Pertama Kali Dalam 4 Tahun, IHSG Melemah Pada Bulan Oktober

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 October 2018 19:17
Pertama Kali Dalam 4 Tahun, IHSG Melemah Pada Bulan Oktober
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Untuk kali pertama dalam 4 tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membukukan imbal hasil negatif pada bulan Oktober. Mengakhiri bulan ini, IHSG terkoreksi 2,42% jika dibandingkan posisi per akhir September ke level 5.831,65.

Terakhir kali IHSG memberikan imbal hasil negatif pada bulan Oktober adalah pada tahun 2014 silam. Itupun, IHSG hanya melemah sebesar 0,93% secara bulanan.



Faktor luar dan dalam negeri sukses memukul mundur IHSG sepanjang bulan ini. 


Dari sisi eksternal, sentimen negatif datang dari tertekannya aktivitas manufaktur di AS dan China. Untuk periode September 2018, Manufacturing PMI AS versi ISM diumumkan sebesar 59,8, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar 60,1. Kemudian, Manufacturing PMI versi pemerintah China tercatat sebesar 50,8, juga lebih rendah dari ekspektasi yang sebesar 51,2.

Perang dagang yang terjadi antar keduanya sudah mulai membebani aktivitas manufaktur di masing-masing negara. Pada 24 September silam, AS resmi memberlakukan bea masuk baru bagi importasi produk China senilai US$ 200 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi importasi produk asal AS senilai US$ 60 miliar.

Bagi China, dampak perang dagang nampaknya lebih parah. Pada kuartal-III 2018, perekonomian Negeri Panda tercatat tumbuh sebesar 6,5% YoY, lebih rendah dari ekspektasi yang sebesar 6,6% YoY. Capaian ini merupakan yang terendah sejak 2009 silam. Sementara itu, perekonomian AS tumbuh sebesar 3,5% (QoQ annualized) pada kuartal-III 2018, mengalahkan estimasi yang sebesar 3,4%.

Kemudian, tensi geopolitik dunia dibuat panas oleh potensi ribut-ribut antara AS dengan sekutunya Arab Saudi terkait dengan tewasnya kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi. Walaupun Arab Saudi sempat berdalih bahwa tewasnya Khashoggi merupakan hasil dari perkelahian yang terjadi di Konsulat Arab Saudi di Turki, belakangan justru kian terkuak bahwa peristiwa tersebut merupakan sebuah hal yang terencana.

Pada 23 Oktober waktu setempat, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengeluarkan pernyataan keras dengan menyebut bahwa intel dan lembaga penegak hukum memiliki bukti bahwa pembunuhan Khashoggi merupakan sesuatu yang terencana.

“Badan intelijen dan lembaga penegak hukum memiliki bukti yang menunjukkan bahwa pembunuhan (Khashoggi) adalah terencana…. Menuduhkan kasus tersebut ke beberapa aparat penegak hukum dan anggota badan intelijen tidak akan memuaskan kami maupun komunitas internasional,” papar Erdogan di hadapan parlemen Turki.

Trump yang awalnya cenderung bermain aman dalam menyikapi tewasnya Khashoggi belakangan mulai berani menyebut bahwa Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman kemungkinan ikut terlibat.

"Well, Pangeran menjalankan segalanya saat ini. Jadi kalau ada seseorang yang terlibat (dalam pembunuhan Khasshogi), kemungkinan dia juga," kata Trump dalam wawancara dengan Wall Street Journal.

Beralih ke Benua Biru, permasalahan anggaran pemerintah Italia memperkeruh suasana. Pasca Komisi Eropa menolak rencana fiskal pemerintah Italia lantaran defisit yang mencapai 2,4% dari PDB, Wakil Perdana Menteri Italia Matteo Salvini menyebut bahwa negaranya tidak akan mengubah anggaran tahun 2019.

"Warga Italia harus didahulukan ... Italia tidak lagi ingin menjadi pelayan untuk aturan konyol," kata Salvini.

Pemerintah Italia dan Brussel memiliki cara pandang yang berbeda. Uni Eropa memandang bahwa defisit anggaran Italia harus diminimalisir lantaran rasio utang terhadap PDB Negeri Pizza sudah mencapai 131,2% pada tahun 2017.

Di lain pihak, pemerintah Italia menganggap bahwa untuk menekan rasio utang terhadap PDB, pemerintah seharusnya bukan berhemat tapi fokus meningkatkan angka PDB. Jika angka PDB melesat, maka rasio utang terhadap PDB bisa menciut.

Hal tersebut rencananya akan mereka lakukan dengan memberikan bantuan kepada rakyat agar bisa meningkatkan konsumsi yang pada akhirnya akan membuat dunia usaha bergeliat dan ekonomi menjadi berputar.

Nantinya, bukan tak mungkin Italia mengadopsi cara yang sama dengan yang ditempuh Inggris pada 2016 silam yakni dengan keluar dari Uni Eropa (Brexit). Memang, keluarnya Inggris dari blok ekonomi raksasa dunia tersebut bukan disebabkan oleh penolakan rancangan anggaran oleh Uni Eropa. Tapi intinya, mereka keluar lantaran ada rasa tidak puas terkait keanggotaannya di Uni Eropa.



Dari dalam negeri, pada awal bulan Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa telah terjadi deflasi sebesar 0,18% MoM pada bulan September, jauh lebih dalam dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 0,02% MoM.

Deflasi yang cukup dalam ini mengindikasikan lemahnya konsumsi masyarakat Indonesia. Sepanjang bulan lalu, indeks saham sektor barang konsumsi melemah sebesar 4,03%.

Kemudian, kekhawatiran mengenai kian lebarnya defisit neraca berjalan/current account deficit (CAD) pada kuartal-III membuat rupiah dan pasar saham ditinggalkan investor. Sepanjang bulan ini, rupiah melemah sebesar 2,01% di pasar spot melawan dolar AS. Menjelang akhir bulan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengindikasikan bahwa CAD kuartal-III 2018 akan membengkak cukup signifikan dari capaian kuartal-II 2018 yang sebesar 3,04% dari PDB.

"Kan masih ada Juli sama Agustus 2018. Yang memang masih tinggi. Utamanya di Migas. Kemarin defisit besar di migas. Apakah B20, kenaikan harga BBM. Di Kuartal III-2018 masih wajar kalau di atas 3%. Tapi perkiraan kami di Kuartal III-2018 tidak akan lebih dari 3,5%," papar Perry di Gedung BI, Jumat (26/10/2018).

Teranyar, tekanan dari dalam negeri bagi IHSG datang dari rilis angka realisasi investasi langsung kuartal-III 2018 yang mengecewakan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Secara keseluruhan, total investasi pada kuartal III-2018 turun 1,6% dibandingkan capaian kuartal III-2017 menjadi Rp 173,8 triliun.

Poin yang menjadi sorotan utama investor adalah investasi langsung dari pihak asing alias foreign direct investment (FDI). Poin tersebut menjadi penting lantaran investasi langsung di Indonesia didonominasi oleh pihak asing. Sepanjang kuartal-III 2018, FDI tercatat sebesar Rp 89,1 triliun, anjlok 20,2% dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang mencapai Rp 111,7 triliun.

Sementara itu, penanaman modal dalam negeri tercatat sebesar Rp 84,7 triliun atau melonjak 30,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 64,9 triliun.

Lesunya investasi langsung di tanah air, baik secara keseluruhan maupun oleh pihak asing, memberi indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal-III 2018 yang akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 November mendatang tak akan membawa kejutan seperti pada kuartal-II 2018. Sepanjang kuartal-II 2018, perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,27% YoY, mengalahkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,125% YoY.

TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular