Sempat Jadi Juara, Kini Rupiah Runner-Up di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 October 2018 16:50
Sempat Jadi Juara, Kini Rupiah Runner-Up di Asia
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah dan sebagian kecil mata uang Asia mampu selamat dari sapuan ombak penguatan dolar AS yang melanda Benua Kuning. 

Pada Rabu (31/10/2018), US$ 1 berada di Rp 15.200 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,14% dibandingkan posisi penutupan sehari sebelumnya. 

Penguatan rupiah hari ini sudah terlihat sejak pasar spot belum dibuka. Sebab, rupiah sudah terlebih dulu menguat di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF). 


Rupiah dibuka menguat 0,05%. Selepas itu rupiah bergerak labil, bolak-balik masuk zona merah dan hijau. Namun setelah tengah hari, rupiah mulai stabil di zona hijau. Bahkan penguatan rupiah semakin tajam. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah sepanjang perdagangan hari ini: 

 

Rupiah menjadi satu dari sedikit mata uang Asia yang mampu menguat, karena hari ini dolar AS masih menjadi raja di Asia. Selain rupiah, mata uang yang menguat adalah dolar Taiwan, peso Filipina, dan baht Thailand. Rupiah yang sempat menjadi mata uang terbaik Asia, kini harus rela duduk di peringkat 2.


Baht menjadi mata uang dengan apresiasi paling tajam. Ini tidak lepas dari data ekonomi positif di Negeri Gajah Putih. 

Bank Sentral Thailand (BoT) mengumumkan transaksi berjalan atau current account surplus US$ 2,37 miliar pada September. Naik tajam dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$ 0,75 miliar.  

Kemudian neraca perdagangan September membukukan surplus US$ 1,96 miliar. Juga naik pesat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 0,6 miliar. 

Data-data ini menunjukkan Thailand punya kecukupan valas yang memadai. Artinya, baht memang punya modal untuk menguat. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 16:22 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Faktor yang membuat rupiah mampu menguat adalah derasnya arus modal di pasar keuangan Indonesia. Di pasar obligasi, arus modal masuk ditandai oleh penurunan imbal hasil (yield). Penurunan yield berarti harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan. 

Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah Indonesia yang menunjukkan penurunan di seluruh tenor: 

 

Yield obligasi pemerintah yang sudah naik tajam menjadi menarik di mata investor. Dalam sebulan terakhir, yield obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun sudah melonjak 58,6 basis poin (bps). 

Harga instrumen ini juga sudah 'terbanting'. Sejak awal Oktober, harga obligasi pemerintah tenor 10 tahun amblas 337,4 bps. Pantas saja investor menyerbu, karena harga sudah turun drastis dan yield menanjak tinggi. 

Sedangkan di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih yang signifikan yaitu Rp 1,53 triliun. Arus modal asing ini membantu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sehingga ditutup menguat 0,73%. 

Aliran modal ini mampu menolong rupiah dari amukan dolar AS. Greenback memang sedang beringas di Asia karena data-data ekonomi yang kurang cemerlang. 

Di China, angka Purchasing Managers Index (PMI) periode Oktober tercatat 50,2, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,8. Angka di atas 50 menandakan pelaku usaha masih optimistis, tetapi optimisme itu memudar.

Sepertinya China sudah mulai merasakan dampak signifikan dari perang dagang dengan AS. Maklum, AS adalah pasar ekspor utama China. Tahun lalu, nilai ekspor China ke AS tercatat US$ 431,7 miliar atau 19% dari total ekspor mereka. 

Di Korea Selatan, output industri manufaktur juga turun 2,5% pada September dibandingkan bulan sebelumnya. Jauh memburuk dibandingkan Agustus yang masih tumbuh 1,3%. 

Data ekonomi yang kurang kinclong membuat pelaku pasar mulai berpikir Bank Sentral Korea Selatan (BoK) tidak akan menaikkan suku bunga acuan pada akhir November. Padahal konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan ada kenaikan setidaknya 25 basis poin dari posisi saat ini yaitu 1,5%.

Dibayangi prospek perekonomian yang suram, investor pun kurang tertarik untuk masuk ke pasar keuangan Asia. Hasilnya adalah mata uang Benua Kuning melemah di hadapan dolar AS, tetapi rupiah tidak masuk hitungan.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular