
Dolar AS Terkoreksi, Harga Batu Bara Mulai Rebound
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
30 August 2018 11:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara ICE Newcastle kontrak acuan ditutup menguat tipis 0,13% ke US$117,65/metrik ton (MT), pada perdagangan hari Rabu (29/08/2018).
Harga komoditas ini mampu rebound setelah sehari sebelumnya terkoreksi signifikan sebesar 1,18%, yang merupakan kejatuhan terparah sejak 30 Juli 2018. Energi positif bagi penguatan harga batu bara hari ini adalah permintaan yang kuat dari India dan mengendurnya penguatan dolar Amerika Serikat (AS).
Harga batu bara sebelumnya terkena sentimen negatif dari ekspektasi melambungnya pasokan global. Negara-negara produsen batu bara kini berlomba-lomba mengguyur pasokan pasar batu bara dunia, termasuk Indonesia. Dikutip dari Nota Keuangan RAPBN-2019, pemerintah Indonesia menargetkan kenaikan volume batu bara sebesar 28,3%, dari 413 juta ton di 2018 menjadi 530 juta ton di 2019.
Sebagai informasi, Indonesia merupakan pemasok utama batu bara ke China di semester I-2018. RI menyumbang 61,8 juta ton, atau sekitar 49% dari total impor batu bara Negeri Tirai Bambu di periode tersebut, mengutip data Reuters. Jumlah itu mampu meningkat 33,48% dari semester I-2017.
BACA: AS-Rusia-RI Siap Tambah Pasokan, Harga Batu Bara Anjlok 1,2%
Tidak hanya Indonesia, Rusia kini juga berencana untuk menambah pasokan batu bara ke Asia. Mengutip Reuters, Negeri Beruang Merah berniat untuk menggenjot ekspor batu baranya sebesar 50% ke Benua Kuning. Rusia bahkan sudah menyiapkan investasi sebesar 1,5 triliun Ruble Rusia (sekitar Rp324 triliun) untuk produksi dan transportasi batu bara.
Padahal, di sisi lain, permintaan batu bara dunia justru diekspektasikan melambat seiring mulai mengendurnya ekonomi negara konsumen utama. Pertumbuhan produksi industri China bulan Juli hanya naik 6% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 6,3% YoY.
Sementara itu, investasi aset tetap di Negeri Tirai Bambu juga hanya naik 5,5% YoY pada periode Januari-Juli 2018, meleset dari ekspektasi pasar yang meramalkan pertumbuhan sebesar 6% YoY. Pertumbuhan investasi aset tetap tersebut bahkan masih berada di level terendah sejak 1996, mengutip data Reuters.
Meski demikian, kemarin harga batu bara mendapatkan sentimen positif dari mulai mengendurnya penguatan dolar AS. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, tercatat sudah melemah selama 4 hari berturut-turut hingga perdagangan hari Rabu (29/08/2018).
Komoditas batu bara yang diperdagangkan dengan mata uang dolar AS akan relatif lebih murah, saat dolar AS terdepresiasi. Hal ini tentunya memberikan sentimen bahwa permintaan batu bara pun terkerek naik.
Selain itu, harga batu bara juga masih disokong oleh tingginya permintaan dari India, salah satu negara impotir si batu hitam terbesar. Meski harga batu bara terus naik sejak Mei 2018, impor batu bara Negeri Bollywood masih tercatat kuat di bulan Agustus 2018 ini. Berdasarkan data pelabuhan dan vessel-tracking yang dikompilasi Thomson Reuters, total impor batu bara India diproyeksikan mencapai 17,7 juta ton di bulan ini.
Jumlah itu bahkan lebih besar dari capaian bulan Juli 2018 sebesar 17,4 juta ton. Padahal, impor batu bara bulan lalu merupakan yang terbesar di tahun ini.
Kuatnya impor India ini nampaknya disebabkan oleh terhambatnya transportasi batu bara domestik dari tambang ke pembangkit listrik on-grid. Meski demikian, Tim Buckley, direktur studi finansial energi di Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), pembangkit listrik on-grid bukanlah satu-satunya konsumen batu bara di India.
Mengutip catatan Buckley pada Reuters, terdapat sekitar 30 gigawatts (GW) pembangkit listrik bertenaga batu bara yang digunakan oleh pengelolaan listrik swasembada, di antaranya smelter aluminium, pembuat semen, dan industri lainnya. Terlebih, industri-industri ini lebih bergantung pada batu bara impor, seiring permintaan mereka tidaklah diprioritaskan oleh Coal India (perusahaan tambang batu bara negara di India).
(RHG/gus) Next Article China Serap Batu Bara Australia, Harga Berangsur Naik
Harga komoditas ini mampu rebound setelah sehari sebelumnya terkoreksi signifikan sebesar 1,18%, yang merupakan kejatuhan terparah sejak 30 Juli 2018. Energi positif bagi penguatan harga batu bara hari ini adalah permintaan yang kuat dari India dan mengendurnya penguatan dolar Amerika Serikat (AS).
Sebagai informasi, Indonesia merupakan pemasok utama batu bara ke China di semester I-2018. RI menyumbang 61,8 juta ton, atau sekitar 49% dari total impor batu bara Negeri Tirai Bambu di periode tersebut, mengutip data Reuters. Jumlah itu mampu meningkat 33,48% dari semester I-2017.
BACA: AS-Rusia-RI Siap Tambah Pasokan, Harga Batu Bara Anjlok 1,2%
Tidak hanya Indonesia, Rusia kini juga berencana untuk menambah pasokan batu bara ke Asia. Mengutip Reuters, Negeri Beruang Merah berniat untuk menggenjot ekspor batu baranya sebesar 50% ke Benua Kuning. Rusia bahkan sudah menyiapkan investasi sebesar 1,5 triliun Ruble Rusia (sekitar Rp324 triliun) untuk produksi dan transportasi batu bara.
Padahal, di sisi lain, permintaan batu bara dunia justru diekspektasikan melambat seiring mulai mengendurnya ekonomi negara konsumen utama. Pertumbuhan produksi industri China bulan Juli hanya naik 6% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 6,3% YoY.
Sementara itu, investasi aset tetap di Negeri Tirai Bambu juga hanya naik 5,5% YoY pada periode Januari-Juli 2018, meleset dari ekspektasi pasar yang meramalkan pertumbuhan sebesar 6% YoY. Pertumbuhan investasi aset tetap tersebut bahkan masih berada di level terendah sejak 1996, mengutip data Reuters.
Meski demikian, kemarin harga batu bara mendapatkan sentimen positif dari mulai mengendurnya penguatan dolar AS. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, tercatat sudah melemah selama 4 hari berturut-turut hingga perdagangan hari Rabu (29/08/2018).
Komoditas batu bara yang diperdagangkan dengan mata uang dolar AS akan relatif lebih murah, saat dolar AS terdepresiasi. Hal ini tentunya memberikan sentimen bahwa permintaan batu bara pun terkerek naik.
Selain itu, harga batu bara juga masih disokong oleh tingginya permintaan dari India, salah satu negara impotir si batu hitam terbesar. Meski harga batu bara terus naik sejak Mei 2018, impor batu bara Negeri Bollywood masih tercatat kuat di bulan Agustus 2018 ini. Berdasarkan data pelabuhan dan vessel-tracking yang dikompilasi Thomson Reuters, total impor batu bara India diproyeksikan mencapai 17,7 juta ton di bulan ini.
Jumlah itu bahkan lebih besar dari capaian bulan Juli 2018 sebesar 17,4 juta ton. Padahal, impor batu bara bulan lalu merupakan yang terbesar di tahun ini.
Kuatnya impor India ini nampaknya disebabkan oleh terhambatnya transportasi batu bara domestik dari tambang ke pembangkit listrik on-grid. Meski demikian, Tim Buckley, direktur studi finansial energi di Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), pembangkit listrik on-grid bukanlah satu-satunya konsumen batu bara di India.
Mengutip catatan Buckley pada Reuters, terdapat sekitar 30 gigawatts (GW) pembangkit listrik bertenaga batu bara yang digunakan oleh pengelolaan listrik swasembada, di antaranya smelter aluminium, pembuat semen, dan industri lainnya. Terlebih, industri-industri ini lebih bergantung pada batu bara impor, seiring permintaan mereka tidaklah diprioritaskan oleh Coal India (perusahaan tambang batu bara negara di India).
(RHG/gus) Next Article China Serap Batu Bara Australia, Harga Berangsur Naik
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular