Internasional

Jika Perang Dagang Memanas, Yuan Bisa Anjlok 10% Lagi

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
28 September 2018 20:25
China menyebut tarif impor sebagai
Foto: Mata Uang Yuan (REUTERS/Kim Kyung-Hoon/Files)
Jakarta, CNBC Indonesia - Yuan, mata uang China, kemungkinan bisa terdepresiasi 10% lagi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) jika Negeri Paman Sam terus menaikkan bea masuk ke produk-produk impor China, kata ekonom independen Andy Xie kepada CNBC International hari Jumat (28/9/2018).

"Depresiasi signifikan" sebesar 10% adalah hal yang mungkin jika AS merealisasikan ancamannya untuk menaikkan bea masuk terhadap produk impor China menjadi 25% di akhir tahun ini, kata Xie yang sebelumnya bekerja untuk Morgan Stanley.

"Fluktuasi nilai tukar mencerminkan tantangan-tantangan ekonomi, jadi ketika tarif impor dinaikkan, penyesuaian nilai tukar tidak bisa dihindari," kata Xie.

Konflik dagang antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia semakin memanas pekan ini ketika AS menerapkan bea masuk 10% terhadap produk impor China senilai US$200 miliar (Rp 2.979 triliun) tertanggal 24 September. Bea masuk itu akan dinaikkan menjadi 25% per tanggal 1 Januari 2019.

[Gambas:Video CNBC]
Presiden AS Donald Trump seringkali mengutip surplus perdagangan China dengan AS sebesar $375 miliar sebagai bukti praktik perdagangan tidak adil, dan dia mencoba menggunakan tarif impor untuk mempersempit celah dagang.

China menyebut tarif impor sebagai "pistol" yang ditodongkan ke kepalanya dan bersumpah untuk tetap berpendirian teguh sementara mengindikasikan keinginan bernegosiasi.

'Menciptakan uang'

Depresiasi 10% pada yuan akan memberi tantangan terhadap upaya China untuk menstabilkan nilai tukarnya. Di akhir Agustus, bank sentral China mensinyalkan bahwa otoritas tidak berniat menggunakan yuan sebagai senjata dalam perang dagang.

Perdana Menteri China Li Keqiang di awal bulan ini mengatakan "tidak benar" penurunan yuan terhadap dolar AS belakangan ini adalah keputusan kebijakan yang disengaja oleh Beijing. Dia berkata pelemahan yuan yang terus belanjut akan menyebabkan lebih banyak kerugian ketimbang keuntungan untuk negaranya.

"China tidak akan menggunakan jalan menstimulasi ekspor dengan melemahkan mata uangnya, karena itu tidak akan mendatangkan banyak keuntungan untuk China," katanya dalam pertemuan World Economic Forum di Tianjin.

"Tekanan devaluasi" pada yuan itu ada, kata Michael Taylor selaku Direktur Pelaksana dan Direktur Kredit untuk Asia Pasifik di Moody's Investor Service. Meskipun begitu, dia menekankan bahwa otoritas China bisa menanganinya.

"Kami tidak terlalu memprediksi melihat depresiasi nilai tukar yang signifikan," katanya kepada CNBC International hair Jumat.

"Pandangan kami adalah terdapat komitmen yang cukup kuat untuk mempertahankan renminbi yang stabil," tambah Taylor. Renminbi adalah nama lain untuk yuan.

Dia menyebut pengendalian modal dan alat kebijakan lainnya yang bisa digunakan China untuk menahan pelemahan yuan. Meskipun begitu, Xie berkata China perlu mencegah para pengekspor keluar dari negaranya untuk menghindari tarif impor.

"Anda harus membiarkan pengekspor menghasilkan uang," tambahnya. "Jika mereka kehilangan uanbg, mereka berhenti. Jadi nilai tukar harus mencerminkan realita baru."

Xie menambahkan bahwa China juga harus mengambil langkah-langkah lain untuk mendorong pengekspor tetap bertahan di negaranya, misalnya dengan memotong pajak.

Jika Perang Dagang Memanas, Yuan Bisa Anjlok 10% LagiFoto: infografis/Musuh-musuh Perang Dagang Trump/Aristya Rahadian Krisabella



(roy) Next Article China Takkan Gunakan Pelemahan Yuan Sebagai Senjata Lawan AS

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular