Internasional

Wacana Impeachment Mengemuka, Trump 'Ancam' Pasar Saham

Prima Wirayani, CNBC Indonesia
25 August 2018 12:27
Wacana Impeachment Mengemuka, Trump 'Ancam' Pasar Saham
Foto: REUTERS/Leah Millis
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengalami hari yang suram pada Selasa (21/8/2018) lalu ketika dua orang dekatnya terjerat hukum di hari yang sama.

Mantan pengacara pribadinya, Michael Cohen, mengaku bersalah melakukan tindak pidana pelanggaran keuangan kampanye. Ia membayar sejumlah uang pada masa kampanye pilpres 2016 untuk membungkam dua perempuan yang diduga berhubungan intim dengan Trump.
Ia mengaku tindakan itu dilakukan atas perintah salah satu kandidat, yang mengindikasikan keterlibatan sang presiden. Ini menjadikan Trump salah satu konspirator meskipun ia belum dituntut pengadilan.

Meskipun Cohen tidak menyebut nama kedua perempuan itu, publik meyakini mereka adalah bintang porno Stormy Daniels dan model majalah Playboy Karen McDougal.

Mantan manajer kampanye Donald Trump, Paul ManafortFoto: REUTERS/Yuri Gripas
Mantan manajer kampanye Donald Trump, Paul Manafort

Sementara itu, manajer kampanye Trump, Paul Manafort, divonis bersalah atas delapan tindakan penipuan bank.

Jaksa wilayah Manhattan, AS, juga dikabarkan sedang mempertimbangkan untuk memeriksa Trump Organization yang membayar reimbursement uang tutup mulut kepada Cohen, New York Times melaporkan.

Wacana melengserkan sang pesiden pun mengemuka. Namun, dalam wawancaranya dengan Fox, Trump cukup percaya diri ia akan tetap memegang kekuasaannya meskipun badai politik dan hukum menghadang.

"Saya harus katakan pada Anda, jika saya dicopot, saya kira pasar akan jatuh, saya kira semua orang akan jadi sangat miskin," kata Trump dalam wawancara yang ditayangkan hari Kamis itu.

"Saya tidak tahu bagaimana Anda bisa meng-impeach seseorang dengan kinerja yang luar biasa," tambahnya, dikutip dari CNBC International.

Mantan pengacara pribadi Donald Trump, Michael CohenFoto: REUTERS/Stephanie Keith
Mantan pengacara pribadi Donald Trump, Michael Cohen
Pengacara pribadi sang presiden yang juga juru bicaranya, Rudy Giuliani, mengungkapkan peringatan serupa dan mengisyaratkan akan terjadinya kekacauan politik bila Trump dilengserkan.

"Anda hanya bisa meng-impeach seseorang dengan alasan politis dan warga Amerika akan berevolusi melawannya," ujarnya kepada Sky News sambil bermain golf di Skotlandia.

Menurut konstitusi AS, seorang presiden dapat dicopot dari jabatannya oleh Kongres dengan alasan "pengkhianatan, suap, atau kejahatan berat lainnya dan tindak pidana ringan".


Ucapan Trump ternyata disanggah oleh beberapa analis Wall Street.

Meskipun investor terkenal tidak menyukai ketidakpastian, para analis mengatakan bursa AS tetap fokus pada kecemasan yang lebih material, seperti kebijakan perdagangan protektif Trump yang dapat berdampak buruk pada pertumbuhan ekonomi AS.

"Pasar tidak sentimentil," kata chief market strategist di B. Riley FBR, Art Hogan, dikutip dari CBSnews.com, hari Jumat (24/8/2018).

Turunnya presiden dari jabatannya bahkan bisa jadi menguntungkan bagi pasar saham karena tingginya ketidakpuasan dunia usaha atasĀ kebijakan perdagangan Trump. Mantan taipan properti itu telah membuat AS bermusuhan dengan China, Eropa, dan perekonomian besar lainnya di dunia.

Kebiasaan Twitter Trump juga tidak akan dirindukan, kata Hogan.

Pasar justru menganggap positif hilangnya cuitan-cuitan sang presiden yang menggangu, ujarnya.

Sejarah juga mendukung pendapat ini.

Selama Skandal Watergate ketika Presiden Richard Nixon mengundurkan diri, saham turun tajam. Indeks S&P 500 anjlok lebih dari 20% sepanjang periode terbongkarnya skandal Watergate dan pengunduran diri Nixon.

Namun, bursa saham sebenarnya telah melemah sebelum drama Watergate menyeruak, menurut catatan riset Capital Economics. Pelemahan itu terjadi akibat penurunan pertumbuhan ekonomi yang dalam sebagai dampak dari embargo minyak OPEC dan lonjakan inflasi.

Indeks saham justru berbalik menguat saat Nixon lengser.

Setelah Presiden Bill Clinton di-impeach pada 1998 atas tuduhan sumpah palsu dan menghalangi keadilan pun, pasar saham menguat tajam.

Ketika perhatian seluruh negara tertuju pada kekacauan politik dan kasus personal sang presiden, sebagian investor justru mengabaikannya dan memilih mencermati era booming-nya laba perusahaan, tingginya pertumbuhan gaji, rendahnya angka pengangguran, dan kenaikan sektor teknologi.

Pelajaran yang dapat diambil dari kejadian tersebut, kata para ahli, adalah Wall Street cenderung berkonsentrasi pada risiko yang dapat dihitungnya. Isu-isu seperti itu biasanya adalah pajak dan kebijakan perdagangan, angka pengangguran, gaji, dan laba perusahaan.

"Tentu saja tidak adil bila kita sepenuhnya mengabaikan pengaruh politik," kata Capital Economics.

Namun tetap saja, tambahnya, "Secara umum kami berpendapat pengaruh politik akan tetap kecil."



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular