Data Ekonomi China Buruk, Harga Batu Bara Amblas 2% Lebih

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
01 November 2018 13:22
Harga batu bara Newcastle kontrak acuan terkoreksi 2,14% ke level US$ 105,2/Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Rabu (31/10/2018).
Foto: Istimewa
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga batu bara Newcastle kontrak acuan terkoreksi 2,14% ke level US$ 105,2/Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Rabu (31/10/2018).

Dengan pergerakan itu, harga si batu hitam membukukan pelemahan empat hari secara berturut-turut, dan masih betah di level terendahnya dalam lebih dari 5 bulan terakhir, atau sejak tanggal 24 Mei 2018.

BACA: Jatuh 3 Hari Beruntun, Harga Batu Bara Kini US$ 107,5/MT

Melambatnya perekonomian Benua Kuning akibat perang dagang Amerika Serikat (AS)-China, plus lemahnya konsumsi batu bara di China, menjadi faktor utama pemberat harga batu bara.



Kemarin, angka Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur periode Oktober tercatat 50,2, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,8. Angka di atas 50 menandakan pelaku usaha masih optimistis, tetapi optimisme itu memudar.

Sepertinya China sudah mulai merasakan dampak signifikan dari perang dagang dengan AS. Maklum, AS adalah pasar ekspor utama China. Tahun lalu, nilai ekspor China ke AS tercatat US$ 431,7 miliar atau 19% dari total ekspor mereka.

Terlebih, dampak perlambatan ekonomi tersebut nampaknya mulai menular ke mitra dagang China, salah satunya Korea Selatan. Kemarin, output industri manufaktur Negeri Ginseng juga diumumkan turun 2,5% pada September dibandingkan bulan sebelumnya. Jauh memburuk dibandingkan Agustus yang masih tumbuh 1,3%.

Perdagangan dan aktivitas ekonomi yang melambat tentu akan menimbulkan persepsi bahwa permintaan terhadap energi akan tertekan. Kalau permintaan energi turun, maka harga batu bara juga pasti turun.

Sebagai tambahan, faktor negatif yang menekan harga si batu hitam adalah tingkat konsumsi batu bara Negeri Panda yang mengalami tren penurunan. Penyebabnya adalah permintaan pembangkit listrik yang juga mulai lemah, dibuktikan oleh stok batu bara di 6 pembangkit listrik utama yang masih tinggi.

Terlebih, konsumsi batu bara China di musim dingin nanti diperkirakan tidak akan sekencang perkiraan sebelumnya. Pasalnya, China's National Climate Center memroyeksikan bahwa musim dingin yang akan datang akan lebih hangat dari biasanya. Alasannya, ada potensi datangnya El Nino di musim dingin mendatang.

Sebelumnya, musim dingin yang lebih "menggigit" dari biasanya diperkirakan akan menyebabkan peningkatan konsumsi batu bara oleh sejumlah pembangkit listrik Negeri Panda. Namun, saat sekarang cuaca justru diperkirakan lebih hangat, persepsi itu menjadi tidak berlaku.

Sebagai informasi, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 metrik ton pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global, sehingga sentimen menurunnya permintaan impor dari China akan sangat memengaruhi harga.

(TIM RISET CNBC INDONESIA) 

(RHG/roy) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular