Alasan Lengkap BI Kenapa Bunga Acuan Harus Naik 25 Bps
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
27 September 2018 15:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day RR sebesar 25 bps menjadi 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 26-27 September 2018. BI mempertimbangkan beberapa alasan kenapa bunga acuan harus naik.
Pada intinya, kenaikan bunga ini demi daya tarik pasar keuangan domestik agar aliran modal tetap masuk ke dalam negeri.
"Pertumbuhan ekonomi global semakin tidak merata dan disertai ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi. Ekonomi AS diperkirakan tetap kuat didukung akselerasi konsumsi dan investasi, dan dibarengi tekanan inflasi yang tetap tinggi," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Persnya di Gedung BI, Kamis (27/9/2018).
Bank sentral memandang sesuai dengan perkiraan, The Fed telah menaikkan suku bunga kebijakan Fed Fund Rate (FFR) sebesar 25 bps sebagai bagian dari proses normalisasi kebijakan moneternya. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging market dan Eropa diperkirakan lebih rendah dari prakiraan.
"Ekonomi Jepang dan Tiongkok bahkan cenderung menurun. Ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi global tersebut tidak terlepas dari ketegangan perdagangan antara AS dengan sejumlah negara lain," papar Perry.
Tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global juga mendorong para investor menempatkan dananya di aset-aset yang dianggap aman, khususnya di AS. Berbagai perkembangan tersebut pada gilirannya mengakibatkan dolar AS terus menguat yang kemudian mendorong aliran modal keluar dari negara-negara emerging market dan akhirnya menekan banyak mata uang negara berkembang.
Pertimbangan global tersebut mendorong aliran dana keluar atau outflow. Hal ini memicu pelebaran dari sisi Current Accout Deficit (CAD/Defisit Transaksi Berjalan). Sehingga dengan menaikkan bunga acuan, maka BI bisa mengontrol tekanan terhadap CAD karena daya tarik atau acuan Indonesia masih cukup layak.
"Keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik sehingga dapat semakin memperkuat ketahanan eksternal Indonesia di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi," kata
"Keseriusan dan langkah-langkah konkret Pemerintah bersama Bank Indonesia untuk mendorong ekspor dan menurunkan impor diyakini akan berdampak positif dalam menurunkan defisit transaksi berjalan khususnya pada 2019 sehingga diprakirakan akan menjadi sekitar 2,5% PDB," tambah Perry.
(dru) Next Article Kali Ketiga, BI Turunkan Bunga Acuan
Pada intinya, kenaikan bunga ini demi daya tarik pasar keuangan domestik agar aliran modal tetap masuk ke dalam negeri.
"Pertumbuhan ekonomi global semakin tidak merata dan disertai ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi. Ekonomi AS diperkirakan tetap kuat didukung akselerasi konsumsi dan investasi, dan dibarengi tekanan inflasi yang tetap tinggi," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Persnya di Gedung BI, Kamis (27/9/2018).
"Ekonomi Jepang dan Tiongkok bahkan cenderung menurun. Ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi global tersebut tidak terlepas dari ketegangan perdagangan antara AS dengan sejumlah negara lain," papar Perry.
![]() |
Tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global juga mendorong para investor menempatkan dananya di aset-aset yang dianggap aman, khususnya di AS. Berbagai perkembangan tersebut pada gilirannya mengakibatkan dolar AS terus menguat yang kemudian mendorong aliran modal keluar dari negara-negara emerging market dan akhirnya menekan banyak mata uang negara berkembang.
Pertimbangan global tersebut mendorong aliran dana keluar atau outflow. Hal ini memicu pelebaran dari sisi Current Accout Deficit (CAD/Defisit Transaksi Berjalan). Sehingga dengan menaikkan bunga acuan, maka BI bisa mengontrol tekanan terhadap CAD karena daya tarik atau acuan Indonesia masih cukup layak.
"Keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik sehingga dapat semakin memperkuat ketahanan eksternal Indonesia di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi," kata
"Keseriusan dan langkah-langkah konkret Pemerintah bersama Bank Indonesia untuk mendorong ekspor dan menurunkan impor diyakini akan berdampak positif dalam menurunkan defisit transaksi berjalan khususnya pada 2019 sehingga diprakirakan akan menjadi sekitar 2,5% PDB," tambah Perry.
(dru) Next Article Kali Ketiga, BI Turunkan Bunga Acuan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular