
Investor Asing yang Pergi dan Belum Kembali dari Obligasi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
01 November 2018 18:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang Oktober 2018, pasar obligasi membukukan koreksi signifikan yang masih terpengaruh drama perang dagang dan imbasnya pada pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Rekapitulasi data Refinitiv menunjukkan koreksi harga tersebut ditunjukkan dari rerata kenaikan tingkat imbal hasil (yield) empat seri acuan (benchmark) di pasar sekunder sebesar 37 basis poin (bps) sepanjang Oktober. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Dengan besaran rerata kenaikan yield 37 bps tersebut, maka rerata kenaikan yield per seri mencapai 1,65 bps per hari.
Seri acuan yang paling banyak mengalami koreksi adalah FR0065 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield sebesar 46 bps menjadi 8,82%, dan seri yang koreksinya paling kecil adalah seri pendek FR0063 bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 25 bps menjadi 8,4%.
Dalam rentang yang sama, arus dana investor asing yang masuk ke pasar obligasi rupiah pemerintah Rp 12,8 triliun.
Masuknya dana tersebut juga disertai dengan naiknya porsi kepemilikan investor global di pasar SBN menjadi 37,27% dari 36,89% pada periode yang sama.
Sepanjang Oktober, pasar obligasi dan pasar investasi keuangan domestik serta global banyak dipengaruhi panas-dinginnya hubungan Negeri Paman Trump dengan Negara Tirai Bambu di tengah drama tarik ulur kebijakan perang dagang.
Hasil akhir dari ketegangan tersebut adalah aliran dana asing yang keluar dari pasar obligasi pemerintah meskipun kemudian kembali pada akhir bulan seiring dengan semakin kondusifnya iklim investasi global.
Hal yang memengaruhi pasar obligasi pada periode yang sama adalah ketegangan AS-Arab Saudi terkait dengan hilangnya kolumnis Washington Post Jamal Kashoggi.
Faktor lain adalah meradangnya hubungan antara Italia dengan Uni Eropa terkait dengan RAPBN 2019 yang dinilai terlalu berbahaya bagi stabilitas ekonomi regional.
Sumber: Refinitiv
Ouflow Asing Belum Kembali
Untuk penghitungan sepanjang tahun ini hingga akhir Oktober (year to date/YtD) juga masih terjadi koreksi secara akumulatif.
Rerata kenaikan yield untuk seri acuan sebesar 213 bps atau 1,06 bps per hari. Seri acuan yang paling terkoreksi untuk tahun kalender adalah seri pendek 5 tahun, dengan kenaikan yield sebesar 246 bps dari 5,94% pada akhir 2017.
Seri acuan yang koreksinya paling kecil pada periode yang sama adalah seri 20 tahun dengan kenaikan yield 188 bps menjadi 9,01%.
Dari sisi kepemilikan, jumlah dana asing yang masuk ke pasar obligasi rupiah pemerintah meningkat Rp 27,55 triliun dari Rp 836,15 triliun pada akhir 2017.
Meskipun demikian, porsi kepemilikan asing di instrumen SBN justru berkurang dari 39,82% pada akhir tahun lalu.
Dengan memperhitungkan faktor pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sekitar 12% sepanjang tahun akibat memburuknya kondisi iklim investasi keuangan global, maka angka Rp 863,65 triliun pada 30 Oktober seharusnya menciut menjadi Rp 760,01 triliun.
Dengan demikian, maka posisi investor asing di pasar SBN sebetulnya masih defisit karena posisi akhir 30 Oktober masih kalah besar Rp 76,13 triliun dibanding posisi akhir 2017 Rp 836,15 triliun, sehingga menunjukkan dana investor asing yang keluar masih belum kembali.
*) posisi 30 Oktober 2018Sumber: Refinitiv, DJPPR
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/wed) Next Article Dana Asing Kabur Rp148 T, Begini Penjelasan Sri Mulyani!
Rekapitulasi data Refinitiv menunjukkan koreksi harga tersebut ditunjukkan dari rerata kenaikan tingkat imbal hasil (yield) empat seri acuan (benchmark) di pasar sekunder sebesar 37 basis poin (bps) sepanjang Oktober. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Dengan besaran rerata kenaikan yield 37 bps tersebut, maka rerata kenaikan yield per seri mencapai 1,65 bps per hari.
Seri acuan yang paling banyak mengalami koreksi adalah FR0065 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield sebesar 46 bps menjadi 8,82%, dan seri yang koreksinya paling kecil adalah seri pendek FR0063 bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 25 bps menjadi 8,4%.
Dalam rentang yang sama, arus dana investor asing yang masuk ke pasar obligasi rupiah pemerintah Rp 12,8 triliun.
Masuknya dana tersebut juga disertai dengan naiknya porsi kepemilikan investor global di pasar SBN menjadi 37,27% dari 36,89% pada periode yang sama.
Sepanjang Oktober, pasar obligasi dan pasar investasi keuangan domestik serta global banyak dipengaruhi panas-dinginnya hubungan Negeri Paman Trump dengan Negara Tirai Bambu di tengah drama tarik ulur kebijakan perang dagang.
Hasil akhir dari ketegangan tersebut adalah aliran dana asing yang keluar dari pasar obligasi pemerintah meskipun kemudian kembali pada akhir bulan seiring dengan semakin kondusifnya iklim investasi global.
Hal yang memengaruhi pasar obligasi pada periode yang sama adalah ketegangan AS-Arab Saudi terkait dengan hilangnya kolumnis Washington Post Jamal Kashoggi.
Faktor lain adalah meradangnya hubungan antara Italia dengan Uni Eropa terkait dengan RAPBN 2019 yang dinilai terlalu berbahaya bagi stabilitas ekonomi regional.
Yield Obligasi Seri Acuan | ||||||
Tanggal | FR0063 | FR0064 | FR0065 | FR00075 | Kepemilikan asing (Rp triliun) | Kepemilikan asing (%) |
31-Oct-18 | 8.408 | 8.601 | 8.824 | 9.015 | 863.65 | 37.27% |
28-Sep-18 | 8.158 | 8.208 | 8.357 | 8.606 | 850.85 | 36.89% |
Ouflow Asing Belum Kembali
Untuk penghitungan sepanjang tahun ini hingga akhir Oktober (year to date/YtD) juga masih terjadi koreksi secara akumulatif.
Rerata kenaikan yield untuk seri acuan sebesar 213 bps atau 1,06 bps per hari. Seri acuan yang paling terkoreksi untuk tahun kalender adalah seri pendek 5 tahun, dengan kenaikan yield sebesar 246 bps dari 5,94% pada akhir 2017.
Seri acuan yang koreksinya paling kecil pada periode yang sama adalah seri 20 tahun dengan kenaikan yield 188 bps menjadi 9,01%.
Dari sisi kepemilikan, jumlah dana asing yang masuk ke pasar obligasi rupiah pemerintah meningkat Rp 27,55 triliun dari Rp 836,15 triliun pada akhir 2017.
Meskipun demikian, porsi kepemilikan asing di instrumen SBN justru berkurang dari 39,82% pada akhir tahun lalu.
Dengan memperhitungkan faktor pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sekitar 12% sepanjang tahun akibat memburuknya kondisi iklim investasi keuangan global, maka angka Rp 863,65 triliun pada 30 Oktober seharusnya menciut menjadi Rp 760,01 triliun.
Dengan demikian, maka posisi investor asing di pasar SBN sebetulnya masih defisit karena posisi akhir 30 Oktober masih kalah besar Rp 76,13 triliun dibanding posisi akhir 2017 Rp 836,15 triliun, sehingga menunjukkan dana investor asing yang keluar masih belum kembali.
Yield Obligasi Seri Acuan | ||||||
Tanggal | FR0063 | FR0064 | FR0065 | FR00075 | Kepemilikan asing (Rp triliun) | Kepemilikan asing (%) |
31-Oct-18 | 8.408 | 8.601 | 8.824 | 9.015 | 863.65 | 37.27% |
29-Dec-17 | 5.94 | 6.307 | 6.923 | 7.126 | 836.15 | 39.82% |
![]() asing-bond-oktober |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/wed) Next Article Dana Asing Kabur Rp148 T, Begini Penjelasan Sri Mulyani!
Most Popular