
Direksi Jadi Tersangka, Bagaimana Nasib Saham SMAR?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 October 2018 12:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah kabar mengejutkan datang dari salah satu perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni PT Sinar Mas Agro Resources And Technology Tbk (SMAR).
Kemarin (27/10/2018), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan Edy Sapurta Suradja yang merupakan Wakil Direktur Utama perusahaan sebagai tersangka kasus suap PT Binasawit Abadi Pratama (BAP) terhadap sejumlah anggota DPRD Kalimantan Tengah.
Perlu diketahui, SMAR merupakan induk usaha dari PT BAP dan Edy juga memegang posisi sebagai Direktur di PT BAP. Direktur Utama SMAR Jo Daud Dharsono bahkan diketahui sempat terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) bersama dengan Edy pada hari Jumat (26/10/2018), walaupun tak masuk dalam daftar tersangka yang diumumkan KPK.
SMAR merupakan emiten yang bergerak dalam industri kelapa sawit atau palm oil. Mengutip laporan tahunannya, kegiatan bisnis SMAR dimulai dari penanaman dan pemanenan pohon kelapa sawit, pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan inti sawit (palm kernel), pemrosesan CPO menjadi produk industri dan konsumen seperti minyak goreng, margarin, biodiesel dan oleokimia, serta perdagangan produk berbasis kelapa sawit ke seluruh dunia.
SMAR mengelola kebun kelapa sawit di Indonesia seluas 138.700 hektar, termasuk lahan plasma. Selain itu, SMAR juga memiliki 16 pabrik kelapa sawit yang memproses TBS menjadi CPO dan palm kernel, dengan total kapasitas sebesar 4,2 juta ton per tahun.
Lantas, bagaimana prospek saham SMAR pada minggu depan?
Dampak dari keterlibatan sebuah perusahaan terbuka dalam kasus suap terhadap harga sahamnya bisa kita cermati dari pergerakan harga saham PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) dan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
Pasca-OTT terkait kasus suap perizinan megaproyek Meikarta yang melibatkan sejumlah pejabat pemerintahan Bekasi dilakukan pada 15 Oktober 2018, harga saham LPCK dan LPKR terjun bebas.
Perlu diketahui, Meikarta merupakan proyek andalan dua perusahaan properti milik grup Lippo tersebut. Proyek Meikarta dimiliki oleh PT Mahkota Sentosa Utama yang sepenuhnya merupakan anak usaha dari LPCK. LPKR sendiri menguasai saham LPCK hingga 42,2%, seperti dikutip dari Reuters.
Terhitung sejak 15 Oktober 2018 hingga penutupan perdagangan hari Jumat (26/10/2018), harga saham LPCK telah anjlok 12,9%, dari Rp 1.625/saham menjadi Rp 1.415/saham. Harga saham LPCK bahkan sempat mencapai titik terendahnya di level Rp 1.200/saham pada 16 Oktober 2018.
Sementara itu, harga saham LPKR melemah 2,68%, dari Rp 298/saham menjadi Rp 290/saham. Harga saham LPKR sempat mencapai titik terendahnya di level Rp 274/saham pada 16 dan 18 Oktober 2018.
Pada intinya, kasus suap yang melibatkan proyek dari sebuah perusahaan terbuka akan membuat kelanjutan dari proyek tersebut dipertanyakan, sehingga ada kemungkinan bahwa kinerja keuangan perusahaan akan mengalami tekanan. Pada akhirnya, sahamnya menjadi tak semenarik dulu.
Beralih ke saham SMAR, saham ini termasuk dalam kategori saham yang tidak likuid, atau mungkin lebih tepatnya sangat tidak likuid. Mengutip Yahoo Finance, terakhir kali saham ini ditransaksikan adalah pada 8 Oktober 2018 silam, terlepas dari statusnya yang tak disuspen oleh otoritas.
Masih mengutip Yahoo Finance, rata-rata volume transaksi harian saham SMAR hanyalah sebanyak 1.400 unit saham. Jika dihitung menggunakan harga terakhir yang sebesar Rp 3.800/saham, maka turnover-nya hanya sebesar Rp 5.320.000.
Sangat tidak likuidnya saham SMAR disebabkan oleh kepemilikannya yang terkonsentrasi pada 1 pihak yakni PT Purimas Sasmita yang menguasai 92,4% saham perusahaan. Sementara itu, saham yang dimiliki pihak lain tercatat sangat kecil yakni hanya sebesar 7,6%. Kapitalisasi pasar perusahaan per tanggal 8 Oktober 2018 adalah senilai Rp 10,94 triliun.
Situasi seperti ini membuatnya lebih berbahaya dari saham LPCK. Kepemilikan pihak non-pengendali yang begitu rendah membuat dorongan jual yang kecil bisa membuat harga sahamnya terjun bebas, bahkan bukan tak mungkin menyentuh level auto rejection.
Sebagai informasi, per awal tahun ini BEI resmi memberlakukan aturan baru terkait dengan auto rejection. Untuk rentang harga Rp 200-Rp 5.000 (rentang di mana harga saham SMAR berada), maka sebuah saham bisa naik dan turun maksimal 25% dalam sehari.
Sementara itu, SMAR tercatat memiliki 16 anak usaha namun tak ada satupun yang melantai di bursa saham.
Waspadai Saham Grup Sinar Mas
Walaupun tak memiliki anak usaha yang melantai di bursa saham, bukan berarti hanya pergerakan saham SMAR yang harus dicermati oleh investor. Pasalnya, SMAR merupakan perusahaan milik grup Sinar Mas yang juga memiliki beberapa perusahaan terbuka yang bergerak di berbagai sektor industri.
Kasus suap Meikarta telah menunjukkan bahwa saham-saham milik grup Lippo yang tak terafiliasi dengan pembangunan proyek Meikarta bisa ikut dilepas investor. Contohnya adalah saham PT Matahari Department Store Tbk (LPPF). Harga saham LPPF anjlok 13,8% dalam periode 15 Oktober-26 Oktober 2018.
Beberapa emiten milik grup Sinar Mas adalah: PT Bank Sinarmas Tbk (BSIM), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP), PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM), PT Smartfren Telecom Tbk (FREN), dan PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/prm) Next Article Giliran Bos Perusahaan Milik Sinarmas Diciduk KPK
Kemarin (27/10/2018), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan Edy Sapurta Suradja yang merupakan Wakil Direktur Utama perusahaan sebagai tersangka kasus suap PT Binasawit Abadi Pratama (BAP) terhadap sejumlah anggota DPRD Kalimantan Tengah.
Perlu diketahui, SMAR merupakan induk usaha dari PT BAP dan Edy juga memegang posisi sebagai Direktur di PT BAP. Direktur Utama SMAR Jo Daud Dharsono bahkan diketahui sempat terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) bersama dengan Edy pada hari Jumat (26/10/2018), walaupun tak masuk dalam daftar tersangka yang diumumkan KPK.
SMAR mengelola kebun kelapa sawit di Indonesia seluas 138.700 hektar, termasuk lahan plasma. Selain itu, SMAR juga memiliki 16 pabrik kelapa sawit yang memproses TBS menjadi CPO dan palm kernel, dengan total kapasitas sebesar 4,2 juta ton per tahun.
Lantas, bagaimana prospek saham SMAR pada minggu depan?
Dampak dari keterlibatan sebuah perusahaan terbuka dalam kasus suap terhadap harga sahamnya bisa kita cermati dari pergerakan harga saham PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) dan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
Pasca-OTT terkait kasus suap perizinan megaproyek Meikarta yang melibatkan sejumlah pejabat pemerintahan Bekasi dilakukan pada 15 Oktober 2018, harga saham LPCK dan LPKR terjun bebas.
![]() |
Terhitung sejak 15 Oktober 2018 hingga penutupan perdagangan hari Jumat (26/10/2018), harga saham LPCK telah anjlok 12,9%, dari Rp 1.625/saham menjadi Rp 1.415/saham. Harga saham LPCK bahkan sempat mencapai titik terendahnya di level Rp 1.200/saham pada 16 Oktober 2018.
Sementara itu, harga saham LPKR melemah 2,68%, dari Rp 298/saham menjadi Rp 290/saham. Harga saham LPKR sempat mencapai titik terendahnya di level Rp 274/saham pada 16 dan 18 Oktober 2018.
Pada intinya, kasus suap yang melibatkan proyek dari sebuah perusahaan terbuka akan membuat kelanjutan dari proyek tersebut dipertanyakan, sehingga ada kemungkinan bahwa kinerja keuangan perusahaan akan mengalami tekanan. Pada akhirnya, sahamnya menjadi tak semenarik dulu.
Beralih ke saham SMAR, saham ini termasuk dalam kategori saham yang tidak likuid, atau mungkin lebih tepatnya sangat tidak likuid. Mengutip Yahoo Finance, terakhir kali saham ini ditransaksikan adalah pada 8 Oktober 2018 silam, terlepas dari statusnya yang tak disuspen oleh otoritas.
Masih mengutip Yahoo Finance, rata-rata volume transaksi harian saham SMAR hanyalah sebanyak 1.400 unit saham. Jika dihitung menggunakan harga terakhir yang sebesar Rp 3.800/saham, maka turnover-nya hanya sebesar Rp 5.320.000.
Sangat tidak likuidnya saham SMAR disebabkan oleh kepemilikannya yang terkonsentrasi pada 1 pihak yakni PT Purimas Sasmita yang menguasai 92,4% saham perusahaan. Sementara itu, saham yang dimiliki pihak lain tercatat sangat kecil yakni hanya sebesar 7,6%. Kapitalisasi pasar perusahaan per tanggal 8 Oktober 2018 adalah senilai Rp 10,94 triliun.
Situasi seperti ini membuatnya lebih berbahaya dari saham LPCK. Kepemilikan pihak non-pengendali yang begitu rendah membuat dorongan jual yang kecil bisa membuat harga sahamnya terjun bebas, bahkan bukan tak mungkin menyentuh level auto rejection.
Sebagai informasi, per awal tahun ini BEI resmi memberlakukan aturan baru terkait dengan auto rejection. Untuk rentang harga Rp 200-Rp 5.000 (rentang di mana harga saham SMAR berada), maka sebuah saham bisa naik dan turun maksimal 25% dalam sehari.
Sementara itu, SMAR tercatat memiliki 16 anak usaha namun tak ada satupun yang melantai di bursa saham.
Waspadai Saham Grup Sinar Mas
Walaupun tak memiliki anak usaha yang melantai di bursa saham, bukan berarti hanya pergerakan saham SMAR yang harus dicermati oleh investor. Pasalnya, SMAR merupakan perusahaan milik grup Sinar Mas yang juga memiliki beberapa perusahaan terbuka yang bergerak di berbagai sektor industri.
Kasus suap Meikarta telah menunjukkan bahwa saham-saham milik grup Lippo yang tak terafiliasi dengan pembangunan proyek Meikarta bisa ikut dilepas investor. Contohnya adalah saham PT Matahari Department Store Tbk (LPPF). Harga saham LPPF anjlok 13,8% dalam periode 15 Oktober-26 Oktober 2018.
Beberapa emiten milik grup Sinar Mas adalah: PT Bank Sinarmas Tbk (BSIM), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP), PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM), PT Smartfren Telecom Tbk (FREN), dan PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/prm) Next Article Giliran Bos Perusahaan Milik Sinarmas Diciduk KPK
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular