Dolar AS Rp 14.910, Rupiah Terlemah Sejak Awal September

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 September 2018 15:14
Dolar AS Rp 14.910, Rupiah Terlemah Sejak Awal September
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Bahkan dolar AS kembali mampu menembus level Rp 14.900.

Pada Senin (17/9/2018) pukul 15:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.910. Rupiah melemah cukup dalam, hingga 0,74% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Sudah cukup lama rupiah tidak merasakan dinginnya kisaran Rp 14.900/US$. Dalam perdagangan intraday, kali terakhir rupiah menyentuh level itu adalah pada 6 September, sedangkan untuk penutupan terakhir dirasakan pada 5 September.

Sejak awal tahun, rupiah sudah melemah 8,6% terhadap greenback. Sedangkan dibandingkan setahun yang lalu, depresiasinya mencapai 12,53%.

 

Dolar AS memang sedang perkasa di Asia. Berbagai mata uang Asia pun sulit menandingi kekuatan mata uang Negeri Paman Sam. 

Namun dengan depresiasi 0,74%, performa rupiah termasuk di jajaran terbawah. Rupiah jadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua di Asia, hanya lebih unggul dari rupee India.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap beberapa mata uang utama Asia pada pukul 14:46 WIB: 

 

Laju dolar AS terakselerasi akibat sentimen perang dagang. Setelah pekan lalu reda, saat ini tensi perang dagang AS vs China kembali meninggi. 

Presiden Donald Trump dikabarkan siap mengeksekusi bea masuk baru bagi impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Mengutip Reuters, tarif untuk produk-produk elektronik, furnitur, alat penerangan, ban, farmasi, sepeda, sampai kursi untuk bayi ini adalah 10%, lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan yaitu 25%. 

Menanggapi perkembangan ini, China mulai bersikap keras. Bahkan bukan tidak mungkin Beijing akan menerapkan bea masuk balasan. 

"Bukan hal baru bagi AS yang terbiasa menaikkan eskalasi dengan mengeksploitasi keuntungan saat bernegosiasi. Kami akan mencari cara serangan balik yang cantik dan membuat AS semakin menderita," tegas tajuk Global Times, media yang diterbitkan Partai Komunis China, mengutip Reuters. 

Tidak hanya itu, masih mengutip Reuters, eks Menteri Keuangan China Lou Jiwei juga mengungkapkan Negeri Tirai Bambu akan membatasi ekspor bahan baku dan komponen yang penting bagi industri manufaktur Negeri Paman Sam. Lou kini menjabat sebagai Ketua Dewan Jaminan Sosial China. 

Hawa perang dagang yang kian panas membuat investor semakin berhati-hati. Perang dagang AS vs China adalah isu besar yang bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global, sehingga investor pun cenderung bermain aman. 

Aset-aset berisiko di negara berkembang mengalami tekanan jual, karena pelaku pasar memilih merapat ke safe haven. Selain ke dolar AS, yen Jepang yang juga berstatus safe haven juga menjadi buruan. 

Tekanan jual di pasar keuangan Indonesia menyumbang terhadap depresiasi rupiah yang semakin dalam. Pada pukul 14:57 WIB, investor asing membukukan jual bersih mencapai Rp 205,49 miliar yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) amblas 1,94%. 


Sementara dari dalam negeri, rupiah juga terbeban oleh rilis data perdagangan internasional. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada Agustus 2018 ekspor tumbuh 4,15% year-on-year (YoY) sementara impor melonjak 24,65%. Ini membuat neraca perdagangan defisit US$ 1,02 miliar. 

Defisit neraca perdagangan akan mengancam transaksi berjalan (current account). Pada kuartal II-2018, transaksi berjalan mencatat defisit yang cukup dalam yaitu 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Neraca perdagangan Juli-Agustus yang defisit lumayan dalam membuat kemungkinan transaksi berjalan pada kuartal III-2018 akan bernasib serupa dengan kuartal sebelumnya. 


Transaksi berjalan menggambarkan devisa yang masuk ke sebuah negara dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih bisa diandalkan karena relatif lebih bertahan lama (sustain) ketimbang hot money di pasar keuangan. 

Oleh karena itu, transaksi berjalan menjadi indikator utama kekuatan nilai tukar suatu mata uang. Ketika investor melihat ada prospek transaksi berjalan Indonesia kembali defisit pada kuartal III-2018, maka nasib rupiah pun jadi sorotan.  

Rupiah akan sulit menguat jika transaksi berjalan kembali defisit, sehingga tekanan jual akan melanda rupiah dan instrumen berbasis mata uang ini. Investor mana yang mau memegang aset yang nilainya kemungkinan besar akan turun? 

Dihantam sentimen negatif dari dalam dan luar negeri, rupiah pun semakin melemah. Hasilnya, rupiah kembali terdampar di zona Rp 14.900/US$ setelah lebih dari sepekan tidak merasakannya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular