Dolar Sampai Rp 14.900, Ini Jurus Gabungan BI & Pemerintah

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
05 September 2018 08:28
Dolar Sampai Rp 14.900, Ini Jurus Gabungan BI & Pemerintah
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kian tertekan. Mata uang negeri Paman Sam seakan 'mengamuk' dan membuat nilai tukar rupiah kembali menembus level psikologis baru Rp 14.900/US$ pada perdagangan pasar spot hari Selasa (4/9/2018).

Liarnya pergerakan dolar AS membuat repot Bank Indonesia (BI) sebagai garda terdepan penjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Bahkan, dalam beberapa hari terakhir BI meningkatkan insensitas intervensi di pasar keuangan.



"Kami meningkatkan intervensi sejak seminggu lalu di pasar SBN dan sekunder. Jumlah kami tingkatkan, apalagi hari ini. Kami intervensi dalam jumlah besar," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo hari Selasa.

Tekanan terhadap nilai tukar memang sebagian besar bersumber dari luar Indonesia. Keperkasaan greenback dalam beberapa bulan terakhir didorong dari ekspektasi kenaikan bunga acuan AS (Fed Funds Rate) yang makin agresif.

Gubernur BI Perry WarjiyoFoto: Anastasia Arvirianty
Gubernur BI Perry Warjiyo
Hal tersebut seiring dengan laju ekonomi negeri Paman Sam yang meroket hingga 4,2% pada kuartal II-2018. Bank sentral AS, Federal Reserve, mau tidak mau harus menaikkan bunga acuan agar perekonomian negeri adidaya itu tidak terlalu panas.

Kenaikan bunga acuan, tentu akan memicu aliran dana yang ada di negara-negara berkembang - tak terkecuali Indonesia - pulang kampung ke AS, lantaran imbalan berinvestasi di negara tersebut semakin menarik.

Benarkah karena faktor global? Permasalahan transaksi berjalan (current account) juga menjadi salah satu alasan yang membebani nilai tukar. Sejak 2011 lalu, transaksi berjalan sama sekali tidak pernah mengalami surplus.

Buktinya, negara seperti Singapura, Malaysia, maupun Thailand, yang mencatatkan surplus di transaksi perdagangan tidak mengalami persoalan nilai tukar yang rumit. Mata uang ketiga negara tersebut, masih terapresiasi meski tipis.



Meski begitu, bagi BI posisi nilai tukar yang sudah menembus level Rp 14.900/US$ sudah terlampau jauh dari fundamental yang sebenarnya. Bank sentral masih melihat faktor global menjadi pemicu utama tekanan terhadap nilai tukar.

"Kalau hitung-hitungan fundamentalnya, seharusnya tidak seperti ini. Tidak selemah seperti ini," tegas Perry.
Pemerintah bersama BI sadar betul stabilitas menjadi agenda utama di tengah dinamika ketidakpastian ekonomi global. Maka dari itu, mereka sepakat untuk menyembuhkan penyakit yang selama ini membuat rupiah tertekan.

"Defisit transaksi berjalan akan jauh lebih berkurang dengan langkah yang sekarang dan ke depan akan terus dilakukan, di bawah instruksi Presiden," tegas Perry.




Beberapa program dijalankan pemerintah, misalnya seperti kewajiban penggunaan B20 yang diperkirakan bisa menghemat devisa yang dipergunakan untuk impor sebesar US$2,2 miliar dalam jangka waktu empat bulan.

"Belum lagi tambahan ekspor CPO, kurang lebih itu bisa menurunkan totalnya defisit transaksi berjalan US$9 - US$10 miliar. Itu kan besar," kata Perry.

"Belum lagi dari pariwisata, ada tambahan sekitar US$3 miliar. Dari dua itu saja sekitar US$12 - US$13 miliar. Belum lagi tentang PPh impor maupun penundaan sejumlah proyek infrastruktur," jelasnya.

Jika pemerintah sudah berkomitmen, bagaiman dengan BI?

Sejak Jumat lalu, bank sentral mengaku melakukan intervensi di pasar SBN sebesar Rp 3 triliun. Kemudian kemarin, bank sentral menggelontorkan sekitar Rp 4,1 triliun di pasar SBN.

BI pun menegaskan komitmennya untuk senantiasa berada di pasar dan tak segan-segan melakukan intervensi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah agar tidak semakin jatuh.

"Sekali lagi, kami stabilkan nilai tukar rupiah. [...] Kami beli SBN yang dilepas asing. Itu adalah langkah stabilisasi yang kami lakukan," katanya.



Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular