Sentimen Serba Netral, Harga Batu Bara Stabil di US$109,75/MT

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
26 October 2018 11:59
Harga batu bara Newcastle kontrak acuan flat di level US$ 109,75/Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Kamis (26/10/2018).
Foto: REUTERS/Stringer
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga batu bara Newcastle kontrak acuan flat di level US$ 109,75/Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Kamis (26/10/2018). Dengan pergerakan itu, harga si batu hitam masih tertahan, belum mampu menembus level psikologis US$ 110/ton.

Sentimen yang ada cenderung masih bersifat netral. Angin segar bagi harga batu bara datang dari inspeksi lingkungan di sejumlah tambang batu bara di China.

Akan tetapi, ekspektasi tingkat konsumsi batu bara yang lebih rendah di musim dingin, sekaligus selesainya proses perawatan jalur rel Daqin di China, justru menjadi pemberat harga pada perdagangan kemarin.



Menteri Ekologi dan Lingkungan China menyatakan telah menyelesaikan pengecekan lingkungan pada sejumlah tambang di 10 provinsi. Upaya perlindungan lingkungan perlu dilakukan sebelum datangnya musim dingin mendatang.

Akibat inspeksi lingkungan tersebut, operasi tambang di Negeri Panda pun terhambat. Ujung-ujungnya pasokan batu bara domestik di China pun jadi seret. Sentimen ini lantas mengindikasikan permintaan impor batu bara Beijing akan meningkat.

China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 metrik ton pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global, sehingga apa yang terjadi di China akan sangat mempengaruhi harga. Sentimen menguatnya permintaan dari China tentunya mampu mengerek naik harga batu bara.

BACA: Tambang China Kena Inspeksi, Harga Batu Bara Rebound

Meski demikian, harga si batu hitam juga tertekan oleh dua sentimen negatif. Pertama, ada persepsi bahwa konsumsi batu bara di musim dingin diekspektasikan tidak akan sekuat sebelumnya.

China's National Climate Center memroyeksikan bahwa musim dingin yang akan datang akan lebih hangat dari biasanya. Ramalan otoritas iklim dan cuaca di Negeri Tirai Bambu tersebut bertolak belakang dari estimasi yang muncul sebelumnya bahwa akan ada cuaca dingin ekstrim. Alasannya, ada potensi datangnya El Nino di musim dingin mendatang.

Sebelumnya, musim dingin yang lebih "menggigit" dari biasanya diperkirakan akan menyebabkan peningkatan konsumsi batu bara oleh sejumlah pembangkit listrik Negeri Tirai Bambu. Namun, saat sekarang cuaca justru diperkirakan lebih hangat, persepsi itu menjadi tidak berlaku. Akibatnya, hal ini memberikan tekanan pada harga.

Kedua, selesainya perawatan jalur rel Daqin mengindikasikan peningkatan stok batu bara di pelabihan China bagian utara. Jalur rel Daqin menghubungkan wilayah produsen batu bara di Shanxi dengan pelabuhan utama Qinhuangdao.

Membaiknya pasokan batu bara bara domestik di China akan memberikan sentimen bahwa impor Negeri Panda bisa menipis. Hal ini memberi beban tambahan bagi harga batu bara.

(TIM RISET CNBC INDONESIA) 

(RHG/gus) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular