Newsletter

Selamat Tahun Baru Hijriah! Setelah Libur, Mau ke Mana IHSG?

Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 September 2018 05:53
Selamat Tahun Baru Hijriah! Setelah Libur, Mau ke Mana IHSG?
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kemarin, pasar keuangan Indonesia libur memperingati Tahun Baru Hijriah. Boleh jadi Indonesia beruntung karena kemarin bukan hari yang indah bagi pasar keuangan Benua Kuning. 

Pada perdagangan kemarin, bursa saham Asia berguguran. Indeks Hang Seng terkoreksi 0,72%, Shanghai Composite melemah 0,18%, Kospi turun 0,24%, Straits Time terpangkas 0,35%, dan SE (Thailand) amblas 1,13%.

Tidak hanya bursa saham, mata uang utama Asia pun tidak berdaya di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Yuan China melemah 0,23%, rupee India terdepresiasi 0,25%, won Korea Selatan melemah 0,01%, ringgit Malaysia terdepresiasi 0,01%, peso Filipina melemah 0,17%, dolar Singapura terdepresiasi 0,01%, dan baht Thailand melemah 0,06%. 

Pasar keuangan Asia masih terbeban sentimen perang dagang yang menyeruak akhir pekan lalu. Presiden AS Donald Trump menegaskan siap menerapkan bea masuk baru bagi impor produk made in China senilai US$ 200 miliar. Setelah itu, akan ada bea masuk tambahan lagi bagi impor senilai US$ 267 miliar.  

"(Bea masuk) US$ 200 miliar yang dibicarakan itu bisa diterapkan sesegera mungkin, tergantung China. Saya benci mengatakan ini, tetapi setelah itu ada (bea masuk untuk importasi) US$ 267 miliar yang siap diterapkan kalau saya mau," tegas Trump akhir pekan lalu, dikutip dari Reuters.  

AS dan China adalah dua perekonomian terbesar di planet bumi. Ketika mereka terlibat friksi, dampaknya adalah arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia akan terhambat.  

Saat perekonomian dunia melambat akibat tensi perang dagang global, maka investor akan dipaksa bermain aman, tidak mau mengambil aset-aset berisiko apalagi di negara berkembang. Dalam situasi sepert ini aset aman (safe haven) menjadi buruan. Saat ini, salah satu instrumen safe haven yang menjadi favorit investor adalah dolar AS. 

Akibatnya, bursa saham dan mata uang Asia berjatuhan. Ini semua karena investor meninggalkan Asia dan pulang ke pelukan greenback. 

Dari Wall Street, tiga indeks utama sudah mampu mencatat penguatan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,44%, S&P 500 menguat 0,37%, dan Nasdaq Composite melaju 0,81%. 

Wall Street terdongkrak oleh dua faktor utama. Pertama adalah kenaikan saham Apple yang mencapai 2,52%. Kenaikan ini dipicu oleh ekspektasi dirilisnya iPhone model terbaru pada 12 September waktu AS. 

Apple berencana menggelar sebuah acara di Cupertino (California) pada 12 September waktu setempat. Undangan Apple untuk acara ini diberi warna emas, sehingga memunculkan spekulasi bahwa iPhone model terbaru akan memiliki warna serupa.  

Pelaku pasar memperkirakan Apple akan memperkenalkan tiga seri ponsel baru pada tahun ini, termasuk yang memiliki layar lebih besar. Tidak hanya pelaku pasar, masyarakat umum pun menantikan dengan penuh harap kejutan dari iPhone seri terbaru. 

Kenaikan harga saham Apple ikut mendongkrak saham-saham teknologi lainnya. Facebook naik 1,07%, Amazon menguat 2,48%, Netflix bertambah 2,16%, Alphabet (induk usaha Google) melaju 1,27%, dan Microsoft surplus 1,7%. 

Sedangkan faktor kedua adalah kenaikan harga minyak. Pada pukul 04:45 WIB, harga minyak jenis brent naik 2,7% sementara light sweet meroket 3,51%. 

Penyebabnya adalah kekhawatiran investor yang semakin besar terhadap kondisi di Iran. Sanksi AS membuat ekspor minyak Negeri Persia seret. Beberapa pihak mulai enggan berbisnis dengan Iran karena takut kena semprit Paman Trump. 

Teranyar, perusahaan minyak milik negara di India yaitu Bharat Petroleum Corp tidak lagi membeli minyak dari Iran mulai Oktober. Namun untuk bulan ini, perusahaan tersebut masih membeli minyak dari Iran sebanyak 1 juta barel. 

AS mendesak agar negara-negara sekutunya tidak lagi mendatangkan minyak dari Iran mulai November mendatang. Sejak keluar dari kesepakatan nuklir dengan Iran, AS memang sangat galak terhadap mereka. AS lagi-lagi menuduhkan lagu lama kepada Iran, yaitu pengayaan uranium, pengembangan senjata nuklir, serta keterlibatan dalam konflik di sejumlah negara seperti Suriah dan Yaman. 

Namun bagaimana pun, ancaman AS sukses membuat dunia usaha ketakutan. Satu per satu mulai angkat kaki dan menghentikan kerja sama dengan Iran. Akibatnya pasokan minyak Iran ke pasar dunia terus-menerus berkurang.

Per akhir Agustus, Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) mencatat ekspor dari Iran adalah 7,59 juta barel/hari. Turun dibandingkan sebulan sebelumnya yaitu 9,54 juta barel/hari. Pada akhir September, OPEC memperkirakan pasokan minyak dari Iran tinggal 800.000 barel/hari. 

Anjloknya pasokan minyak dari Iran tersebut tentu mempengaruhi pembentukan harga. Pasokan yang berkurang lumayan drastis membuat harga terkerek ke atas.  

Di Wall Street, saham-saham energi mengalami lonjakan akibat kenaikan harga si emas hitam. Saham Exxon Mobil naik 1,41% sementara Chevron menguat 0,47%. 


Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya kabar positif dari Wall Street, di mana tiga indeks utama berhasil membukukan penguatan. Diharapkan kabar baik ini melecut semangat bursa saham Asia untuk kembali ke zona hijau, termasuk IHSG. 

Sentimen kedua adalah seputar perang dagang AS vs China. Pelaku pasar perlu hati-hati, karena perkembangannya masih negatif. 

Beijing telah melapor kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengenai kebijakan AS yang dianggap merugikan, yaitu bea masuk anti-dumping, terhadap berbagai produk Negeri Tirai Bambu. China mengeluh karena kebijakan ini merugikan mereka hingga US$ 7,04 miliar per tahun. Oleh karena itu, China meminta restu kepada WTO untuk menerapkan kebijakan serupa dengan nilai yang sama bagi produk-produk made in USA

Perkembangan ini kian memanaskan friksi dagang Washington-Beijing. Perang dagang AS-China adalah isu yang sangat dipantau oleh pelaku pasar dunia, karena bisa menentukan nasib pertumbuhan ekonomi global. Jika hubungan AS-China terus memburuk dan saling hambat dalam perdagangan, maka dampaknya adalah kepada seluruh negara di dunia. 

Oleh karena itu, investor akan cenderung bermain aman saat tensi perang dagang meninggi. Aset-aset berisiko, apalagi di negara berkembang, akan ditanggalkan dan investor berlindung di bawah naungan safe haven.  

Apa itu? Dolar AS. 

Indonesia perlu waspada karena sentimen perang dagang bisa menyerang kapan saja. Sentimen ini bisa membuat IHSG dan rupiah terpeleset, sementara dolar AS melesat. 

Selain AS-China, investor juga perlu memantau perkembangan negosiasi dagang AS- Kanada. Setelah beberapa kali mentok, Kanada masih mencoba mendekati AS untuk mencapai kesepakatan terkait Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). 

Pada 11 September waktu AS, Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia Freeland lagi-lagi datang ke Washington untuk memimpin delegasi Negeri Daun Maple. Seorang sumber yang mengetahui secara langsung terkait diskusi AS-Kanada tersebut memberitahu CBC News bahwa Ottawa ingin mencapai kesepakatan sesegera mungkin, karena NAFTA akan semakin sulit terwujud jika diskusi dengan AS tidak kunjung rampung. Sumber tersebut juga menyatakan bahwa Kanada ingin menyelesaikan dialog sebelum batas akhir bulan yang ditetapkan oleh AS. 

Jika perundingan ini bernasib sama dengan yang sebelumnya yaitu nol besar, maka pelaku pasar lagi-lagi terpaksa bermain aman. Namun bila ada pertanda AS-Kanada akan menyepakati sesuatu, maka pelaku pasar bisa dilanda euforia dan berani mengambil risiko sehingga menjadi kabar baik bagi IHSG dan rupiah. 


Sentimen ketiga adalah masih adanya potensi penguatan dolar AS. Pasalnya, data-data ekonomi AS masih terus membawa berita positif. 

Pembukaan lapangan kerja (Job Openings and Labor Turnover Summary/JOLTS) periode Juli 2018 tercatat 6,94 juta, yang merupakan capaian tertinggi sepanjang sejarah. Capaian tersebut mampu melampaui ekspektasi pasar sebesar 6,68 juta. 

Data ini bisa semakin mengonfirmasi bahwa The Federal Reserve/The Fed akan menaikkan suku bunga pada pertemuan bulan ini. Berdasarkan CME Fedwatch, kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 2-2,25% pada rapat 26 September mencapai 98,4%.

Kenaikan suku bunga ditempuh untuk mengerem laju perekonomian AS yang semakin kencang agar tidak terjadi overheating. Meski tujuannya untuk mengerem laju pertumbuhan ekonomi, tetapi kenaikan suku bunga acuan punya dampak lain yaitu menarik arus modal.

Saat suku bunga naik, imbalan investasi (terutama di instrumen berpendapatan tetap) akan naik sehingga menarik minat investor. Akibatnya, arus modal berkerumun di sekitar dolar AS dan instrumen berbasis mata uang tersebut.

Harga greenback pun semakin mahal karena banyak peminat. Dolar AS yang menguat bakal menekan mata uang lain, bukan tidak mungkin rupiah menjadi salah satu korbannya. 

Sentimen keempat adalah dari dalam negeri yaitu rilis data penjualan ritel. Bank Indonesia (BI) mencatat penjualan ritel periode Juli 2018 tumbuh 2,9% secara year-on-year (YoY). Lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yaitu 2,3% YoY, apalagi periode yang sama pada 2017 yang terkontraksi -3,3% YoY. 

Menurut BI. pertumbuhan penjualan ritel Juli 2018 terbantu oleh musim tahun ajaran baru serta dampak dari pencairan gaji ke-13 bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pensiunan. Faktor itu ternyata sangat membantu daya beli masyarakat sehingga tidak terlalu anjlok selepas Ramadan-Idul Fitri. 

Data ini bisa menjadi sentimen positif bagi saham-saham barang konsumsi, karena membuktikan bahwa daya beli masyarakat yang terus tumbuh. Sentimen positif bagi sektor barang konsumsi diharapkan bisa menular kepada IHSG secara keseluruhan. 


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data Indeks Harga Produsen AS periode Agustus 2018 (19:30 WIB).
  • Rilis data cadangan minyak mentah AS dalam sepekan hingga 7 September 2018 (21:30 WIB).
  • Pidato Anggota Dewan Gubernur The Fed Lael Brainard (23:45 WIB).
Investor juga perlu mencermati agenda perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA)RUPS Tahunan09:00 WIB


Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

  
IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q II-2018 YoY)5.27%
Inflasi (Agustus 2018 YoY)3.20%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q II-2018)-3.04% PDB
Neraca pembayaran (Q II-2018)-US$ 4.31 miliar
Cadangan devisa (Agustus 2018)US$ 117.9 miliar


Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.  

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular