
Harga Emas Stabil Tapi Dihantui Perang Dagang
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
24 August 2018 11:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas COMEX kontrak pengiriman Desember 2018 bergerak stabil cenderung melemah sebesar 0,02% ke US$1.193,7/troy ounce, pada perdagangan hari ini Jumat (24/08/2018) hingga pukul 11.00 WIB hari ini.
Harga sang logam mulia masih bergerak stabil pasca pada perdagangan kemarin ditutup melemah nyaris 1%. Pemberat bagi pergerakan harga emas kemarin datang dolar Amerika Serikat (AS) yang perkasa menyambut rilis rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi Agustus 2018.
Dalam rapat tersebut, The Fed memang menahan suku bunga acuan di 1,75-2%, namun di dalam dinamika rapat tergambar jelas bahwa Jerome Powell cs masih pro kebijakan moneter ketat.
Saat ini, The Fed melihat perekonomian AS, baik itu dari sisi pengusaha maupun rumah tangga, sedang dalam momentum yang baik. Oleh karena itu, ekonomi akan tumbuh dan menciptakan dampak inflasi. Melihat hal tersebut, The Fed tidak akan lagi menyebut kebijakan moneter sebagai instrumen untuk mendorong perekonomian.
Artinya, investor masih memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga dua kali lagi sampai akhir tahun, atau menjadi empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dari perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali selama 2018. Dengan kenaikan suku bunga, maka berinvestasi di aset-aset berbasis greenback menjadi lebih menguntungkan karena imbalannya naik.
Seperti diketahui, aset berdenominasi dolar AS seperti emas akan sensitif terhadap pergerakan mata uang tersebut. Terdepresiasinya dolar AS akan membuat emas relatif lebih murah untuk pemegang mata uang asing selain greenback. Sebaliknya, kuatnya dolar AS akan membuat emas relatif lebih mahal, sehingga menekan permintaan komoditas ini.
Meski demikian, Dollar Index yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, cenderung tertekan pada hari ini. Hingga pukul 11.00 WIB, indeks ini bergerak melemah 0,08%.
Setelah Dollar Index kemarin menguat hingga 0,55%, investor nampaknya mulai merealisasikan keuntungannya pada hari ini. Sebagai catatan, sepanjang bulan Agustus, indeks ini masih tercatat menguat 1,24% hingga perdagangan kemarin. Sejak awal tahun 2018, Dollar Index malah sudah naik sebesar 3,84%.
Selain itu, ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS yang lebih agresif juga sebenarnya masih agak samar-samar. Sejauh ini, yang agak terkonfirmasi adalah kenaikan pada September dengan kemungkinan 96% berdasarkan CME Fedwatch. Kenaikan berikutnya diperkirakan terjadi pada Desember, yang menurut CME Fedwatch punya probabilitas 62,8%. Lumayan tinggi, tetap belum cukup kuat.
Apalagi ada komentar dari Raphael Bostic, Presiden The Fed Atlanta, yang menyatakan masih ada potensi The Fed hanya akan menaikkan suku bunga kebijakan tiga kali sepanjang 2018.
"Kami (The Fed) masih punya ruang dengan menaikkan suku bunga acuan tiga kali (sepanjang 2018). Saya masih percaya dengan itu," kata Bostic belum lama ini, mengutip Reuters.
Agak melandainya dolar AS lantas dimanfaatkan harga emas untuk memutus tren koreksinya kemarin, dan bergerak relatif stabil. Namun, bukan berarti harga emas bisa bernafas lega. Dolar AS bisa mendapatkan energi setelah pembicaraan dagang AS-China di Washington berakhir garing.
Situasi ini membuat investor cemas perang dagang AS vs China justru memanas. Apalagi kemarin AS mengenakan bea masuk 25% untuk importasi produk-produk China senilai US$16 miliar. Dalam waktu yang bersamaan, Negeri Panda pun melakukan kebijakan serupa, bea masuk 25% untuk impor produk-produk made in USA senilai US$16 miliar.
Isu perang dagang membuat investor kembali memilih untuk bermain aman dengan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang. Salah satu pilihan investor adalah dolar AS dan aset-aset berbasis mata uang ini. Akibatnya, dolar AS masih berpotensi kembali ke zona hijau.
Investor juga nampaknya akan mencari petunjuk lebih lanjut dari pidato Powell di Jackson Hole Meeting. Apabila Powell memberikan kode-kode mengenai kenaikan suku bunga empat kali, maka dolar AS bisa kembali menggila.
(RHG/gus) Next Article China Serang AS Via WTO, Harga Emas Terendah Dalam 2 Pekan
Harga sang logam mulia masih bergerak stabil pasca pada perdagangan kemarin ditutup melemah nyaris 1%. Pemberat bagi pergerakan harga emas kemarin datang dolar Amerika Serikat (AS) yang perkasa menyambut rilis rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi Agustus 2018.
Saat ini, The Fed melihat perekonomian AS, baik itu dari sisi pengusaha maupun rumah tangga, sedang dalam momentum yang baik. Oleh karena itu, ekonomi akan tumbuh dan menciptakan dampak inflasi. Melihat hal tersebut, The Fed tidak akan lagi menyebut kebijakan moneter sebagai instrumen untuk mendorong perekonomian.
Artinya, investor masih memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga dua kali lagi sampai akhir tahun, atau menjadi empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dari perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali selama 2018. Dengan kenaikan suku bunga, maka berinvestasi di aset-aset berbasis greenback menjadi lebih menguntungkan karena imbalannya naik.
Seperti diketahui, aset berdenominasi dolar AS seperti emas akan sensitif terhadap pergerakan mata uang tersebut. Terdepresiasinya dolar AS akan membuat emas relatif lebih murah untuk pemegang mata uang asing selain greenback. Sebaliknya, kuatnya dolar AS akan membuat emas relatif lebih mahal, sehingga menekan permintaan komoditas ini.
Meski demikian, Dollar Index yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, cenderung tertekan pada hari ini. Hingga pukul 11.00 WIB, indeks ini bergerak melemah 0,08%.
Setelah Dollar Index kemarin menguat hingga 0,55%, investor nampaknya mulai merealisasikan keuntungannya pada hari ini. Sebagai catatan, sepanjang bulan Agustus, indeks ini masih tercatat menguat 1,24% hingga perdagangan kemarin. Sejak awal tahun 2018, Dollar Index malah sudah naik sebesar 3,84%.
Selain itu, ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS yang lebih agresif juga sebenarnya masih agak samar-samar. Sejauh ini, yang agak terkonfirmasi adalah kenaikan pada September dengan kemungkinan 96% berdasarkan CME Fedwatch. Kenaikan berikutnya diperkirakan terjadi pada Desember, yang menurut CME Fedwatch punya probabilitas 62,8%. Lumayan tinggi, tetap belum cukup kuat.
Apalagi ada komentar dari Raphael Bostic, Presiden The Fed Atlanta, yang menyatakan masih ada potensi The Fed hanya akan menaikkan suku bunga kebijakan tiga kali sepanjang 2018.
"Kami (The Fed) masih punya ruang dengan menaikkan suku bunga acuan tiga kali (sepanjang 2018). Saya masih percaya dengan itu," kata Bostic belum lama ini, mengutip Reuters.
Agak melandainya dolar AS lantas dimanfaatkan harga emas untuk memutus tren koreksinya kemarin, dan bergerak relatif stabil. Namun, bukan berarti harga emas bisa bernafas lega. Dolar AS bisa mendapatkan energi setelah pembicaraan dagang AS-China di Washington berakhir garing.
Situasi ini membuat investor cemas perang dagang AS vs China justru memanas. Apalagi kemarin AS mengenakan bea masuk 25% untuk importasi produk-produk China senilai US$16 miliar. Dalam waktu yang bersamaan, Negeri Panda pun melakukan kebijakan serupa, bea masuk 25% untuk impor produk-produk made in USA senilai US$16 miliar.
Isu perang dagang membuat investor kembali memilih untuk bermain aman dengan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang. Salah satu pilihan investor adalah dolar AS dan aset-aset berbasis mata uang ini. Akibatnya, dolar AS masih berpotensi kembali ke zona hijau.
Investor juga nampaknya akan mencari petunjuk lebih lanjut dari pidato Powell di Jackson Hole Meeting. Apabila Powell memberikan kode-kode mengenai kenaikan suku bunga empat kali, maka dolar AS bisa kembali menggila.
(RHG/gus) Next Article China Serang AS Via WTO, Harga Emas Terendah Dalam 2 Pekan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular