RI Dapat Utangan Lagi dari ADB Rp 14,5 T

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
21 August 2018 18:12
Indonesia akan mendapat sumber utang baru dari ADB senilai US$ 1 miliar atau Rp 14,5 triliun (kurs US$ 1= Rp 14.500).
Foto: REUTERS/Cheryl Ravelo
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia akan mendapat sumber utang baru dari Asian Development Bank (ADB) senilai US$ 1 miliar atau Rp 14,5 triliun (kurs US$ 1= Rp 14.500). Pinjaman ini ditujukan untuk mereformasi fiskal serta mendukung investasi di dalam negeri.

Dilansir Reuters, Selasa (21/8/2018), pinjaman tahap pertama senilai US$ 500 juta atau Rp 7,25 triliun dialokasikan untuk program penyusunan anggaran termasuk untuk meningkatkan transparansi serta pengawasan alokasi oleh pemerintah. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan anggaran, sehingga dapat berkontribusi maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Pinjaman tahap kedua dengan nilai yang sama, ditujukan untuk meningkatkan investasi. Seiring dengan program pembangunan yang digalakkan oleh Presiden Joko Widodo, memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit. Oleh sebab itu, adanya bantuan dari ADB menjadi alternatif bagi pemerintah.

Adanya pinjaman ini semakin memperkuat perkiraan jika rasio utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akan terus meningkat. Hal ini sempat menjadi bola panas di kalangan pemerintah. Terlebih baru-baru ini, perdebatan antara Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulfikli Hasan dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani.

Menurut Zulkifli, utang pemerintah yang saat ini dianggap sudah di luar batas kewajaran. "Masalah pengelolaan utang, mencegah krisis secara dini ini harus diselesaikan. Pola utang tak bisa aman dengan rasio 30%," kata Zulkifli.

"Beban utang pemerintah Rp 400 triliun di 2018. Ini setara tujuh kali dana desa di seluruh Indonesia. Sudah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar," jelasnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membantah kritikan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan terkait utang pemerintah yang dinilai semakin mengkhawatirkan.

Berbicara di Hotel Borobudur, Sri Mulyani menegaskan, beban utang pemerintah yang mencapai Rp 400 triliun tahun ini merupakan sebuah posisi yang normal.

"Ini adalah suatu hal yang normal dari zaman semenjak krisis ekonomi 1997 - 1998, kemudian muncul terbitnya SBN untuk rekapitulasi perbankan," kata Sri Mulyani, Senin (20/8/2018).

"Sebagian pembayaran cicilan sebagaian rollover itu adalah suatu yang normal dilakukan di semua negara," tegas bekas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.

Terlepas dari perdebatan yang ada, sudah seharusnya Indonesia tidak terlalu bergantung dari utang luar negeri. Terlebih dengan kondisi kurs yang kemungkinan bertahan di atas Rp 14.000/US$ dalam empat tahun mendatang, akan menjadi beban berat kedepannya bagi anggaran fiskal pemerintah.




(dru) Next Article Awas, ADB Ingatkan Bahaya Berutang dalam Dolar AS!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular