Jonan Keluarkan Semua Jurus untuk Bantu Selamatkan Rupiah

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
08 September 2018 18:16
Jonan Keluarkan Semua Jurus untuk Bantu Selamatkan Rupiah
Foto: Ignasius Jonan (CNBC Indonesia/Anastasia Arvirianty)
Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah pemerintah menyelamatkan rupiah dengan menahan impor sejumlah langkag lainnya secara serentak dilakukan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan kembali menegaskan soal kewajiban penggunaan komponen dalam negeri di proyek energi, kali ini di hadapan investor energi baru dan terbarukan.


"Kurs rupiah perlahan melemah dari dolar Amerika Serikat, saya sarankan, wajib, penggunaan produksi dalam negeri lokal harus diutamakan. Saya mohon badan usaha, selama bisa produksi di dalam negeri gunakan," kata Jonan dalam sambutannya di acara Indonesia-International Geothermal Convention and Exhibition di JCC, Kamis (6/9/2018).

Sebelumnya Kementerian ESDM telah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM (Kepmen) nomor 1953 K/06/MEM/2018, ditandatangani oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan dan mulai berlaku sejak 5 September 2018.


Penegasan penggunaan barang dalam negeri ini, selain untuk meningkatkan TKDN, untuk mengurangi impor, yang pada akhirnya dinilai mampu memperkuat Rupiah. Untuk itu, Presiden Joko Widodo pun memutuskan untuk menunda sebanyak 15.200 MW proyek listrik.

Jonan memaparkan 15.200 MW proyek listrik yang ditunda ini merupakan bagian dari 35 ribu MW yang digagas oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo, dan dijalankan oleh PT PLN (Persero).

"Ini yang dari 35 ribu MW yang direncanakan dan belum mencapai finansial closing, dan sudah digeser ke tahun-tahun berikutnya adalah sebesar 15.200 MW," ujarnya di Kementerian ESDM, Selasa (4/9/2018).

Proyek 15.200 MW ini pada mulanya diharapkan bisa selesai di 2019, kini ditunda sampai ke 2021 bahkan bisa sampai 2026 sesuai dengan permintaan kelistrikan. Mundurnya target operasional ini sekaligus untuk menyesuaikan pertumbuhan konsumsi listrik yang di kuartal II kemarin hanya sebesar 4,7%.

Pergesaran target ini, kata Jonan, bertujuan untuk menekan pengadaan impor. Biasanya di proyek kelistrikan komposisi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) bisa sampai 50% lebih di beberapa proyek, tapi secara rerata ada di 20% sampai 40%. Dengan pemunduran ini, total potensi investasi yang berkurang ke kantong pemerintah mencapai US$ 24 miliar sampai US$ 25 miliar.

"Tapi ini bisa kurangi beban impor kira-kira sampai US$ 8 miliar hingga US$ 10 miliar," jelasnya. Nilai ini setara dengan Rp 149 triliun dengan kurs dolar Rp 14.900.

Meski ditunda, Jonan memastikan ini tidak akan menganggu target rasio elektrifikasi hingga 99% di 2019. Mengingat hari ini rasio elektrifikasi sudah mencapai 97% dan akhir tahun ditargetkan bisa mencapai 97,5%. Dipastikan juga untuk proyek berbasis energi baru dan terbarukan tetap berjalan.


"Untuk EBT (Energi Baru dan Terbarukan) tidak boleh mundur, berarti tidak boleh," ujar Direktur Perencanaan Korporat PT PLN (Persero) Syofvi Felianty Roekman, Kamis (6/9/2018).


Syofvi menegaskan tetap dipertahankannya proyek pembangkit EBT terkait dengan target pemerintah untuk mencapai porsi 23% energi baru di bauran energi tahun 2025. Yang diturunkan, kata dia, untuk pembangkit batu bara dan gas.

Siasat lain pemerintah untuk menyelamatkan rupiah dan cadangan devisa negara adalah dengan memaksa eksportir sumber daya alam untuk membawa uang hasil ekspornya kembali ke RI. 


Jonan menuturkan, arahan Presiden Jokowi adalah untuk pelaku ekspor uangnya harus kembali. "Jadi kami akan terapkan aturan bahwa ekspor semua harus pakai Letter of Credit (L/C), detailnya diatur oleh BI nanti," kata Jonan.

Penerapan ini khususnya di sektor minerba, dan ada pengenaan sanksi berupa pengurangan kuota produksi bagi perusahaan minerba yang laporan ekspornya tidak sesuai seperti yang tertera dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

Menindaklanjuti upaya pemerintah untuk menjaga rupiah dan meningkatkan devisa, kali ini Kementerian ESDM kembali mengeluarkan keputusan baru, yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM (Kepmen) nomor 1952 K/84/MEM/2018.

Kepmen tersebut terkait penggunaan perbankan di dalam negeri atau cabang perbankan Indonesia di luar negeri untuk penjualan mineral dan batu bara (minerba) ke luar negeri (ekspor). Kepmen ini berlaku sejak ditetapkan pada 5 September 2018.

Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menjelaskan, dalam keputusan tersebut pada intinya mewajibkan para pemegang:
  1. Izin usaha pertambangan (IUP),
  2. Izin usaha pertambangan khusus (IUPK),
  3. Kontrak Karya (KK),
  4. Perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B), dan
  5. IUPK-Operasi Produksi untuk pengolahan dan/atau pemurnian, dan untuk pengangkutan dan penjualan
Untuk menggunakan cara pembayaran Letter of Credit (L/C) dan mengembalikan sepenuhnya hasil ekspor mereka ke dalam negeri melalui rekening perbankan dalam negeri atau cabang perbankan Indonesia di luar negeri.

"Kepmen ini kan semangatnya yang penting (hasil ekspor) masuk ke dalam negeri melalui rekening bank nasional, itu saja," ujar Bambang kepada media ketika dijumpai di kantor Direktorat Jenderal Minerba, Jakarta, Jumat (7/9/2018).

Lebih lanjut, Bambang juga menuturkan, dalam keputusan ini juga diatur mengenai sanksi apabila nantinya para perusahaan minerba tidak memenuhi kepmen tersebut.

Adapun, sanksi-sanksinya yakni berupa pencabutan rekomendasi persetujuan ekspor, dan penyesuaian Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) atau bahasa awamnya pengurangan kuota produksi.

Pengusaha batu bara merespon positif keputusan pemerintah untuk menerapkan Letter of Credit (L/C) dalam transaksi ekspor mineral dan batu bara. Kendati demikian, ada hal yang membuat pengusaha khawatir soal sanksi jika tidak menggunakan bank domestik.

"Ada perusahaan yang sudah lakukan negoisasi dengan pembeli, dan memakai metode selain L/C, dan perlu dipertimbangkan juga bagaimana soal financing agreement dengan pemberi pinjaman, yang harus menggunakan bank tertentu. Ini perlu dipertimbangkan agar perusahaan itu tidak dianggap default," ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia saat dihubungi CNBC Indonesia, Jumat (7/9/2018).

Kedua, yang perlu dipertimbangkan adalah suku bunga bank lokal yang mesti bisa bersaing. Menurut Hendra, jangan sampai suku bunga bank lokal lebih mahal, karena lebih berat lagi buat pengusaha.

"Kami kan pakai jasa bank kan beda beda kan aturannya. Nah, bagaimana bank dalam negeri bisa support. Kami support negara, tetapi harapan kami, pemerintah juga support kami," tambahnya.

Adapun, dia mengungkapkan, peraturan terkait penggunaan L/C ini sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Namun, memang pada implementasinya, mungkin masih ada beberapa perusahaan yang belum mematuhi aturan mainnya.
(hps/hps) Next Article Eks Menteri ESDM Ignasius Jonan Berlabuh ke Unilever

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular