
Amankah Utang Pemerintah Saat Ini?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
18 October 2018 08:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Jumlah utang di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo terus bertambah. Tingginya posisi utang - terutama dari porsi kepemilikan asing - memiliki risiko tersendiri.
Dalam satu tahun, utang pemerintah mencapai Rp 549,9 triliun. Dalam dokumen APBN KiTA yang dipublikasikan Kementerian Keuangan, outstanding utang per September 2018 mencapai Rp 4.416,3 triliun.
Padahal pada periode sama tahun lalu, nilai utang pemerintah hanya Rp 3.866,4 triliun. Artinya, dalam satu tahun total utang pemerintah bertambah hingga Rp 549,9 triliun.
Adapun oustanding utang pada September 2018 terdiri dari pinjaman Rp 823,11 triliun dan surat berharga negara (SBN) Rp 3.593,26 triliun
Merinci lebih jauh, pinjaman tersebut terdiri dari pinjaman luar negeri senilai Rp 816,73 triliun dan pinjaman dalam negeri yang mencapai Rp 6,38 triliun.
Sementara itu, penerbitan SBN mencapai Rp 3.593,26 triliun yang terdiri dari denominasi rupiah Rp 2.537,16 triliun, dan denominasi valas Rp 1.056,10 triliun.
Utang yang terus bertambah pun mengerek rasio utang pemerintah. Pinjaman pemerintah per September 2018 mencapai 30,47% terhadap produk domestik bruto (PDB), atau tertinggi sejak 2016.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa rasio utang masih dalam kategori aman, mengacu kepada Undang-Undang (UU) Keuangan Negara 17/2003, di mana rasio utang maksimum yang diperbolehkan hingga 60%.
Utang Menumpuk, Risiko Bagi Rupiah
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde menyebut naiknya kerentanan utang global menjadi salah satu risiko besar bagi perekonomian dunia saat ini.
"Kami mencatat bahwa utang publik dan swasta telah menyentuh rekor US$182 triliun - 224% dari PDB [produk domestik bruto] global, sekitar 60% lebih tinggi dibandingkan posisi di 2007," ujarnya.
Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki pos utang luar negeri cukup tinggi, utamanya yang berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Data pemerintah per September 2018, jumlah outstanding SBN mencapai Rp 3.593,26 triliun. Sementara dari sisi porsi kepemilikan, asing masih mendominasi.
Tingginya porsi asing dibandingkan investor domestik yang menjadikan utang pemerintah berisiko. Sebab, aliran modal asing begitu rentan sehingga mengancam stabilitas nilai tukar di dalam negeri.
Sejak awal tahun, kurs rupiah telah melemah di hadapan dolar AS hingga 11,68%. Bahkan di Oktober ini, kurs rupiah telah menembus level Rp 15.200/US$.
Tim Riset CNBC Indonesia menulis, dengan merujuk kepada kondisi di atas, pemerintah harus lebih hati-hati. Jika suatu waktu banyak investor asing melepas kepemilikannya di SBN, tentu pelemahan rupiah bisa lebih dalam.
Apalagi, kondisi ketidakpastian ekonomi global tak bisa diprediksi. Utang yang terus menumpuk - terutama dari dominasi asing - bisa saja menjadi beban bagi rupiah.
(prm) Next Article Sri Mulyani Sudah Tarik Utang Baru Rp 179,2 T Sampai Mei
Dalam satu tahun, utang pemerintah mencapai Rp 549,9 triliun. Dalam dokumen APBN KiTA yang dipublikasikan Kementerian Keuangan, outstanding utang per September 2018 mencapai Rp 4.416,3 triliun.
Padahal pada periode sama tahun lalu, nilai utang pemerintah hanya Rp 3.866,4 triliun. Artinya, dalam satu tahun total utang pemerintah bertambah hingga Rp 549,9 triliun.
Merinci lebih jauh, pinjaman tersebut terdiri dari pinjaman luar negeri senilai Rp 816,73 triliun dan pinjaman dalam negeri yang mencapai Rp 6,38 triliun.
Sementara itu, penerbitan SBN mencapai Rp 3.593,26 triliun yang terdiri dari denominasi rupiah Rp 2.537,16 triliun, dan denominasi valas Rp 1.056,10 triliun.
Utang yang terus bertambah pun mengerek rasio utang pemerintah. Pinjaman pemerintah per September 2018 mencapai 30,47% terhadap produk domestik bruto (PDB), atau tertinggi sejak 2016.
![]() |
Utang Menumpuk, Risiko Bagi Rupiah
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde menyebut naiknya kerentanan utang global menjadi salah satu risiko besar bagi perekonomian dunia saat ini.
"Kami mencatat bahwa utang publik dan swasta telah menyentuh rekor US$182 triliun - 224% dari PDB [produk domestik bruto] global, sekitar 60% lebih tinggi dibandingkan posisi di 2007," ujarnya.
![]() |
Data pemerintah per September 2018, jumlah outstanding SBN mencapai Rp 3.593,26 triliun. Sementara dari sisi porsi kepemilikan, asing masih mendominasi.
Tingginya porsi asing dibandingkan investor domestik yang menjadikan utang pemerintah berisiko. Sebab, aliran modal asing begitu rentan sehingga mengancam stabilitas nilai tukar di dalam negeri.
Sejak awal tahun, kurs rupiah telah melemah di hadapan dolar AS hingga 11,68%. Bahkan di Oktober ini, kurs rupiah telah menembus level Rp 15.200/US$.
Tim Riset CNBC Indonesia menulis, dengan merujuk kepada kondisi di atas, pemerintah harus lebih hati-hati. Jika suatu waktu banyak investor asing melepas kepemilikannya di SBN, tentu pelemahan rupiah bisa lebih dalam.
Apalagi, kondisi ketidakpastian ekonomi global tak bisa diprediksi. Utang yang terus menumpuk - terutama dari dominasi asing - bisa saja menjadi beban bagi rupiah.
(prm) Next Article Sri Mulyani Sudah Tarik Utang Baru Rp 179,2 T Sampai Mei
Most Popular