
Perang Dagang AS-China Bikin Lesu Harga Emas
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
18 September 2018 11:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas COMEX kontrak pengiriman Desember 2018 bergerak melemah sebesar 0,21% ke US$1.203,3/troy ounce, pada perdagangan hari ini Selasa (18/9/2018) hingga pukul 11.00 WIB hari ini.
Dengan pergerakan tersebut harga sang logam mulia tak mampu melanjutkan penguatan pada hari Senin (17/9/2018) sebesar 0,39%.
Energi negatif bagi penguatan harga emas hari ini datang dari tensi perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang makin memanas, pasca Presiden AS Donald Trump mengumumkan penerapan bea masuk baru bagi sejumlah produk made in China.
Pada hari Senin (17/9/2018) waku AS atau dini hari waktu Indonesia, Trump mengumumkan bea masuk baru untuk produk-produk China. Bea masuk sebesar 10% itu akan berlaku untuk ribuan produk China dengan nilai impor US$200 miliar.
Kebijakan ini mulai berlaku pada 24 September, dan pada akhir tahun tarifnya naik menjadi 25%. Tidak berhenti sampai di situ, Trump juga mengancam untuk memberlakukan bea masuk bagi importasi produk China dengan nilai yang lebih masif.
"Jika China membalas dengan menargetkan petani atau industri AS, maka kami akan menerapkan kebijakan tahap ketiga. Akan ada bea masuk bagi impor produk China senilai US$267 miliar," tegas Trump, dikutip dari Reuters.
Sejauh ini, Beijing masih kalem menghadapi 'serangan' Washington. Zhong Shan, Menteri Perdagangan China, masih berharap AS dan China bisa duduk bersama dan mencapai kesepakatan.
"Tidak ada pemenang dalam perang dagang. Proteksionisme AS akan melukai seluruh dunia, tidak ada yang mendapat manfaat. Oleh karena itu, kerja sama AS-China adalah satu-satunya pilihan yang tepat," kata Zhong, dikutip dari Reuters.
Untuk menghindari konflik lebih lanjut, tambah Zhong, China juga siap lebih membuka diri. China akan merancang iklim bisnis yang lebih kondusif bagi sektor swasta.
Namun bila kesabaran China sudah habis, bisa-bisa akan ada aksi balasan. Sebelumnya, dikabarkan bahwa China tidak hanya akan membalas melalui instrumen bea masuk tetapi juga pembatasan ekspor untuk bahan baku dan barang modal yang dibutuhkan industri Negeri Paman Sam.
Sebelum ada kesepakatan yang jelas antara AS dan China, risiko perang dagang masih sangat tinggi. Oleh karena itu, investor akan cenderung bermain aman dan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang. Investor akan memilih berlindung di bawah naungan safe haven.
Dan saat ini, instrumen safe haven yang menjadi favorit investor adalah dolar AS, menyusul potensi kenaikan suku bunga acuan Negeri Adidaya yang cukup agresif di tahun ini. Akibat menjadi buruan investor, greenback pun jadi punya amunisi yang cukup untuk bergerak menguat.
Hingga pukul 11.00 WIB siang ini, Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, memang masih terkoreksi tipis 0,02%. Namun koreksi tersebut sudah jauh menipis dibandingkan pelemahan 0,4% pada dini hari tadi.
Seperti diketahui, aset berdenominasi dolar AS seperti emas akan sensitif terhadap pergerakan mata uang Negeri Adidaya. Terapresiasinya dolar AS akan membuat emas relatif lebih mahal, sehingga menekan permintaan sang logam mulia.
(RHG/gus) Next Article Ekonom Proyeksi Harga Emas 2021 Dikisaran USD 1.800/Ounce
Dengan pergerakan tersebut harga sang logam mulia tak mampu melanjutkan penguatan pada hari Senin (17/9/2018) sebesar 0,39%.
Energi negatif bagi penguatan harga emas hari ini datang dari tensi perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang makin memanas, pasca Presiden AS Donald Trump mengumumkan penerapan bea masuk baru bagi sejumlah produk made in China.
Pada hari Senin (17/9/2018) waku AS atau dini hari waktu Indonesia, Trump mengumumkan bea masuk baru untuk produk-produk China. Bea masuk sebesar 10% itu akan berlaku untuk ribuan produk China dengan nilai impor US$200 miliar.
Kebijakan ini mulai berlaku pada 24 September, dan pada akhir tahun tarifnya naik menjadi 25%. Tidak berhenti sampai di situ, Trump juga mengancam untuk memberlakukan bea masuk bagi importasi produk China dengan nilai yang lebih masif.
"Jika China membalas dengan menargetkan petani atau industri AS, maka kami akan menerapkan kebijakan tahap ketiga. Akan ada bea masuk bagi impor produk China senilai US$267 miliar," tegas Trump, dikutip dari Reuters.
Sejauh ini, Beijing masih kalem menghadapi 'serangan' Washington. Zhong Shan, Menteri Perdagangan China, masih berharap AS dan China bisa duduk bersama dan mencapai kesepakatan.
"Tidak ada pemenang dalam perang dagang. Proteksionisme AS akan melukai seluruh dunia, tidak ada yang mendapat manfaat. Oleh karena itu, kerja sama AS-China adalah satu-satunya pilihan yang tepat," kata Zhong, dikutip dari Reuters.
Untuk menghindari konflik lebih lanjut, tambah Zhong, China juga siap lebih membuka diri. China akan merancang iklim bisnis yang lebih kondusif bagi sektor swasta.
Namun bila kesabaran China sudah habis, bisa-bisa akan ada aksi balasan. Sebelumnya, dikabarkan bahwa China tidak hanya akan membalas melalui instrumen bea masuk tetapi juga pembatasan ekspor untuk bahan baku dan barang modal yang dibutuhkan industri Negeri Paman Sam.
Sebelum ada kesepakatan yang jelas antara AS dan China, risiko perang dagang masih sangat tinggi. Oleh karena itu, investor akan cenderung bermain aman dan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang. Investor akan memilih berlindung di bawah naungan safe haven.
Dan saat ini, instrumen safe haven yang menjadi favorit investor adalah dolar AS, menyusul potensi kenaikan suku bunga acuan Negeri Adidaya yang cukup agresif di tahun ini. Akibat menjadi buruan investor, greenback pun jadi punya amunisi yang cukup untuk bergerak menguat.
Hingga pukul 11.00 WIB siang ini, Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, memang masih terkoreksi tipis 0,02%. Namun koreksi tersebut sudah jauh menipis dibandingkan pelemahan 0,4% pada dini hari tadi.
Seperti diketahui, aset berdenominasi dolar AS seperti emas akan sensitif terhadap pergerakan mata uang Negeri Adidaya. Terapresiasinya dolar AS akan membuat emas relatif lebih mahal, sehingga menekan permintaan sang logam mulia.
(RHG/gus) Next Article Ekonom Proyeksi Harga Emas 2021 Dikisaran USD 1.800/Ounce
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular