit melegakan pelaku pasar, bahwa konsumsi batu bara sebenarnya masih belum terlalu terdisrupsi.

Meski demikian, secara keseluruhan harga batu bara masih dibayangi sejumlah kabar negatif.  

Pertama, meski sudah memasuki musim dingin, tingkat konsumsi batu bara masih cukup lemah di China. Mengutip China Coal Transport & Distribution, konsumsi batu bara di China bagian tengah dan selatan masih cukup lambat.

Hal ini dipertegas dengan stok batu bara yang memang masih berada di level yang tinggi. Menurut data China Coal Resource, stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China meningkat dalam 5 pekan secara berturut-turut, ke level tertingginya sejak Januari 2015. Teranyar, stoknya meningkat 0,59% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 17,06 juta ton.

Lemahnya konsumsi di Negeri Tirai Bambu juga nampaknya tidak lepas dari musim dingin yang memang lebih hangat dari biasanya. Sebelumnya, China's National Climate Center memroyeksikan bahwa musim dingin yang saat ini melanda dataran China akan lebih hangat dari biasanya. Alasannya, ada potensi datangnya El Nino.

Saat musim dingin ternyata tidak seekstrim yang diperkirakan, kebutuhan listrik untuk pemanas ruangan pun akan lemah. Alhasil, konsumsi batu bara di pembangkt listrik pun tidak akan sekencang yang diperkirakan sebelumnya.

Kedua, pemerintah China memutuskan untuk membatasi impor batu bara di sepanjang tahun 2018. Mengutip laporan dari Shanghai Securities News, seperti dilansir dari Reuters, impor batu bara di tahun ini ditetapkan tidak boleh melebihi volume impor pada tahun 2017, dalam rangka menjaga harga batu bara domestik tetap tinggi hingga akhir tahun ini.

Dengan pembatasan itu, volume impor batu bara China di November-Desember 2018 diramal turun sebesar 25-35 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya. Apabila diperpanjang hingga Februari 2019, jelas permintaan impor China pun akan terdisrupsi lebih besar. Harga batu bara pun tak bisa lepas dari koreksi.

Sebagai catatan, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global. Penurunan permintaan impor China akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.

Ketiga, perang dagang mulai melemahkan ekonomi China dan sekitarnya. Pekan lalu, bank AS Morgan Stanley menyatakan bahwa "kondisi ekonomi China memburuk secara material" pada kuartal III-2018.

Kemudian, pembacaan awal pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal-III 2018 diumumkan sebesar -1,2% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih buruk dari estimasi pelaku pasar yakni minus 1% saja. Kontraksi ini disebabkan oleh ekspor yang turun 1,8%, penurunan terdalam dalam lebih dari 3 tahun terakhir. Sementara investasi terkontraksi 0,2%, pertama kali dalam 2 tahun.

Persepsi perlambatan ekonomi dunia lantas menjadi indikasi bahwa permintaan komoditas global (termasuk batu bara) juga akan menurun.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)

(RHG/gus) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular