Proyeksi BI: Dolar AS Tahun Depan Tak Lagi Beringas!
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
27 September 2018 17:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memperkirakan tekanan terhadap nilai tukar rupiah tahun depan akan lebih rendah dibandingkan apa yang dialami mata uang Garuda tahun ini.
Seperti diketahui, depresiasi nilai tukar rupiah sejak awal tahun hingga 26 September 2018 tercatat sebesar 8,7%. Namun di tahun depan, ada beberapa faktor yang kemungkinan menahan keperkasaan dolar AS.
"2019, kami melihat tekanan terhadap nilai tukar itu akan lebih rendah," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo di sela-sela konferensi pers, Kamis (27/9/2018).
Pertama, pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan oleh sejumlah negara. Meskipun normalisasi kebijakan bank sentral AS masih berlanjut, namun dolar AS tak akan menjadi mata uang tunggal yang perkasa.
"Mulai tahun depan, bank sentral lain juga mengimplementasikan kebijakan moneternya. Oleh karena itu, normalisasi kebijakan moneter bukan hanya AS saja," katanya.
"Sehingga ini akan mengurangi kekuatan dolar. Sekarang kan strong, tahun depan ada saingan dari mata uang negara lain," jelasnya.
Kedua, adalah persepsi para investor global. Meskipun saat ini aliran dana investor berlarian ke AS, namun fenomena tersebut tidak akan berlangsung berkepanjangan.
"Mereka itu keluar dulu dari emerging market, ditaruh di AS. Tapi tidak bisa terus-terusan. Mulai sedikit-sedikit mereka taruh di emerging market. Tahun depan perilaku ini akan semakin kuat dan memberikan faktor positif," katanya.
Adapun yang ketiga, tekanan defisit transaksi berjalan yang jauh lebih terkendali sejalan dengan proyeksi kebutuhan valuta asing yang juga relatif makin rendah dari tahun ini.
Pada tahun ini, bank sentral memproyeksikan defisit transaksi berjalan tak akan sampai 3% dari produk domestik bruto (PDB). Sementara tahun depan, defisit transaksi berjalan diperkirakan 2,5% dari PDD.
"Maka 2019 diperkirakan tekanan terhadap rupiah juga lebih rendah. Apalagi sekarang kita mempercepat pasar valas tadi," ungkapnya.
(prm) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Seperti diketahui, depresiasi nilai tukar rupiah sejak awal tahun hingga 26 September 2018 tercatat sebesar 8,7%. Namun di tahun depan, ada beberapa faktor yang kemungkinan menahan keperkasaan dolar AS.
"2019, kami melihat tekanan terhadap nilai tukar itu akan lebih rendah," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo di sela-sela konferensi pers, Kamis (27/9/2018).
"Mulai tahun depan, bank sentral lain juga mengimplementasikan kebijakan moneternya. Oleh karena itu, normalisasi kebijakan moneter bukan hanya AS saja," katanya.
"Sehingga ini akan mengurangi kekuatan dolar. Sekarang kan strong, tahun depan ada saingan dari mata uang negara lain," jelasnya.
![]() |
"Mereka itu keluar dulu dari emerging market, ditaruh di AS. Tapi tidak bisa terus-terusan. Mulai sedikit-sedikit mereka taruh di emerging market. Tahun depan perilaku ini akan semakin kuat dan memberikan faktor positif," katanya.
Adapun yang ketiga, tekanan defisit transaksi berjalan yang jauh lebih terkendali sejalan dengan proyeksi kebutuhan valuta asing yang juga relatif makin rendah dari tahun ini.
Pada tahun ini, bank sentral memproyeksikan defisit transaksi berjalan tak akan sampai 3% dari produk domestik bruto (PDB). Sementara tahun depan, defisit transaksi berjalan diperkirakan 2,5% dari PDD.
"Maka 2019 diperkirakan tekanan terhadap rupiah juga lebih rendah. Apalagi sekarang kita mempercepat pasar valas tadi," ungkapnya.
(prm) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular