
Dikepung Sentimen Negatif, Pasar Obligasi Masih Menguat
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
18 October 2018 11:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi dibuka menguat signifikan pada awal perdagangan hari ini, melanjutkan penguatan yang terjadi kemarin.
Penguatan sejak kemarin terjadi setelah sebelumnya terkoreksi cukup dalam selama lebih dari sepekan, sehingga mencerminkan adanya technical rebound di pasar obligasi rupiah pemerintah.
Data Reuters menunjukkan, menguatnya harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah 10 tahun, dengan penurunan yield 17 basis poin (bps) menjadi 8,55%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri acuan lain yaitu seri 5 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun juga menguat, dengan penurunan yield 5 bps, 9 bps, dan 12 bps menjadi 8,43%, 8,78%, dan 8,95%.
Sumber: Reuters
Penguatan masih terjadi di pasar SBN hari ini meskipun saat ini pasar investasi keuangan domestik sedang dikepung sentimen negatif.
Sentimen negatif yang pertama adalah dari dalam negeri, di mana pemerintah akan menggelar pembelian kembali SBN melalui proses penukaran (debt switch) dengan penukarnya seri FR0077 (tenor 6 tahun) dan FR0078 (11 tahun).
Keduanya juga akan menjadi seri acuan 5 tahun dan 10 tahun di pasar sekunder tahun depan. Umumnya, lelang umum akan membuat pelaku pasar membentuk kenaikan yield di pasar dan membuat daya tawar pemerintah semakin kecil sehingga mendapatkan harga yang lebih rendah pada saat lelang.
Kedua, data kepemilikan China terhadap obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) yang turun ke level terendah sejak tahun lalu sehingga menimbulkan kecemasan terhadap aksi balas-membalas kedua negara terkait seputar perang dagang.
Faktor ketiga dan paling berat sentimennya adalah risalah rapat FOMC yang menunjukkan nada agresif (hawkish) terhadap potensi penaikan suku bunga acuan Negara Paman Trump.
Kenaikan harga hari ini sudah diprediksi sejak pagi oleh pelaku pasar. Maximilianus Nico Demus, Associate Director PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, dalam risetnya memprediksi penguatan hari ini akan lebih disebabkan technical rebound karena koreksi yang sudah cukup dalam beberapa hari terakhir.
"Kami merekomendasikan beli hari ini," ujarnya.
Dhian Karyantono, Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, memprediksi harga masih akan turun hari ini dengan katalis utama risalah FOMC, yang mendorong kenaikan yield obligasi pemerintah AS dan Dollar Index semalam.
Selain itu, dia menilai lelang debt switch hari ini berbeda mekanismenya dengan lelang rutin sehingga tidak berpengaruh signifikan terhadap pergerakan di pasar sekunder.
"Seri yang bisa ditukarkan oleh investor cenderung seri-seri yang tidak terlalu likuid sehingga pengaruhnya ke pasar sekunder cenderung terbatas."
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih(spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa menyempit hingga 533 bps.
Kenaikan yield US Treasury 10 tahun menjadi 3,2% tampaknya dapat tertutupi oleh penguatan di pasar domestik sehingga spread-nya menyempit dari posisi kemarin 557 bps.
Padahal, yield US Treasury tersebut sudah menjadi rekor tertinggi sejak Mei 2011.
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,61% menjadi 5.833 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah -0,26% menjadi Rp 15.190 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang naik 0,09% menjadi 95,663.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/wed) Next Article Pemerintah Akan Atur Lagi Pajak Bunga Obligasi
Penguatan sejak kemarin terjadi setelah sebelumnya terkoreksi cukup dalam selama lebih dari sepekan, sehingga mencerminkan adanya technical rebound di pasar obligasi rupiah pemerintah.
Data Reuters menunjukkan, menguatnya harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah 10 tahun, dengan penurunan yield 17 basis poin (bps) menjadi 8,55%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri acuan lain yaitu seri 5 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun juga menguat, dengan penurunan yield 5 bps, 9 bps, dan 12 bps menjadi 8,43%, 8,78%, dan 8,95%.
Yield Obligasi Negara Acuan 18 Oct 2018 | ||||
Seri | Benchmark | Yield 17 Okt 2018 (%) | Yield 18 Oct 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 8.489 | 8.434 | -5.50 |
FR0064 | 10 tahun | 8.723 | 8.551 | -17.20 |
FR0065 | 15 tahun | 8.886 | 8.787 | -9.90 |
FR0075 | 20 tahun | 9.081 | 8.955 | -12.60 |
Avg movement | -11.30 |
Penguatan masih terjadi di pasar SBN hari ini meskipun saat ini pasar investasi keuangan domestik sedang dikepung sentimen negatif.
Sentimen negatif yang pertama adalah dari dalam negeri, di mana pemerintah akan menggelar pembelian kembali SBN melalui proses penukaran (debt switch) dengan penukarnya seri FR0077 (tenor 6 tahun) dan FR0078 (11 tahun).
Keduanya juga akan menjadi seri acuan 5 tahun dan 10 tahun di pasar sekunder tahun depan. Umumnya, lelang umum akan membuat pelaku pasar membentuk kenaikan yield di pasar dan membuat daya tawar pemerintah semakin kecil sehingga mendapatkan harga yang lebih rendah pada saat lelang.
Kedua, data kepemilikan China terhadap obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) yang turun ke level terendah sejak tahun lalu sehingga menimbulkan kecemasan terhadap aksi balas-membalas kedua negara terkait seputar perang dagang.
Faktor ketiga dan paling berat sentimennya adalah risalah rapat FOMC yang menunjukkan nada agresif (hawkish) terhadap potensi penaikan suku bunga acuan Negara Paman Trump.
Kenaikan harga hari ini sudah diprediksi sejak pagi oleh pelaku pasar. Maximilianus Nico Demus, Associate Director PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, dalam risetnya memprediksi penguatan hari ini akan lebih disebabkan technical rebound karena koreksi yang sudah cukup dalam beberapa hari terakhir.
"Kami merekomendasikan beli hari ini," ujarnya.
Dhian Karyantono, Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, memprediksi harga masih akan turun hari ini dengan katalis utama risalah FOMC, yang mendorong kenaikan yield obligasi pemerintah AS dan Dollar Index semalam.
Selain itu, dia menilai lelang debt switch hari ini berbeda mekanismenya dengan lelang rutin sehingga tidak berpengaruh signifikan terhadap pergerakan di pasar sekunder.
"Seri yang bisa ditukarkan oleh investor cenderung seri-seri yang tidak terlalu likuid sehingga pengaruhnya ke pasar sekunder cenderung terbatas."
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih(spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa menyempit hingga 533 bps.
Kenaikan yield US Treasury 10 tahun menjadi 3,2% tampaknya dapat tertutupi oleh penguatan di pasar domestik sehingga spread-nya menyempit dari posisi kemarin 557 bps.
Padahal, yield US Treasury tersebut sudah menjadi rekor tertinggi sejak Mei 2011.
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,61% menjadi 5.833 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah -0,26% menjadi Rp 15.190 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang naik 0,09% menjadi 95,663.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/wed) Next Article Pemerintah Akan Atur Lagi Pajak Bunga Obligasi
Most Popular