Hingga Oktober, Asing Bawa Kabur Rp 27,4T dari Pasar Modal RI

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 November 2018 08:43
Hingga Oktober, Asing Bawa Kabur Rp 27,4T dari Pasar Modal RI
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun ini menjadi tahun yang kelam bagi pasar modal Indonesia. Sepanjang tahun ini, investor asing telah membawa kabur dana senilai Rp 54,6 triliun dari pasar saham. Sementara di pasar obligasi, ada aliran dana asing yang masuk senilai Rp 27,2 triliun (hingga 29 Oktober). Jika dijumlahkan, tetap saja Rp 27,4 triliun mengalir keluar dari pasar modal tanah air.

Jika dibandingkan dengan capaian untuk keseluruhan tahun 2017, sudah sepatutnya kita was-was. Sepanjang tahun lalu, investor asing 'hanya' melakukan jual bersih senilai Rp 39,9 triliun di pasar saham. Di pasar obligasi, justru ada inflow yang sangat besar yakni senilai Rp 170,3 triliun.

Pada akhirnya, aksi jual investor asing membebani neraca pembayaran Indonesia (NPI). Sepanjang kuartal-II 2018, Bank Indonesia (BI) mencatat defisit NPI sebesar US$ 4,31 miliar. Defisit NPI menandakan bahwa dolar AS yang keluar dari dalam negeri lebih besar ketimbang yang diterima. Defisit pada kuartal-II tercatat membengkak dari defisit kuartal-I 2018 yang sebesar US$ 3,86 miliar.



Investor asing lagi-lagi menunjukkan pesimismenya terhadap pasar saham tanah air. Pasca membukukan jual bersih senilai Rp 39,9 triliun pada tahun lalu, ternyata tekanan jual berlanjut hingga tahun ini.

Sebenarnya, pesimisme investor asing pada tahun ini terbilang wajar. Pasalnya, kala IHSG meroket sebesar 19,99% pada tahun lalu pun, mereka enggan menyentuh saham-saham dalam negeri. Apalagi sekarang, kala IHSG anjlok sebesar 8,24% secara year-to-date (YTD).

Pada tahun ini, tekanan dari sisi eksternal seakan membabi-buta mengeroyok IHSG. Pertama-tama, pastinya kenaikan suku bunga acuan nan-agresif oleh the Federal Reserve selaku bank sentral AS. Sepanjang tahun ini, the Fed sudah mengerek suku bunga acuan sebanyak 3 kali, masing-masing sebesar 25 bps. Tak sampai disitu, the Fed masih memproyeksikan normalisasi sebanyak 1 kali lagi pada penghujung tahun.

Normalisasi suku bunga acuan di AS membuat imbal hasil instrumen investasi pendapatan tetap disana terkerek naik. Akhirnya, pelaku pasar diberi alasan untuk melepas aset-aset berbasis rupiah dan menukarkannya menjadi dolar AS untuk dibawa ke Negeri Paman Sam.

Sepanjang tahun ini, rupiah telah melemah hingga 12,05% melawan dolar AS di pasar spot.

Lebih lanjut, pelaku pasar mengkhawatirkan dampak perang dagang AS-China bagi perekonomian kedua negara sekaligus perekonomian dunia. Hingga kini, AS telah memberlakukan bea masuk baru bagi importasi produk China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi importasi produk asal AS senilai US$ 110 miliar.

Perang dagang yang terjadi antar keduanya memang sudah mulai membebani aktivitas manufaktur di masing-masing negara. Untuk periode September 2018, Manufacturing PMI AS versi ISM diumumkan sebesar 59,8, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar 60,1. Kemudian, Manufacturing PMI versi pemerintah China tercatat sebesar 50,8, juga lebih rendah dari ekspektasi yang sebesar 51,2. Teranyar, Manufacturing PMI China periode Oktober 2018 diumumkan sebesar 50,2, lebih rendah dari estimasi yang sebesar 50,6.

Risiko besar yang dibawa oleh perang dagang AS-China membuat dolar AS selaku safe haven semakin menjadi pilihan utama investor pada tahun ini.

Dari sisi geopolitik, situasi juga tak kalah ruwet. Pasca tensi geopolitik antara AS dengan Korea Utara mereda menyusul pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Pimpinan Korea Utara Kim Jong Un, pelaku pasar dibuat takut oleh potensi ribut-ribut antara AS dengan sekutunya Arab Saudi terkait dengan tewasnya kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi.

Walaupun Arab Saudi sempat berdalih bahwa tewasnya Khashoggi merupakan hasil dari perkelahian yang terjadi di Konsulat Arab Saudi di Turki, belakangan justru kian terkuak bahwa peristiwa tersebut merupakan sebuah hal yang terencana.

Perkembangan terbaru, seorang jaksa Turki mengatakan bahwa Khashoggi dicekik sampai meninggal setelah memasuki Konsulat Arab Saudi di Turki, sebelum kemudian tubuhnya dimutilasi, seperti dikutip dari VOA Indonesia.

Lagi-lagi, investor asing diberi alasan untuk melepas aset-aset berbasis rupiah untuk dikonversi menjadi dolar AS.



Dari dalam negeri, investor asing juga tak diberi alasan yang kuat untuk masuk ke pasar saham. Dalam World Economic Outlook (WEO) edisi Oktober 2018, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini hanya mencapai 5,1%, turun dari proyeksi mereka pada April 2018 yang sebesar 5,3%. Ini artinya, pertumbuhan ekonomi Indonesia diramal sama dengan tahun 2017.

Untuk tahun 2019, IMF bahkan memangkas proyeksi mereka sebesar 0,4%, dari 5,5% menjadi 5,1%.

Proyeksi dari IMF bahwa perekonomian Indonesia akan cenderung stagnan nampak akan terbukti. Pada hari Selasa (30/10/2018), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan bahwa total investasi langsung pada kuartal III-2018 turun 1,6% dibandingkan capaian kuartal III-2017 menjadi Rp 173,8 triliun.

Poin yang menjadi sorotan utama investor adalah investasi langsung dari pihak asing alias foreign direct investment (FDI). Poin tersebut menjadi penting lantaran investasi langsung di Indonesia didonominasi oleh pihak asing. Sepanjang kuartal-III 2018, FDI tercatat sebesar Rp 89,1 triliun, anjlok 20,2% dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang mencapai Rp 111,7 triliun.

Sementara itu, penanaman modal dalam negeri tercatat sebesar Rp 84,7 triliun atau melonjak 30,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 64,9 triliun.

Lesunya investasi langsung di tanah air, baik secara keseluruhan maupun oleh pihak asing, memberi indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal-III 2018 yang akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 November mendatang tak akan membawa kejutan positif seperti pada kuartal-II 2018. Sepanjang kuartal-II 2018, perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,27% YoY, mengalahkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,125% YoY.

TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular