Saham-Saham Barang Konsumsi Dilepas, Takut Harga BBM Naik?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 September 2018 14:57
Investor mungkin melepas saham-saham barang konsumsi lantaran takut harga BBM dinaikkan.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,5% ke level 5.795,33 hingga akhir sesi 1. Secara sektoral, sektor barang konsumsi (-1,53%) memimpin pelemahan IHSG.

Koreksi pada indeks sektor barang konsumsi merupakan yang paling besar jika dibandingkan dengan koreksi pada sektor-sektor pembentuk IHSG lainnya. Di posisi 2, ada sektor agrikultur yang melemah 0,64%.

Saham-saham sektor barang konsumsi yang banyak dilepas investor diantaranya: PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-2,46%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-2,23%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-1,84%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-1,34%), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-0,85%).

Lantas, mengapa investor begitu gencar melepas saham-saham barang konsumsi pada perdagangan hari ini?

Ada kemungkinan, pelaku pasar takut bahwa pemerintah akan menaikkan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) di tanah air guna merespon pelemahan rupiah. Walaupun hingga kini belum ada wacana menaikkan harga jual BBM oleh pemerintah, peluang diambilnya kebijakan ini menjadi cukup besar pasca Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data ekspor-impor periode Agustus.

Sepanjang bulan lalu, BPS mencatat ekspor tumbuh sebesar 4,15% YoY, jauh di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 10,1% YoY. Sementara itu, impor tumbuh sebesar 24,65% YoY, sedikit di bawah ekspektasi yang sebesar 25% YoY. Lantas, defisit neraca dagang adalah sebesar US$ 1,02 miliar, jauh lebih tinggi dari konsensus yang sebesar US$ 645 juta.

Defisit perdagangan migas menjadi biang kerok lebarnya defisit neraca dagang Indonesia. Sepanjang bulan lalu, defisit perdagangan migas tercatat mencapai US$ 1,66 miliar, lebih besar dibandingkan defisit neraca dagang.

Wajar saja kinerja neraca perdagangan migas begitu buruk pada bulan lalu. Pasalnya, impor migas Agustus 2018 meningkat 51,43% YoY ke angka US$ 3,05 miliar, sedangkan ekspor migas hanya tumbuh 12,24% YoY ke angka US$ 1,38 miliar.

Apabila ditarik secara historis, defisit perdagangan migas bulan lalu setidaknya merupakan yang terparah tahun ini. Apabila dibandingkan capaian bulan Juli 2018, defisit migas di Agustus 2018 sudah meningkat 35,18%.

Melihat data ini, maka pemerintah akan semakin dipaksa memutar otak untuk mengerem impor migas jika tak ingin rupiah semakin terpuruk. Hingga siang ini, rupiah melemah 0,37% di pasar spot ke level Rp 14.925/dolar AS.

Dalam jangka pendek, menaikkan harga jual BBM bisa mengurangi konsumsi masyarakat Indonesia. Sebelumnya, rekomendasi untuk menempuh kebijakan ini juga disuarakan oleh mantan Menteri Keuangan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yakni Chatib Basri.

Chatib menyebut bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak menjadi solusi jitu untuk mengatasi persoalan defisit perdagangan migas yang menjadi salah satu biang kerok defisit neraca perdagangan dalam beberapa bulan terakhir.

Tekan Konsumsi

Jika benar nantinya harga BBM dinaikkan, maka harga barang-barang konsumsi di tanah air bisa naik, seiring dengan lebih tingginya biaya logistik. Pada akhirnya, masyarakat bisa menahan konsumsinya. Selain itu, lebih tingginya biaya transportasi juga bisa membuat masyarakat mengurangi pembelian barang-barang konsumsi.

Padahal, konsumsi rumah tangga baru saja menggeliat pada kuartal-II kemarin. Sepanjang kuartal-II 2018, konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,14% YoY, jauh mengalahkan capaian kuartal-II 2017 yang sebesar 4,97% YoY.

Potensi kenaikan harga BBM lantas melengkapi sentimen buruk bagi saham-saham barang konsumsi. Pada awal bulan ini, Bank Indonesia (BI) merilis IKK periode Agustus 2018 di level 121,6, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 124,8. Capaian tersebut merupakan yang terendah sepanjang tahun 2018.

Melemahnya optimisme konsumen pada bulan Agustus disebabkan oleh penurunan kedua komponen pembentuknya, yaitu Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK).

IKE pada bulan Agustus tercatat sebesar 109,2, turun 5,8 poin dari bulan sebelumnya. Sementara itu, IEK bulan Agustus tercatat sebesar 133,9, lebih rendah dari capaian bulan Juli yang sebesar 134,7.


TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/roy) Next Article Rupiah Terpuruk, Harga Saham INDF & UNVR Berguguran

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular