Mengapa CAD RI Begitu Buruk Dibandingkan Negara Asia Lainnya?

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
12 November 2018 21:03
RI Belum Bisa Genjot Pariwisata Seperti Thailand
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Kedua, saat dari sisi perdagangan seret, pemerintah perlu mencari cara lain untuk menambal kekurangan pasokan devisa dari perdagangan. Pertanyaannya dari sektor mana? Sebelum menjawab pertanyaan itu, mari kita tengok siapa saja penyumbang terbesar devisa RI.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Pariwisata (Kemenpar), pada tahun 2016 terdapat tiga sektor utama yang menyumbangkan devisa ke dalam negeri. Sektor-sektor tersebut adalah CPO, Pariwisata, dan Minyak dan Gas (migas).

Uniknya, dari ketiga sektor utama tersebut, hanya pariwisata saja yang mampu mencatatkan pertumbuhan positif dalam setahun terakhir. Pada tahun 2016, sektor pariwisata diperkirakan menyumbang devisa negara sebesar US$13,57 miliar, atau naik 11,05% dari capaian tahun 2015.

Bandingkan dengan sumbangan devisa dari CPO dan Migas yang menurun masing-masing sebesar -2,86% dan 29,46% di periode yang sama. Bahkan, tak tanggung-tanggung, sektor pariwisata diproyeksikan menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia pada tahun 2020.



Memang, seperti dijelaskan pada halaman 1, industrialisasi harus menjadi motor utama dalam menggenjot devisa nasional. Namun, harus diakui bahwa memajukan industri memerlukan waktu yang tidak sedikit.

Katakan saja, menggenjot investasi di sektor industri pengolahan saat ini, mungkin hasilnya baru terasa 3-5 tahun ke depan. Oleh karena itu, untuk menyelamatkan rupiah di jangka pendek, sektor pariwisata yang bisa menjadi harapan.

Pertanyaannya, sudah sejauh apa perkembangan pariwisata di Indonesia? Bisa dibilang cukup positif. Jumlah kunjungan wisatawan asing terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017, jumlah kunjungan wisatawan asing meningkat 21,87% YoY ke angka 14,04 juta kunjungan.

Kemudian, pada periode Jan-September 2018, jumlah kunjungan wisatawan asing mencapai 11,93 juta kunjungan, juga masih naik sebesar 11,81% YoY. Hal ini lantas menjelaskan pertumbuhan devisa dari sektor pariwisata yang terus positif, dibandingkan dengan sektor CPO dan Migas yang justru melambat.



Tidak hanya dari data di atas, pemerintah pun sebenarnya sudah merencanakan perkembangan sektor ini dengan apik.

Pemerintah merencanakan penciptaan "10 Bali Baru" yang terdiri dari Tanjung Kelayang, Borobudur, Labuan Bajo, Danau Toba, Tanjung Lesung, Bromo Tengger Semeru (BTS), Wakatobi, Kepulauan Seribu, Mandalika, dan Morotai.

Kesepuluh destinasi baru ini dituangkan dalam 10 destinasi wisata prioritas di dalam rencana kerja pemerintah. Khusus untuk Mandalika, Tanjung Lesung, Tanjung Kelayang, dan Morotai bahkan ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata.

Lalu, bisa berpuas dirikah Indonesia? Jawabannya tidak. Pasalnya, capaian Indonesia masih di bawah negara tetangga Thailand. Negara yang luasnya hanya sekitar seperempat dari luas Indonesia. Hal itu juga diakui Deputi Gubernur Senior BI.

"Kita kan sekarang turis cuma 14 juta tahun lalu, Thailand 30 juta. Oleh karena itu, pemerintah sudah benar dorong pariwisata, dengan pengeluaran satu orang US$1.000," kata Mirza di kantornya, Jumat (27/7/2018).

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga menilai bahwa pengembangan sektor pariwisata Indonesia bisa mencontoh apa yang dilakukan pemerintah Thailand. Sektor pariwisata di negara tersebut, bahkan mampu membiayai transaksi berjalan.

"Thailand itu hanya mengandalkan pariwisata saja, current account bisa surplus. Karakter kita memang sama seperti India dan Filipina, tapi Thailand bisa jadi contoh," kata Josua kepada CNBC Indonesia, Jumat (27/7/2018).

Mengutip data dari World Travel and Tourism Council, sektor pariwisata Negeri Gajah Putih menyumbang 3,23 triliun Baht (sekitar Rp 1.400 triliun) bagi aktivitas ekonomi negara pada tahun 2017. Jumlah itu setara dengan 21,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Thailand.

Sementara, mengutip sumber yang sama, sektor pariwisata Indonesia hanya menyumbang Rp787,1 triliun pada tahun 2017, atau hanya sekitar 5,8% dari PDB Indonesia. Jumlah itu hanya sekitar setengahnya dari Thailand.

Kesenjangan pariwisata Thailand dan Indonesia juga hanya terlihat dari jumlah Visitor Export. Sebagai informasi, indikator ini mengukur pengeluaran turis asing untuk keperluan wisata dan bisnis di suatu negara. Ukuran ini juga mencakup pengeluaran untuk transportasi.

Tercatat, Thailand menghasilkan visitor export sebesar 2,03 triliun Baht (Rp 880,6 triliun) pada tahun 2017, empat kali lipat lebih besar dari capaian Indonesia yang hanya Rp 192,61 triliun di periode yang sama.



Oleh karena itu, terlepas dari perkembangan sektor pariwisata yang ada, sebenarnya Pekerjaan Rumah (PR) Indonesia masih cukup banyak.

Dengan 17.000 pulau yang dimiliki, lautan yang terhampar luas, keanekaragaman hayati yang melimpah, dan nyaris 100.000 kilometer garis pantai yang dimiliki, Indonesia sebenarnya punya potensi untuk menyalip Thailand.

Kuncinya ada di investasi. Jika memang ingin mengungguli negara tetangga, investasi ke sektor pariwisata harus digenjot. Tidak hanya secara jumlah, investasi juga harus merata secara lokasi. Kemudian, tidak hanya untuk pembangunan hotel atau restoran, investasi di transportasi hingga infrastruktur di sekitar lokasi pariwisata juga perlu digalakkan.

Jika memang semua berjalan lancar, bukan tidak mungkin sektor pariwisata mampu menjadi "mesin baru" pertumbuhan ekonomi, dan juga mampu menjadi penyelamat CAD RI.

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)

(RHG/dru)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular