Harga Batu Bara Tertekan di Pekan Lalu, Ini Alasannya

Raditya Hanung & Raditya Hanung & Wahyu Daniel, CNBC Indonesia
27 August 2018 12:00
Harga batu bara ICE Newcastle kontrak acuan ditutup terkoreksi 0,08% di sepanjang pekan lalu.
Foto: REUTERS/Beawiharta/File Photo
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga batu bara ICE Newcastle kontrak acuan ditutup terkoreksi 0,08% di sepanjang pekan lalu. Harga batu bara bahkan sempat melemah 7 hari berturut-turut, sebelum akhirnya pada penutupan perdagangan hari Jumat (24/08/2018) ditutup menguat 0,64% ke US$117,9/metrik ton.

Baca: Genap 7 Hari Harga Batu Bara Ada di Zona Merah

Awan hitam memang masih menyelimuti perdagangan batu bara. Selain ekspektasi perlambatan permintaan akibat berakhirnya musim panas di sejumlah wilayah di Belahan Bumi Utara, kini investor pun dibuat tegang oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang loyo serta kembali panasnya perang dagang Amerika Serikat (AS)-China.



Berikut ringkasan sejumlah sentimen negatif bagi harga batu bara yang berhasil dihimpun oleh tim riset CNBC Indonesia.

Pertama, kekhawatiran akan lesunya permintaan pasca musim panas berlalu. "Kita akan melihat sebagian dari permintaan (batu bara) musim panas berkurang seiring datangnya temperatur yang lebih dingin, dan kita bergerak keluar dari puncak musim panas," ujar Pat Markey, Managing Director di perusahaan konsultan komoditas Sierra Vista Resources, seperti dikutip dari Reuters.

Sebelumnya, harga batu bara mendapatkan berkah dari gelombang panas yang menyapu Asia Utara dan Eropa. Akibatnya, energi listrik yang digunakan menyalakan pendingin ruangan pun memuncak, sehingga memicu meroketnya permintaan batu bara untuk pembangkit listrik.

Kedua, pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai lesu. Hal ini diindikasikan oleh data-data ekonomi China yang mengecewakan. Sebagai catatan, Negeri Tirai Bambu juga merupakan negara pengimpor batu bara terbesar di dunia saat ini.Pertumbuhan penjualan ritel China hanya naik sebesar 8,8% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada bulan Juli 2018, turun dari 9% YoY pada bulan sebelumnya, serta naik lebih lambat dari ekspektasi pasar sebesar 9,1% YoY.

Kemudian, pertumbuhan produksi industri Negeri Panda bulan lalu juga hanya naik 6% YoY, lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 6,3% YoY.
Sementara itu, investasi aset tetap di China juga hanya naik 5,5% YoY pada periode Januari-Juli 2018, meleset dari ekspektasi pasar yang meramalkan pertumbuhan sebesar 6% YoY. Pertumbuhan investasi aset tetap tersebut bahkan masih berada di level terendah sejak 1996, mengutip data Reuters.

Ketiga, harga batu bara juga masih dipengaruhi oleh eskalasi tensi perang dagang AS-China. Pada pertengahan pekan lalu, AS telah resmi menaikkan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$16 miliar menjadi 25%. Beberapa produk yang terpengaruh kebijakan ini diantaranya adalah semikonduktor, bahan kimia, plastik, dan sepeda motor.

Di waktu yang bersamaan, China juga mengaktifkan bea masuk balasan bagi sejumlah produk asal AS bernilai sama (US$16 miliar), yang mencakup bahan bakar (termasuk batu bara), produk-produk baja, mobil, dan peralatan medis, seperti dilaporkan kantor berita negara Xinhua mengutip pengumuman dari Komisi Bea Cukai China.

Sebagai informasi, sejak tanggal 22 Agustus, AS dan China sebenarnya telah resmi menggelar perundingan dagang di Washington.  Namun, pertemuan itu akhirnya berujung anti-klimaks, tanpa terobosan apapun. Kini, kedua raksasa ekonomi dunia itu telah saling mengenakan bea masuk terhadap produk senilai masing-masing US$50 miliar dan menambah kecemasan akan terhambatnya pertumbuhan global.

Para ekonom telah mengatakan bahwa setiap produk senilai US$100 miliar yang terkena bea impor baru, akan menurunkan perdagangan global sekitar 0,5%. Saat aktivitas ekonomi dan perdagangan global melambat, maka permintaan energi pun akan berkurang.

Meski demikian, jatuhnya harga batu bara pada pekan lalu terbatas oleh produksi batu bara Beijing yang mengalami penurunan sebesar 2% YoY ke angka 281,5 juta MT pada Juli 2018. Penyebabnya adalah inspeksi lingkungan yang dilakukan oleh Pemerintah China pada sejumlah sentra produksi batu bara, yang dimulai pada bulan Juni 2018 lalu.

Akibatnya, impor batu bara Negeri Tirai Bambu pun masih tercatat cukup tinggi di bulan lalu. Mengutip data Reuters, impor batu bara China bulan lalu naik 14% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke 29,01 juta ton, tertinggi dalam 4,5 tahun.    


Next Article Terpukul Pandemi, Harga Batu Bara Bisa di Bawah USD 50/ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular