
'Dolar Tembus Rp 14.800, Naikkan Harga BBM Solusinya!'
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
04 September 2018 12:14

Jakarta, CNBC Indonesia- Nilai tukar rupiah terus melemah akibat transaksi berjalan yang terus-terusan mencetak defisit. Hal ini membuat banyak orang khawatir Indonesia bakal terhantam krisis ekonomi.
Nilai tukar rupiah siang ini hampir mendekati Rp 14.900 per US$. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution memaparkan bahwa tekanan terhadap rupiah seiring dengan makin lebarnya defisit neraca perdagangan.
"Kalau neraca perdagangan kita negatif dan makin besar, itu tekanan terhadap rupiah meningkat. Lihat rumusnya. [...] Kalau neraca perdagangan baik, maka rupiah juga baik," kata Darmin di acara peluncuran B20, Jumat pekan lalu.
Menanggapi kondisi ekonomi RI saat ini, mantan Menteri Keuangan Chatib Basri pun menekankan konsen ekonomi saat ini memang ada di CAD (Current Account Deficit).
"Salah satu sumber defisit yang besar adalah migas, untuk menurunkan permintaan BBM yang sebagian juga mungkin muncul karena penyelundupan sebaiknya harga BBM dinaikkan," kata Chatib kepada CNBC Indonesia, Selasa (4/9/2018).
Dengan mengeksekusi kenaikan harga BBM, Chatib memprediksi dampaknya akan terlihat ke CAD dalam 6 bulan ke depan. "Tetapi para investor pasar keuangan akan memiliki optimistis tersendiri dan bisa mengekspektasi bahwa CAD ke depan akan mengecil," tegas Chatib.
Soal kabar eksportir menahan dolar, menurut Chatib ini terjadi karena ada ekspektasi rupiah terus melemah. "Pasti akan mereka tahan bahkan beli, yang harus dilakukan mengubah ekspektasi dengan salah satunya menaikkan harga BBM."
Neraca Perdagangan Indonesia memang mencatat defisit dalam beberapa bulan terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut defisit paling besar disumbang oleh sektor migas.
Menurut data BPS, di semester-I 2018 defisit migas mencapai US$ 5,39 miliar atau sekitar Rp 78,8 triliun.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengakui memang defisit migas cukup besar sepanjang tahun ini. Berdasar data ESDM di triwulan I-2018 angka defisit migas mencapai US$ 2,6 miliar sementara di triwulan II-2018 US$ 2,43 miliar.
Sementara jika dibandingkan periode serupa tahun lalu masing-masing adalah US$ 2,49 miliar dan US$ 1,62 miliar. "Sehingga jika total defisit 2018 dikurangi periode serupa 2017, kenaikan defisitnya hanya US$ 0,93 miliar. Jumlah ini sebenarnya tidak seberapa dibanding kontribusi kenaikan pendapatan negara dari migas," kata Arcandra dalam acara makan siang bersama, Selasa (28/8/2018).
Menurut catatan ESDM, pendapatan migas di semester-I 2018 dibanding periode serupa di 2017 naik hingga US$ 3,5 miliar. "Jadi tahun ini sebenarnya ekspor lebih baik," lanjutnya.
(dru) Next Article Kuartal IV-2021: Surplus Transaksi Berjalan RI US$ 1,4 M
Nilai tukar rupiah siang ini hampir mendekati Rp 14.900 per US$. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution memaparkan bahwa tekanan terhadap rupiah seiring dengan makin lebarnya defisit neraca perdagangan.
Menanggapi kondisi ekonomi RI saat ini, mantan Menteri Keuangan Chatib Basri pun menekankan konsen ekonomi saat ini memang ada di CAD (Current Account Deficit).
"Salah satu sumber defisit yang besar adalah migas, untuk menurunkan permintaan BBM yang sebagian juga mungkin muncul karena penyelundupan sebaiknya harga BBM dinaikkan," kata Chatib kepada CNBC Indonesia, Selasa (4/9/2018).
Dengan mengeksekusi kenaikan harga BBM, Chatib memprediksi dampaknya akan terlihat ke CAD dalam 6 bulan ke depan. "Tetapi para investor pasar keuangan akan memiliki optimistis tersendiri dan bisa mengekspektasi bahwa CAD ke depan akan mengecil," tegas Chatib.
Soal kabar eksportir menahan dolar, menurut Chatib ini terjadi karena ada ekspektasi rupiah terus melemah. "Pasti akan mereka tahan bahkan beli, yang harus dilakukan mengubah ekspektasi dengan salah satunya menaikkan harga BBM."
Neraca Perdagangan Indonesia memang mencatat defisit dalam beberapa bulan terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut defisit paling besar disumbang oleh sektor migas.
Menurut data BPS, di semester-I 2018 defisit migas mencapai US$ 5,39 miliar atau sekitar Rp 78,8 triliun.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengakui memang defisit migas cukup besar sepanjang tahun ini. Berdasar data ESDM di triwulan I-2018 angka defisit migas mencapai US$ 2,6 miliar sementara di triwulan II-2018 US$ 2,43 miliar.
Sementara jika dibandingkan periode serupa tahun lalu masing-masing adalah US$ 2,49 miliar dan US$ 1,62 miliar. "Sehingga jika total defisit 2018 dikurangi periode serupa 2017, kenaikan defisitnya hanya US$ 0,93 miliar. Jumlah ini sebenarnya tidak seberapa dibanding kontribusi kenaikan pendapatan negara dari migas," kata Arcandra dalam acara makan siang bersama, Selasa (28/8/2018).
Menurut catatan ESDM, pendapatan migas di semester-I 2018 dibanding periode serupa di 2017 naik hingga US$ 3,5 miliar. "Jadi tahun ini sebenarnya ekspor lebih baik," lanjutnya.
(dru) Next Article Kuartal IV-2021: Surplus Transaksi Berjalan RI US$ 1,4 M
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular