
Impor China Melambung, Harga Minyak Bangkit Dari Kubur
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
12 October 2018 11:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Desember 2018 naik 0,60% ke level US$80,74/barel hingga pukul 10.54 WIB, pada perdagangan hari Jumat (12/10/2018). Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak November 2018 menguat 0,55% ke level US$71,36/barel.
Dengan pergerakan tersebut, harga minyak mampu rebound pasca 2 hari sebelumnya melemah amat signifikan. Pada penutupan perdagangan hari Kamis (11/10/2018), harga brent yang menjadi acuan di Eropa terkoreksi 3% lebih, setelah sehari sebelumnya anjlok 2% lebih.
Harga brent bahkan sudah jauh meninggalkan level psikologis US$85/barel pada perdagangan kemarin, dan menyentuh level terendahnya nyaris dalam 3 pekan, atau sejak 21 September 2018.
BACA: Banjir Sentimen Negatif, Harga Minyak Terendah Dalam 2 Pekan
Penyebab amblasnya harga sang emas hitam kemarin adalah lonjakan cadangan minyak Amerika Serikat (AS). US Energy Information Administration (EIA) mencatat cadangan minyak AS periode pekan lalu naik 6 juta barel, jauh melebihi ekspektasi pasar yaitu 'hanya' 2,6 juta barel.
Selain itu, penyebab penurunan harga adalah proyeksi Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC). Untuk 2019, OPEC memperkirakan permintaan minyak dunia akan naik 1,36 juta barel/hari. Turun 500.000 barel/hari dari proyeksi sebelumnya.
Terlebih, muncul proyeksi perlambatan ekonomi dunia. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2018 dan 2019 sebesar 3,7%. Melambat dari proyeksi sebelumnya yaitu 3,9%.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat tentu saja akan diiringi oleh penurunan permintaan energi dunia (termasuk minyak bumi). Hal ini lantas mampu menyeret harga minyak lebih dalam ke jurang koreksi.
Meski demikian, akibat harga minyak sudah melemah cukup dalam, pelaku pasar nampaknya mulai melakukan aksi beli pada hari ini. Harga brent saja sudah nyaris melemah sebesar 5% di sepanjang pekan ini. Akibatnya, faktor technical rebound mendukung penguatan harga.
Selain itu, faktor lainnya yang menyokong harga minyak adalah produsen minyak di Teluk Meksiko yang dilaporkan memangkas produksi sebesar 40% menyusul datangnya Badai Michael, mengutip keterangan dari Biro Keamanan dan Ketertiban Lingkungan AS, seperti dilansir dari Reuters.
Pemangkasan itu setara dengan hilangnya produksi minyak mentah AS sebanyak 680.107 barel/hari, mengutip laporan dari 30 perusahaan yang berada di Teluk Meksiko.
Teranyar, harga minyak juga mendapatkan energi dari impor minyak mentah China yang menyentuh angka 37,12 juta ton pada bulan September. Jumlah itu setara dengan 9,05 juta barel/hari, naik dari capaian Agustus sebesar 9,04 juta barel/hari. Apabila ditelusuri secara historis, volume impor minyak mentah Negeri Panda di bulan lalu merupakan yang tertinggi sejak Mei 2018.
Secara kumulatif, dalam periode Januari-September 2018, volume impornya tercatat sebesar 336 juta ton atau 8,98 juta barel/hari. Jumlah itu meningkat 6% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2017.
Sehatnya permintaan dari Beijing lantas mengindikasikan permintaan minyak dunia yang masih cukup sehat, di tengah harga minyak yang tinggi sekaligus risiko perang dagang yang menghantui. Hal ini lantas memberikan dukungan tambahan bagi pergerakan harga minyak hari ini.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Dengan pergerakan tersebut, harga minyak mampu rebound pasca 2 hari sebelumnya melemah amat signifikan. Pada penutupan perdagangan hari Kamis (11/10/2018), harga brent yang menjadi acuan di Eropa terkoreksi 3% lebih, setelah sehari sebelumnya anjlok 2% lebih.
Harga brent bahkan sudah jauh meninggalkan level psikologis US$85/barel pada perdagangan kemarin, dan menyentuh level terendahnya nyaris dalam 3 pekan, atau sejak 21 September 2018.
Penyebab amblasnya harga sang emas hitam kemarin adalah lonjakan cadangan minyak Amerika Serikat (AS). US Energy Information Administration (EIA) mencatat cadangan minyak AS periode pekan lalu naik 6 juta barel, jauh melebihi ekspektasi pasar yaitu 'hanya' 2,6 juta barel.
Selain itu, penyebab penurunan harga adalah proyeksi Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC). Untuk 2019, OPEC memperkirakan permintaan minyak dunia akan naik 1,36 juta barel/hari. Turun 500.000 barel/hari dari proyeksi sebelumnya.
Terlebih, muncul proyeksi perlambatan ekonomi dunia. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2018 dan 2019 sebesar 3,7%. Melambat dari proyeksi sebelumnya yaitu 3,9%.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat tentu saja akan diiringi oleh penurunan permintaan energi dunia (termasuk minyak bumi). Hal ini lantas mampu menyeret harga minyak lebih dalam ke jurang koreksi.
Meski demikian, akibat harga minyak sudah melemah cukup dalam, pelaku pasar nampaknya mulai melakukan aksi beli pada hari ini. Harga brent saja sudah nyaris melemah sebesar 5% di sepanjang pekan ini. Akibatnya, faktor technical rebound mendukung penguatan harga.
Selain itu, faktor lainnya yang menyokong harga minyak adalah produsen minyak di Teluk Meksiko yang dilaporkan memangkas produksi sebesar 40% menyusul datangnya Badai Michael, mengutip keterangan dari Biro Keamanan dan Ketertiban Lingkungan AS, seperti dilansir dari Reuters.
Pemangkasan itu setara dengan hilangnya produksi minyak mentah AS sebanyak 680.107 barel/hari, mengutip laporan dari 30 perusahaan yang berada di Teluk Meksiko.
Teranyar, harga minyak juga mendapatkan energi dari impor minyak mentah China yang menyentuh angka 37,12 juta ton pada bulan September. Jumlah itu setara dengan 9,05 juta barel/hari, naik dari capaian Agustus sebesar 9,04 juta barel/hari. Apabila ditelusuri secara historis, volume impor minyak mentah Negeri Panda di bulan lalu merupakan yang tertinggi sejak Mei 2018.
Secara kumulatif, dalam periode Januari-September 2018, volume impornya tercatat sebesar 336 juta ton atau 8,98 juta barel/hari. Jumlah itu meningkat 6% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2017.
Sehatnya permintaan dari Beijing lantas mengindikasikan permintaan minyak dunia yang masih cukup sehat, di tengah harga minyak yang tinggi sekaligus risiko perang dagang yang menghantui. Hal ini lantas memberikan dukungan tambahan bagi pergerakan harga minyak hari ini.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular