Indonesia Bakal Dibanjiri Capital Inflow Hingga 2020, Asal...

Monica Wareza, CNBC Indonesia
05 November 2018 16:33
Negara berkembang akan kebanjiran capital inflow karena melambatnya perekonomian AS karena beban utang utang dan kapasitas pemerintah dan korporasi AS.
Foto: REUTERS / Mike Segar
Jakarta, CNBC Indonesia - Bahana TCW Investment Management memprediksi hingga 2020 mendatang capital inflow akan semakin deras membanjiri pasar di emerging market, termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan oleh laju perekonomian Amerika yang mulai melambat karena beban utang dan kapasitas belanja pemerintah dan koporasi.

Selain itu, dolar AS diperkirakan akan mulai mengalami pelemahan dan perekonomian global akan mulai berimbang, sehingga investor akan kembali melirik pasar di negara berkembang yang dinilai underperform.


Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makroekonomi Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan meski diimingi dengan kondisi tersebut, Budi menilai Indonesia perlu menaikkan daya saingnya karena saat ini Indonesia dinilai masih kurang produktif dan kompetitif.

Kondisi ini tercermin dari realisasi defisit neraca dagang atau current account deficit (CAD) Indonesia yang membesar yang disebabkan membengkaknya biaya impor minyak yang lebih besar dari produksi. Selain itu, Indonesia kurang kompetitif yang terlihat dari rasio ekspor terhadap Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) turun.

"Oleh karena itu, Indonesia harus segera mendorong mesin penghasil valas, yakni dari sektor ekspor dan pariwisata. Mendorong alternatif BBM, yakni implementasi B20 dari kelapa sawit. Dari segi ekonomi digital, Budi juga berharap agar kebijakan Industri 4.0 juga melibatkan usaha Kecil dan Menengah (UKM), agar tercipta trafik pasar dalam negeri yang ramai dan sebesar ecommerce raksasa Cina, Alibaba,"  kata Budi dalam siaran persnya, Senin (5/11).

Capital Inflow Mulai Aliri Indonesia

Budi menilai tekanan yang terjadi di emerging market mulai mereda, tak terkecuali Indonesia. Hal ini tercermin dari aliran modal yang sudah mulai masuk kembali (capital inflow) baik di pasar saham maupun pasar obligasi Indonesia.

Sentimen investor kepada negara berkembang sudah mulai mereda. Selain itu, setelah besar-besaran meninggalkan pasar emerging market beberapa waktu lalu menjadikan valuasi di pasar ini menjadi lebih murah.

"Investor masih yakin akan fundamental ekonomi Indonesia yang stabil. Meski terseret sentimen negatif, sebagai negara berkembang, Indonesia menunjukkan indikator ekonomi yang relatif kuat," ujar Budi Hikmat.

Penerimaan pajak hingga September lalu tumbuh 17%, menunjukkan Pemerintah masih mampu membiayai anggaran negara secara internal. Di samping itu, data domestik seperti penjualan mobil dan motor membaik. Kredit perbankan hingga September 2018 tumbuh 12,6% yoy."

Pekan lalu asing tercatat melakukan beli bersih (net buy) di pasar saham mencapai Rp 1,3 triliun dan di pasar obligasi mencapai Rp 5,86 triliun. Sementara, rupiah sepanjang minggu mengalami penguatan mencapai 1,72% terhadap dolar Amerika Serikat.

Meski sudah kembali menguat, sejak awal tahun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga akhir pekan lalu secara year to date (ytd) masih terkoreksi 7,07%. Sedangkan yield obligasi negara 10 tahun berada di 8,29% sehingga return yang bisa didapatkan oleh investor lebih besar.

(roy) Next Article Arus Modal Rp 170,5 T Masuk RI, Sri Mulyani Tetap Waspada

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular