
Harga Minyak AS Menuju Koreksi 3% Dalam Sepekan
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
07 September 2018 10:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman November 2018 terkoreksi 1% ke level US$76,5/barel, sementara harga minyak light sweet kontrak Oktober 2018 juga anjlok 1,38% ke US$67,77/barel, pada penutupan perdagangan hari Kamis (6/9/2018).
Dengan pergerakan itu, harga sang emas hitam kembali kompak ditutup melemah di kisaran 1% untuk 2 hari berturut-turut. Pada perdagangan hari Rabu (5/9/2018), harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) malah jatuh hingga nyaris 2%, atau tepatnya 1,65%.
Sentimen negatif bagi kejatuhan harga minyak kemarin datang dari data pemerintah AS yang melaporkan bahwa cadangan Bahan Bakar Minyak (BBM) meningkat secara tidak terduga pada pekan lalu.
US Energy Information Administration (EIA) memang melaporkan bahwa cadangan minyak mentah AS turun 4,3 juta barel pada pekan lalu, lebih besar dari perkiraan pasar yakni turun sebesar 1,3 juta barel.
Namun, di sisi lain, cadangan BBM AS naik ke angka 1,8 juta barel, jauh lebih besar dari konsensus Reuters yang mengestimasikan penurunan sebesar 810.000 barel. Sementara itu, stok distilat (yang mencakup diesel dan minyak pemanas) naik 3,1 juta barel, juga melebihi ekspektasi pasar sebesar 742.000 barel.
Belum lagi, stok minyak mentah di Cushing (Oklahoma), pusat pengiriman minyak mentah di AS melambung sebesar 549.000 barel.
"Pulihnya tingkat minyak mentah di Cushing memberikan sinyal bearish, dan absennya pembeli dari China (untuk membeli minyak mentah AS) telah menekan volume ekspor," ucap John Kilduff, partner di Again Capital Management, seperti dikutip dari Reuters.
Hari ini, harga minyak masih cenderung stabil. Hingga pukul 10.15 WIB, harga minyak light sweet tercatat menguat 0,03%, sementara brent tercatat terkoreksi 0,01%.
Pasar nampaknya mulai mencerna turunnya cadangan minyak mentah AS ternyata cukup signifikan. Dengan penurunan 4,3 juta barel, kini cadangan minyak mentah AS ada di level 401,49 juta barel, atau di level terendah sejak Februari 2015.
Meski demikian, harga minyak juga belum bisa menguat karena memanasnya perang dagang antara AS dan China. Tahapan dengar pendapat atas rencana pengenaan bea masuk baru atas impor produk China senilai US$ 200 miliar akan berakhir pada Kamis ini waktu AS. Kabarnya, Presiden AS Donald Trump akan segera mengeksekusi bea masuk ini segera setelah tahapan dengar pendapat selesai.
Sampai saat ini belum ada berita dari Gedung Putih maupun cuitan Donald Trump mengenai hal ini. Namun kemungkinan pengenaan bea masuk baru ini menjadi terbuka lebar setelah Kementerian Perdagangan AS melaporkan defisit perdagangan AS dengan China menyentuh rekor tertinggi, yaitu US$ 36,8 miliar pada bulan Juli, naik 10% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Apalagi, sepertinya Trump masih galak terhadap China. Jika sikap galak ini bertahan, maka bukan tidak mungkin dia akan segera mengeksekusi bea masuk tersebut.
"Kami akan melanjutkan pembicaraan dengan China. Namun untuk saat ini sepertinya belum ada kesepakatan. Oleh karena itu, kami akan memungut bea masuk dari China dengan potensi miliaran dolar," tegas Trump beberapa hari yang lalu, dikutip dari Reuters.
Jika perang dagang AS-China akhirnya memuncak, tentu saja pertumbuhan ekonomi global yang menjadi taruhannya. Saat aktivitas ekonomi dunia lesu, tentu permintaan energi akan ikut terpukul. Hal ini lantas menahan penguatan harga minyak pagi ini.
Sebagai catatan, meski masih bergerak stabil pagi ini, harga minyak light sweet kini menuju pelemahan di kisaran 3%. Sedangkan, harga minyak brent berpotensi ditutup terkoreksi sebesar 1% lebih dalam sepekan terakhir.
(RHG/hps) Next Article Brent Anjlok Nyaris 1%, Minyak Jauhi US$ 80/barel
Dengan pergerakan itu, harga sang emas hitam kembali kompak ditutup melemah di kisaran 1% untuk 2 hari berturut-turut. Pada perdagangan hari Rabu (5/9/2018), harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) malah jatuh hingga nyaris 2%, atau tepatnya 1,65%.
Sentimen negatif bagi kejatuhan harga minyak kemarin datang dari data pemerintah AS yang melaporkan bahwa cadangan Bahan Bakar Minyak (BBM) meningkat secara tidak terduga pada pekan lalu.
US Energy Information Administration (EIA) memang melaporkan bahwa cadangan minyak mentah AS turun 4,3 juta barel pada pekan lalu, lebih besar dari perkiraan pasar yakni turun sebesar 1,3 juta barel.
Namun, di sisi lain, cadangan BBM AS naik ke angka 1,8 juta barel, jauh lebih besar dari konsensus Reuters yang mengestimasikan penurunan sebesar 810.000 barel. Sementara itu, stok distilat (yang mencakup diesel dan minyak pemanas) naik 3,1 juta barel, juga melebihi ekspektasi pasar sebesar 742.000 barel.
Belum lagi, stok minyak mentah di Cushing (Oklahoma), pusat pengiriman minyak mentah di AS melambung sebesar 549.000 barel.
"Pulihnya tingkat minyak mentah di Cushing memberikan sinyal bearish, dan absennya pembeli dari China (untuk membeli minyak mentah AS) telah menekan volume ekspor," ucap John Kilduff, partner di Again Capital Management, seperti dikutip dari Reuters.
Hari ini, harga minyak masih cenderung stabil. Hingga pukul 10.15 WIB, harga minyak light sweet tercatat menguat 0,03%, sementara brent tercatat terkoreksi 0,01%.
Pasar nampaknya mulai mencerna turunnya cadangan minyak mentah AS ternyata cukup signifikan. Dengan penurunan 4,3 juta barel, kini cadangan minyak mentah AS ada di level 401,49 juta barel, atau di level terendah sejak Februari 2015.
Meski demikian, harga minyak juga belum bisa menguat karena memanasnya perang dagang antara AS dan China. Tahapan dengar pendapat atas rencana pengenaan bea masuk baru atas impor produk China senilai US$ 200 miliar akan berakhir pada Kamis ini waktu AS. Kabarnya, Presiden AS Donald Trump akan segera mengeksekusi bea masuk ini segera setelah tahapan dengar pendapat selesai.
Sampai saat ini belum ada berita dari Gedung Putih maupun cuitan Donald Trump mengenai hal ini. Namun kemungkinan pengenaan bea masuk baru ini menjadi terbuka lebar setelah Kementerian Perdagangan AS melaporkan defisit perdagangan AS dengan China menyentuh rekor tertinggi, yaitu US$ 36,8 miliar pada bulan Juli, naik 10% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Apalagi, sepertinya Trump masih galak terhadap China. Jika sikap galak ini bertahan, maka bukan tidak mungkin dia akan segera mengeksekusi bea masuk tersebut.
"Kami akan melanjutkan pembicaraan dengan China. Namun untuk saat ini sepertinya belum ada kesepakatan. Oleh karena itu, kami akan memungut bea masuk dari China dengan potensi miliaran dolar," tegas Trump beberapa hari yang lalu, dikutip dari Reuters.
Jika perang dagang AS-China akhirnya memuncak, tentu saja pertumbuhan ekonomi global yang menjadi taruhannya. Saat aktivitas ekonomi dunia lesu, tentu permintaan energi akan ikut terpukul. Hal ini lantas menahan penguatan harga minyak pagi ini.
Sebagai catatan, meski masih bergerak stabil pagi ini, harga minyak light sweet kini menuju pelemahan di kisaran 3%. Sedangkan, harga minyak brent berpotensi ditutup terkoreksi sebesar 1% lebih dalam sepekan terakhir.
(RHG/hps) Next Article Brent Anjlok Nyaris 1%, Minyak Jauhi US$ 80/barel
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular