Special Deposit Account BI, Ampuhkah Memulangkan Devisa?

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
18 October 2018 21:05
Special Deposit Account BI, Ampuhkah Memulangkan Devisa?
Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi
Jakarta, CNBC Indonesia- Bank Indonesia (BI) dikabarkan akan mengeluarkan produk baru bernama Special Deposit Account (SDA), untuk menarik Dana Hasil Ekspor (DHE) pulang. Kebijakan ini ditempuh agar pasokan dolar Amerika Serikat (AS) kembali membajiri pasar dan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. 

Pada penutupan pasar hari ini, Kamis (18/10/2018), US$ 1 dibanderol pada level Rp 15.192 di pasar spot. Rupiah melemah 0,28% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin. Sejak awal tahun, rupiah telah terdepresiasi hampir 12%.



Pelemahan saat ini juga berdampak kepada posisi rupiah sebagai salah satu mata uang dengan pelemahan terdalam di kawasan ASEAN. Depresiasi rupiah hanya lebih baik dibandingkan Kyat Myanmar. Sementara dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, pelemahan masih lebih besar lagi.  



Kondisi ini lantas mendorong pemerintah dan BI mengeluarkan amunisi lain untuk mencegah pelemahan semakin dalam, salah satunya SDA. Dengan instrumen ini, pemerintah berupaya menarik Dana Hasil Ekspor (DHE) agar kembali ke Indonesia dan memperkuat nilai tukar rupiah.  Data Bank Indonesia per triwulan II-2018, DHE yang masuk ke perbankan Indonesia mencapai US$ 24,5 miliar. Angka ini naik sekitar US$ 1,9 miliar dibandingkan kuartal I-2018.

Padahal, potensi DHE yang bisa ditarik di luar negeri mencapai US$ 500 juta/bulan.
 Untuk itu kehadiran SDA akan menarik minat eksportir agar mau memindahkan dananya. Namun masalahmya, penerbitan instrumen ini dapat membebani keuangan BI utamanya terkait imbal hasil.

NEXT

 
Sebenarnya BI telah melakukan terobosan berupa relaksasi premi instrumen swap hedging. Tujuannya agar para eksportir tertarik menukarkan valas yang dimilikinya ke dalam rupiah.
 
Dari hasil lelang terakhir pada Rabu (17/10/2018), BI berhasil mengumpulkan senilai US$ 75 juta. Sementara sejak awal bulan, total valas yang masuk mencapai US$ 1,74 miliar’
 
 
Meskipun jumlah valas yang masuk cukup tinggi, nyatanya ada beberapa periode tidak ada penawaran yang dimenangkan. Apa kira-kira yang menjadi faktor masih rendahnya minat pasar dalam melakukan swap hedging?
 
faktor besaran premi diperkirakan jadi penyebabnya. Mari kita lihat negara tetangga Singapura. Negara yang terkenal sebagai financial hub di kawasan ASEAN, menawarkan premi yang jauh lebih rendah.
 
 
Data yang bersumber dari asosiasi perbankan Singapura per tanggal 11 Oktober 2018 memperlihatkan spread antara Singapore Interbank Offered Rate (SIBOR) dan premi swap cukup kecil. Semakin tipis spread yang ada mencerminkan pasar keuangan di negara tersebut lebih efisien.
 
 
Sementara dibandingkan dengan Indonesia, spread yang terlihat antara Jakarta Interbank Offered Rate (Jibor) dan premi swap cukup tinggi. Ini yang menjadikan pasar keuangan di Indonesia kurang efisien.
 
Kondisi ini bisa jadi penyebab aliran valas yang masuk ke instrumen keuangan di Indonesia menjadi terbatas. Akibatnya rupiah pun tertekan di hadapan dolar AS.


NEXT



Tentu terlalu dini jika kita menilai SDA bisa berhasil atau tidak kedepannya. Akan tetapi, kita patut menghargai terobosan yang dilakukan BI untuk menarik valas kembali ke dalam negeri.
 
Menurut kepala riset CORE Indonesia Pieter Abdullah, kehadiran SDA bisa menjadi solusi asalkan para eksportir mau mengkonversi valas yang disimpan menjadi rupiah.
 
Di sisi lain, BI perlu mempertimbangkan besaran imbal hasil yang akan ditetapkan. Terlebih BI saat ini cukup aktif melakukan jual Sertifikat Bank Indonesia (SBI) maupun Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
 
 
 
Sejak awal tahun BI telah menerbitkan SBIS hingga Rp 9,5 Triliun dan SBI sebesar Rp 28,09 triliun. Untuk itu, BI harus cermat menentukan suku bunga yang ingin digunakan. Jangan sampai BI menetapkan suku bunga yang tinggi, namun membahayakan neraca keuangan kedepannya.


TIM RISET CNBC INDONESIA


 
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular