Awas! Permintaan China Turun, Harga Komoditas Tambang Anjlok

Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
04 September 2018 09:26
Harga komoditas pertambangan dunia berpotensi terkoreksi dampak dari penurunan permintaan dari China karena perang dagang.
Foto: Detikcom/Dikhy Sasra
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan kemarin, Senin (3/9/2018) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi sebesar 0.85% menjadi 5,967. Sembilan dari sepuluh sektor yang menjadi penyusun IHSG mengalami koreksi, dimana koreksi terbesar dialami oleh sektor industri dasar yang tutun 1,91% dan aneka industri yang turun 1.79%.

Dinamika ekonomi global dan domestik tak cukup kondusif untuk mengangkat IHSG ke level yang lebih tinggi. Sejalan dengan itu, mayoritas bursa utama Asia pada perdagangan kemarin juga mengalami tekanan hebat.

Kondisi global yang menjadi perhatian investor di pasar saham domestik, yaitu perang dagang antara AS dengan China, krisis Turki dan juga krisis Argentina dan tidak mencapai sepakatnya antara AS dan Kanada.

Sementara dari domestik, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat masih akan menjadi perhatian pelaku pasar hari ini.

Analis Saham Kiwoom Sekuritas Indonesia Johan Trihantoro mengatakan kedua faktor tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku pasar. Hal tersebut membentuk persepsi pelaku pasar ada ketidakpastian perkonomian global dan dalam negeri.

"Pertemuan Presiden RI bersama pejabat bidang ekonomi dan keuangan nasional terkait mengatasi sentimen negatif bagi perekonomian nasional temasuk nilai tukar rupiah diharapkan akan memberikan dampak positif," kata Johan.

Pelaku pasar berharap pemerintah, otoritas moneter (Bank Indonesia) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa saling menyesuaikan, untuk membantu pemuliah pasar surat berharga, portfolio, nilai tukar rupiah, dan kemudian dinamika sektor riil seperti ekspor dan impor.

Sementara itu, Panin Sekuritas fokus pada langkah pemerintah yang akan mematok tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor tertinggi sebesar 10% untuk produk hilir, seperti barang jadi dan konsumsi. Sementara, komoditas jenis bahan baku dan penolong dikenakan tarif impor lebih rendah, yakni 2,5%.


Pemerintah juga mengenakan pajak untuk produk intermediate dikenakan tarif 7,5%, berdasarkan aturan, tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 impor yang sebenarnya sudah ditetapkan bagi 900 komoditas.

Daftar barang konsumsi ini tercantum di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34 Tahun 2017. Di dalam beleid itu, tarif PPh impor dikenakan dengan level berbeda-beda untuk setiap komoditas, dari rentang 2,5 persen hingga 10 persen berdasarkan harga jualnya. Namun, tidak semua barang terkena kenaikan PPh impor. 
 
Sektor Pertambangan

Secara sektoral, lanjut riset Panin Sekuritas, sentimen negatif masih membayangi harga nikel global seiring dengan kekhawatiran pasca Presiden AS Donald Trump mencetuskan keluar dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kekhawatiran ini erat kaitannya dengan dampak terhadap perekonomian China yang merupakan produsen dan konsumen terbesar komoditas dunia.
 
Sementara itu, Indeks PMI Manufaktur Caixin China di Agustus berada di level 50,6 yang merupakan nilai terlemah sejak Juni 2017 dan di bawah estimasi ekonom sebesar 50,7. Data tersebut semakin meningkatkan kekhawatiran investor komoditas bahwa sektor manufaktur China mulai terhambat perang dagang.

Selain itu, pelemahan mata uang sejumlah negara berkembang dapat mendorong kenaikan ekspor yang tidak diimbangi dengan permintaan sehingga berpotensi terjadi oversupply. Stok nikel di Bursa Komoditas Shanghai sepanjang pekan lalu mengalami kenaikan sebesar +1,5% atau sebesar 260.000 ton dari posisi pekan sebelumnya.



(hps/hps) Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular