
Darmin Bicara Lampu Kuning CAD Dan Penguatan Rupiah
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
23 August 2018 09:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang sudah mencapai 3% dari PDB merupakan lampu kuning bagi pemerintah dan Bank Indonesia.
"Tadinya, akhir tahun lalu defisit transaksi berjalan kita rendah, kalau tidak salah cuma 2,2% dari PDB. Tiba-tiba sekarang dia melejit di atas 2,5%. Dan memang kalau dia sudah 3% atau lebih, itu [pemerintah] selalu sudah harus mulai menganggap itu lampu kuning, kalau sudah 3%," ujar Darmin usai shalat Idul Adha di Masjid Al-Hakim, Pancoran, Rabu (22/8/2018).
(roy) Next Article Transaksi Berjalan -3%, Menko Darmin: Kita Siapkan Langkah
"Tadinya, akhir tahun lalu defisit transaksi berjalan kita rendah, kalau tidak salah cuma 2,2% dari PDB. Tiba-tiba sekarang dia melejit di atas 2,5%. Dan memang kalau dia sudah 3% atau lebih, itu [pemerintah] selalu sudah harus mulai menganggap itu lampu kuning, kalau sudah 3%," ujar Darmin usai shalat Idul Adha di Masjid Al-Hakim, Pancoran, Rabu (22/8/2018).
Sebagai informasi, defisit transaksi berjalan selama kuartal II-2018 tercatat sudah sebesar US$ 8,03 miliar atau 3,04% dari PDB.
Darmin pun menjabarkan serangkaian langkah yang disiapkan pemerintah untuk mengurangi defisit transaksi berjalan, di antaranya perluasan penerapan bauran minyak sawit (biofuel) dalam bahan bakar solar sebanyak 20% (B20), penambahan kuota produksi batu bara hingga 100 juta ton untuk mendorong ekspor serta menghidupkan kembali kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
Dia memperingatkan bahwa defisit transaksi berjalan bukan hal yang bisa serta-merta dibetulkan atau diobati secara instan. Alasannya, perekonomian dunia saat ini sedang dipenuhi ketidakpastian akibat perang dagang dan kebijakan reaktif AS.
Namun di sisi lain, dia meyakini bahwa kurs rupiah kini perlahan-lahan sudah mulai bergerak menguat terhadap dolar AS, untuk mencari posisi keseimbangan terbarunya.
"Artinya begini, sebenarnya pergerakan ini sudah lebih besar dari yang seharusnya. Rupiah akan mencari posisinya kembali, walaupun selalu bisa diinterupsi oleh situasi-situasi yang kita tidak tahu apa. Kalau 2 minggu lalu kan ada [krisis lira] Turki, minggu depan nggak tahu apa, kita bisa kena lagi. Ya memang begitu," jelasnya.
"Tapi jangan dianggap itu bencana besar. Ini persoalan yang memang harus terjadi dengan hubungan-hubungan antar negara yang sedang berubah di dunia ini," imbuhnya.
Mantan Gubernur BI ini juga mengingatkan bahwa normalisasi kebijakan moneter di AS masih akan terus terjadi sampai tahun depan, sehingga tentu akan menjadi pemicu fluktuasi rupiah.
Dia memperingatkan bahwa defisit transaksi berjalan bukan hal yang bisa serta-merta dibetulkan atau diobati secara instan. Alasannya, perekonomian dunia saat ini sedang dipenuhi ketidakpastian akibat perang dagang dan kebijakan reaktif AS.
Namun di sisi lain, dia meyakini bahwa kurs rupiah kini perlahan-lahan sudah mulai bergerak menguat terhadap dolar AS, untuk mencari posisi keseimbangan terbarunya.
"Artinya begini, sebenarnya pergerakan ini sudah lebih besar dari yang seharusnya. Rupiah akan mencari posisinya kembali, walaupun selalu bisa diinterupsi oleh situasi-situasi yang kita tidak tahu apa. Kalau 2 minggu lalu kan ada [krisis lira] Turki, minggu depan nggak tahu apa, kita bisa kena lagi. Ya memang begitu," jelasnya.
"Tapi jangan dianggap itu bencana besar. Ini persoalan yang memang harus terjadi dengan hubungan-hubungan antar negara yang sedang berubah di dunia ini," imbuhnya.
Mantan Gubernur BI ini juga mengingatkan bahwa normalisasi kebijakan moneter di AS masih akan terus terjadi sampai tahun depan, sehingga tentu akan menjadi pemicu fluktuasi rupiah.
(roy) Next Article Transaksi Berjalan -3%, Menko Darmin: Kita Siapkan Langkah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular