
BI Bicara Soal Rupiah yang Buat Dolar Bertekuk Lutut
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
02 November 2018 08:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) kembali buka suara mengenai penguatan nilai tukar rupiah yang kembali menunjukkan keperkasaannya terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Ini menjadi kali kedua secara beruntun mata uang Garuda mampu menaklukkan keperkasaan dolar AS, setelah dalam beberapa hari terakhir bergerak cukup stagnan.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengemukakan penguatan rupiah tak lepas dari berlanjutnya arus modal asing ke pasar sekunder obligasi negara.
"Ini memegaruhi bank domestik melepas dolar ke pasar. [...] Selama Oktober 2018, arus modal masuk asing ke pasar sekunder obligasi negara mencapai Rp 15,1 triliun," kata Nanang kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (2/11/2018).
Bank sentral memandang berlanjutnya arus modal masuk ke pasar obligasi negara ditopang dari laju inflasi yang relatif terjaga, serta munculnya sentimen positif di pasar keuangan global.
Sentimen tersebut yakni rencana pertemuan presiden AS dan China untuk membahas sengketa dagang, serta respons positif pasar atas tercapainya kesepakatan Uni Eropa mengenai perjanjian Brexit.
"Pembelian surat obligasi negara oleh investor asing tersebut menyebabkan yield obligasi 10 tahun turun dari level tertinggi pada 8,79% di awal Oktober menjadi 8,46%," kata Nanang.
"Bahkan dengan yield tersebut, bila dikurangi tingkat inflasi di sekitar 3%, menjadikan imbal hasil obligasi negara 10 tahun masih menawarkan imbal hasil real pada tingkat 5,46%," jelasnya.
Selain itu, bank sentral berpendapat implementasi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) yang berlaku sejak kemarin cukup mendapatkan respons positif dari para pelaku pasar.
"DNDF diharapkan dapat menambah ketersediaan instrumen lindung nilai dengan biaya dan penyerahan dananya lebih efisien karena dilakukan secara netting dan dalam mata uang rupiah," ungkapnya.
"Instrumen DNDF ini sangat bermanfaat untuk transaksi lindung nilai terhadap risiko dari fluktuasi kurs," tegas Nanang.
(prm) Next Article Rupiah Sulit Menuju Level 13.500. Jadi BI Harus Apa?
Ini menjadi kali kedua secara beruntun mata uang Garuda mampu menaklukkan keperkasaan dolar AS, setelah dalam beberapa hari terakhir bergerak cukup stagnan.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengemukakan penguatan rupiah tak lepas dari berlanjutnya arus modal asing ke pasar sekunder obligasi negara.
Bank sentral memandang berlanjutnya arus modal masuk ke pasar obligasi negara ditopang dari laju inflasi yang relatif terjaga, serta munculnya sentimen positif di pasar keuangan global.
Sentimen tersebut yakni rencana pertemuan presiden AS dan China untuk membahas sengketa dagang, serta respons positif pasar atas tercapainya kesepakatan Uni Eropa mengenai perjanjian Brexit.
![]() |
"Bahkan dengan yield tersebut, bila dikurangi tingkat inflasi di sekitar 3%, menjadikan imbal hasil obligasi negara 10 tahun masih menawarkan imbal hasil real pada tingkat 5,46%," jelasnya.
Selain itu, bank sentral berpendapat implementasi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) yang berlaku sejak kemarin cukup mendapatkan respons positif dari para pelaku pasar.
"DNDF diharapkan dapat menambah ketersediaan instrumen lindung nilai dengan biaya dan penyerahan dananya lebih efisien karena dilakukan secara netting dan dalam mata uang rupiah," ungkapnya.
"Instrumen DNDF ini sangat bermanfaat untuk transaksi lindung nilai terhadap risiko dari fluktuasi kurs," tegas Nanang.
(prm) Next Article Rupiah Sulit Menuju Level 13.500. Jadi BI Harus Apa?
Most Popular