
Impor Barang Konsumsi Tinggi, Ini yang Paling Deras Masuk RI
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
28 August 2018 13:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memutuskan hanya akan menghambat impor barang konsumsi melalui instrumen kenaikan Pajak Penghasilan (PPh) untuk barang-barang impor. PPh impor yang dimaksud adalah PPh Pasal 22 yang dikenakan ke badan usaha yang antara lain melakukan kegiatan impor.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan saat ini terdapat 900 barang impor yang sudah kena tarif berkisar 2,5% hingga 7,5%. Dari setiap barang impor tersebut, pemerintah kemudian akan memutuskan berapa kenaikan besaran PPh yang ditetapkan, bergantung dari ketersediaan barang substitusi yang ada di dalam negeri.
Lantas, dari 900 komoditas impor tersebut, barang-barang apa saja yang paling banyak diimpor oleh Indonesia?
Sebelumnya, perlu diketahui bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 34 Tahun 2017 tentang Pemungutan PPh Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, pungutan PPh Pasal 22 oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap barang impor terbagi dalam beberapa layer, sebagai berikut:
Berdasarkan penelitian Tim Riset CNBC Indonesia, barang impor jenis konsumsi yang dikenai pajak 10% (kategori 1) ternyata didominasi oleh alat elektronik, berbagai jenis sepatu/alas kaki, tas/koper, perabotan rumah tangga/kantor, hingga kaca mata.
Komoditas Air Conditioner (AC) (kapasitas kurang dari 26,38 kW dan ditempel di jendela/dinding) menjadi barang konsumsi yang paling banyak diimpor di kategori ini, dengan nilai impor tahun 2017 mencapai US$239,41 juta (Rp3,47 triliun, menggunakan kurs Rp14.500/US$).
Capaian itu disusul oleh sepatu bersol luar karet/plastik selain sepatu olah raga (yang tidak menutupi mata kaki dan tidak mempunyai logam pelindung jari), dengan nilai impor tahun 2017 mencapai US$102,78 juta (Rp1,49 triliun).
Berikut daftar 10 besar barang impor terkena PPh 22 sebesar 10%, yang paling banyak diimpor RI pada tahun 2017, berdasarkan data BPS.
Kemudian, untuk barang impor jenis konsumsi yang dikenai pajak 7,5% (kategori 2) didominasi oleh laptop/notebook, telepon seluler, berbagai jenis mobil, perabotan rumah tangga, tas tangan/sekolah, arloji, hingga celana panjang pria/anak laki-laki.
Komoditas laptop (termasuk notebook dan sub-notebook) menjadi barang konsumsi yang paling banyak diimpor di kategori ini, dengan nilai impor tahun 2017 mencapai US$924,43 juta (Rp13,4 triliun). Capaian itu disusul oleh telepon untuk jaringan seluler (atau jaringan nirkabel lainnya), dengan nilai impor tahun 2017 mencapai US$416,72 juta (Rp6,04 triliun).
Berikut daftar 10 besar barang impor terkena PPh 22 sebesar 7,5%, yang paling banyak diimpor tanah air pada tahun 2017.
Sementara itu, untuk barang impor jenis konsumsi selain yang masuk kategori di atas dan selain gandum, kedelai, tepung terigu, yang dikenai pajak 2,5% (kategori 3), didominasi oleh komoditas bahan bakar minyak dan gas.
Komoditas minyak diesel kendaraan bermotor menjadi barang konsumsi yang paling banyak diimpor di kategori ini, dengan nilai impor tahun 2017 mencapai US$2.814,34 juta (Rp40,81 triliun). Capaian itu disusul oleh butana cair dan propana cair, masing-masing sebesar US$1.431,43 juta (Rp20,76 triliun) dan US$1275,33 juta (Rp18,49 triliun).
Dilihat dari nilai impornya, impor produk migas memang berkontribusi amat signifikan bagi total nilai impor barang konsumsi Indonesia. Dengan PPh Pasal 22 hanya sebesar 2,5%, relatif lebih kecil dibandingkan produk-produk lainnya, impor komoditas ini memang seolah tidak terbendung. Ditambah, konsumsi Bahan Bakar Minyak dan Gas nasional pun terus melaju kencang.
Sebagai informasi, dari defisit perdagangan sebesar US$2,03 miliar pada bulan Juli 2018, sebagian besarnya disumbangkan oleh defisit neraca perdagangan migas yang mencapai US$1,19 miliar. Artinya, jebloknya defisit migas menyumbang nyaris 60% dari defisit neraca perdagangan nasional pada bulan lalu.
(RHG/RHG) Next Article Banjir Barang Impor Dari Mesin Pesawat sampai Ampas Makanan
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan saat ini terdapat 900 barang impor yang sudah kena tarif berkisar 2,5% hingga 7,5%. Dari setiap barang impor tersebut, pemerintah kemudian akan memutuskan berapa kenaikan besaran PPh yang ditetapkan, bergantung dari ketersediaan barang substitusi yang ada di dalam negeri.
Lantas, dari 900 komoditas impor tersebut, barang-barang apa saja yang paling banyak diimpor oleh Indonesia?
- Sejumlah barang tertentu dikenai pajak sebesar 10% dari nilai impor, dengan atau tanpa menggunakan Angka Pengenal Impor (API)
- Sejumlah barang tertentu lainnya dikenai pajak sebesar 7,5% dari nilai impor, dengan atau tanpa menggunakan API
- Barang berupa kedelai, gandum, dan tepung terigu dikenai pajak sebesar 0,5% dari nilai impor dengan menggunakan API
- Barang selain yang disebut pada huruf a,b, dan c yang menggunakan API, dikenai pajak sebesar 2,5% dari nilai impor
- Barang sebagaimana disebut pada huruf c dan d yang tidak menggunakan API, dikenai pajak sebesar 7,5% dari nilai impor
- Barang yang tidak dikuasai, dikenai pajak sebesar 7,5% dari harga jual lelang
Berdasarkan penelitian Tim Riset CNBC Indonesia, barang impor jenis konsumsi yang dikenai pajak 10% (kategori 1) ternyata didominasi oleh alat elektronik, berbagai jenis sepatu/alas kaki, tas/koper, perabotan rumah tangga/kantor, hingga kaca mata.
Komoditas Air Conditioner (AC) (kapasitas kurang dari 26,38 kW dan ditempel di jendela/dinding) menjadi barang konsumsi yang paling banyak diimpor di kategori ini, dengan nilai impor tahun 2017 mencapai US$239,41 juta (Rp3,47 triliun, menggunakan kurs Rp14.500/US$).
Capaian itu disusul oleh sepatu bersol luar karet/plastik selain sepatu olah raga (yang tidak menutupi mata kaki dan tidak mempunyai logam pelindung jari), dengan nilai impor tahun 2017 mencapai US$102,78 juta (Rp1,49 triliun).
Berikut daftar 10 besar barang impor terkena PPh 22 sebesar 10%, yang paling banyak diimpor RI pada tahun 2017, berdasarkan data BPS.
Kemudian, untuk barang impor jenis konsumsi yang dikenai pajak 7,5% (kategori 2) didominasi oleh laptop/notebook, telepon seluler, berbagai jenis mobil, perabotan rumah tangga, tas tangan/sekolah, arloji, hingga celana panjang pria/anak laki-laki.
Komoditas laptop (termasuk notebook dan sub-notebook) menjadi barang konsumsi yang paling banyak diimpor di kategori ini, dengan nilai impor tahun 2017 mencapai US$924,43 juta (Rp13,4 triliun). Capaian itu disusul oleh telepon untuk jaringan seluler (atau jaringan nirkabel lainnya), dengan nilai impor tahun 2017 mencapai US$416,72 juta (Rp6,04 triliun).
Berikut daftar 10 besar barang impor terkena PPh 22 sebesar 7,5%, yang paling banyak diimpor tanah air pada tahun 2017.
Sementara itu, untuk barang impor jenis konsumsi selain yang masuk kategori di atas dan selain gandum, kedelai, tepung terigu, yang dikenai pajak 2,5% (kategori 3), didominasi oleh komoditas bahan bakar minyak dan gas.
Komoditas minyak diesel kendaraan bermotor menjadi barang konsumsi yang paling banyak diimpor di kategori ini, dengan nilai impor tahun 2017 mencapai US$2.814,34 juta (Rp40,81 triliun). Capaian itu disusul oleh butana cair dan propana cair, masing-masing sebesar US$1.431,43 juta (Rp20,76 triliun) dan US$1275,33 juta (Rp18,49 triliun).
Dilihat dari nilai impornya, impor produk migas memang berkontribusi amat signifikan bagi total nilai impor barang konsumsi Indonesia. Dengan PPh Pasal 22 hanya sebesar 2,5%, relatif lebih kecil dibandingkan produk-produk lainnya, impor komoditas ini memang seolah tidak terbendung. Ditambah, konsumsi Bahan Bakar Minyak dan Gas nasional pun terus melaju kencang.
Sebagai informasi, dari defisit perdagangan sebesar US$2,03 miliar pada bulan Juli 2018, sebagian besarnya disumbangkan oleh defisit neraca perdagangan migas yang mencapai US$1,19 miliar. Artinya, jebloknya defisit migas menyumbang nyaris 60% dari defisit neraca perdagangan nasional pada bulan lalu.
(RHG/RHG) Next Article Banjir Barang Impor Dari Mesin Pesawat sampai Ampas Makanan
Most Popular