
AS-Rusia-RI Siap Tambah Pasokan, Harga Batu Bara Anjlok 1,2%
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
29 August 2018 11:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara ICE Newcastle kontrak acuan ditutup melemah 1,18% ke US$117,5/metrik ton (MT), pada perdagangan hari Selasa (28/08/2018).
Pelemahan sebesar itu menjadi yang terparah dalam hampir sebulan terakhir, atau sejak 30 Juli 2018. Sentimen naiknya pasokan global, di kala permintaan justru mulai melandai, menjadi pendorong utama turunnya harga batu bara.
Kekhawatiran akan lesunya permintaan pasca musim panas berlalu, nampaknya masih membayangi investor. "Kita akan melihat sebagian dari permintaan (batu bara) musim panas berkurang seiring datangnya temperatur yang lebih dingin, dan kita bergerak keluar dari puncak musim panas," ujar Pat Markey, Managing Director di perusahaan konsultan komoditas Sierra Vista Resources, seperti dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, harga batu bara mendapatkan berkah dari gelombang panas yang menyapu Asia Utara dan Eropa. Akibatnya, energi listrik yang digunakan menyalakan pendingin ruangan pun memuncak, sehingga memicu melambungnya permintaan batu bara untuk pembangkit listrik.
Merespon gelombang panas yang datang tersebut, impor batu bara dan lignit China bahkan mencapai 146 juta MT pada semester I-2018 lalu, atau naik 9,9% secara tahunan (year-on-year/YoY). Jumlah itu bahkan merupakan yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir.
Dengan mulai berlalunya musim panas, kini pelaku pasar pun mengkhawatirkan permintaan tersebut akan mulai berkurang. Terlebih, performa industri di China juga mulai melambat. Pertumbuhan produksi industri Negeri Panda bulan lalu juga hanya naik 6% YoY, lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 6,3% YoY.
Sementara itu, investasi aset tetap di China juga hanya naik 5,5% YoY pada periode Januari-Juli 2018, meleset dari ekspektasi pasar yang meramalkan pertumbuhan sebesar 6% YoY. Pertumbuhan investasi aset tetap tersebut bahkan masih berada di level terendah sejak 1996, mengutip data Reuters.
BACA: Harga Batu Bara Tertekan di Pekan Lalu, Ini Alasannya
Di saat permintaan diekspektasikan melambat, kini negara-negara produsen batu bara malah berlomba-lomba mengguyur pasokan pasar batu bara dunia, termasuk Indonesia. Harga batu bara yang tinggi nampaknya sudah cukup menggiurkan sekarang.
Dikutip dari Nota Keuangan RAPBN-2019, pemerintah Indonesia menargetkan kenaikan volume batu bara sebesar 28,3%, dari 413 juta ton di 2018 menjadi 530 juta ton di 2019.
Sebagai informasi, Indonesia merupakan pemasok utama batu bara ke China di semester I-2018. RI menyumbang 61,8 juta ton, atau sekitar 49% dari total impor batu bara Negeri Tirai Bambu di periode tersebut, mengutip data Reuters. Jumlah itu mampu meningkat 33,48% dari semester I-2017.
Tidak hanya Indonesia, Rusia kini juga berencana untuk menambah pasokan batu bara ke Asia. Mengutip Reuters, Negeri Beruang Merah berniat untuk menggenjot ekspor batu baranya sebesar 50% ke Benua Kuning. Rusia bahkan sudah menyiapkan investasi sebesar 1,5 triliun Ruble Rusia (sekitar Rp324 triliun) untuk produksi dan transportasi batu bara.
Terakhir, Amerika Serikat (AS) juga nampaknya masih membidik pasar Asia untuk mendistribusikan batu bara-nya. Mengutip Nikkei Asian Review, ekspor batu bara AS ke Asia sebenarnya sudah melonjak kencang sejak tahun lalu, yakni mencapai 32,8 juta short ton (1 short ton=907 kg) pada 2017, atau naik dua kali lipat dari 2016.
Menurut Nikkei, kuatnya ekspor batu bara Negeri Paman Sam ke Asia nampaknya masih akan berlanjut di tahun ini. Pada April 2018 lalu, ekspor batu bara AS ke Benua Kuning bahkan sudah mencapai level tertingginya sejak tahun 2013.
(RHG/gus) Next Article China Serap Batu Bara Australia, Harga Berangsur Naik
Pelemahan sebesar itu menjadi yang terparah dalam hampir sebulan terakhir, atau sejak 30 Juli 2018. Sentimen naiknya pasokan global, di kala permintaan justru mulai melandai, menjadi pendorong utama turunnya harga batu bara.
Sebelumnya, harga batu bara mendapatkan berkah dari gelombang panas yang menyapu Asia Utara dan Eropa. Akibatnya, energi listrik yang digunakan menyalakan pendingin ruangan pun memuncak, sehingga memicu melambungnya permintaan batu bara untuk pembangkit listrik.
Merespon gelombang panas yang datang tersebut, impor batu bara dan lignit China bahkan mencapai 146 juta MT pada semester I-2018 lalu, atau naik 9,9% secara tahunan (year-on-year/YoY). Jumlah itu bahkan merupakan yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir.
Dengan mulai berlalunya musim panas, kini pelaku pasar pun mengkhawatirkan permintaan tersebut akan mulai berkurang. Terlebih, performa industri di China juga mulai melambat. Pertumbuhan produksi industri Negeri Panda bulan lalu juga hanya naik 6% YoY, lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 6,3% YoY.
Sementara itu, investasi aset tetap di China juga hanya naik 5,5% YoY pada periode Januari-Juli 2018, meleset dari ekspektasi pasar yang meramalkan pertumbuhan sebesar 6% YoY. Pertumbuhan investasi aset tetap tersebut bahkan masih berada di level terendah sejak 1996, mengutip data Reuters.
BACA: Harga Batu Bara Tertekan di Pekan Lalu, Ini Alasannya
Di saat permintaan diekspektasikan melambat, kini negara-negara produsen batu bara malah berlomba-lomba mengguyur pasokan pasar batu bara dunia, termasuk Indonesia. Harga batu bara yang tinggi nampaknya sudah cukup menggiurkan sekarang.
Dikutip dari Nota Keuangan RAPBN-2019, pemerintah Indonesia menargetkan kenaikan volume batu bara sebesar 28,3%, dari 413 juta ton di 2018 menjadi 530 juta ton di 2019.
Sebagai informasi, Indonesia merupakan pemasok utama batu bara ke China di semester I-2018. RI menyumbang 61,8 juta ton, atau sekitar 49% dari total impor batu bara Negeri Tirai Bambu di periode tersebut, mengutip data Reuters. Jumlah itu mampu meningkat 33,48% dari semester I-2017.
Tidak hanya Indonesia, Rusia kini juga berencana untuk menambah pasokan batu bara ke Asia. Mengutip Reuters, Negeri Beruang Merah berniat untuk menggenjot ekspor batu baranya sebesar 50% ke Benua Kuning. Rusia bahkan sudah menyiapkan investasi sebesar 1,5 triliun Ruble Rusia (sekitar Rp324 triliun) untuk produksi dan transportasi batu bara.
Terakhir, Amerika Serikat (AS) juga nampaknya masih membidik pasar Asia untuk mendistribusikan batu bara-nya. Mengutip Nikkei Asian Review, ekspor batu bara AS ke Asia sebenarnya sudah melonjak kencang sejak tahun lalu, yakni mencapai 32,8 juta short ton (1 short ton=907 kg) pada 2017, atau naik dua kali lipat dari 2016.
Menurut Nikkei, kuatnya ekspor batu bara Negeri Paman Sam ke Asia nampaknya masih akan berlanjut di tahun ini. Pada April 2018 lalu, ekspor batu bara AS ke Benua Kuning bahkan sudah mencapai level tertingginya sejak tahun 2013.
(RHG/gus) Next Article China Serap Batu Bara Australia, Harga Berangsur Naik
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular