Trump Kritik The Fed Lagi, Harga Obligasi RI Naik

Irvin Avriano A., CNBC Indonesia
21 August 2018 10:39
Trump Kritik The Fed Lagi, Harga Obligasi RI Naik
Foto: Freepik
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah masih menguat hari ini, melanjutkan apresiasi yang terjadi sejak awal pekan seiring dengan pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) dan redanya tensi perang dagang yang dikobarkan Presiden Donald Trump. Selain itu, sikap Trump yang mengkritik kebijakan The Federal Reserve (The Fed) yang menaikkan suku bunga acuan, membuat nilai tukar dolar AS melemah hari ini.

Merujuk data Reuters, apresiasi harga surat berharga negara (SBN) pagi ini tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus memangkas tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.

Keempat seri itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun , FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.

Tenor acuan 10 tahun dan 15 tahun mengalami penurunan yield terbesar yaitu 3 basis poin (bps) dan 2 bps menjadi 7,88% dan 8,26%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Dua seri acuan lain yaitu 5 tahun dan 20 tahun juga mengalami penurunan yield tetapi lebih tipis, yaitu 1 bps dan 0,8 bps menjadi 7,79% dan 8,39%.

Di antara empat seri tersebut, penguatan harga tertinggi masih dialami seri tenor menengah yaitu 10 tahun dan 15 tahun, sama seperti kondisi pasar kemarin.

Hal tersebut mencerminkan minat investor terhadap seri menengah tersebut masih besar dan menyebabkan tekanan jualnya lebih tinggi dibandingkan seri lain. Penguatan seri menengah itu semakin mencerminkan saat ini investor surat utang masih lebih optimistis terhadap prospek makroekonomi Indonesia dalam jangka menengah, bukan jangka pendek dan jangka panjang.

Terlebih, kondisi defisit neraca berjalan (CAD) terakhir (kuartal II-2018) di atas 3% diprediksi berpotensi menyusut setidaknya hingga 2,5% dari APBN jika kondisi global dan domestik semakin kondusif.

Penguatan harga obligasi (bond) rupiah pemerintah tersebut turut memperkecil selisih (spread) yield antara SBN tenor 10 tahun dengan obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa. Saat ini, spread US Treasury dengan SBN tenor 10 tahun berada pada level 505 bps, atau 5,05% dari yield US Treasury 2,83%.

Spread tersebut semakin menipis dan mendekati level psikologis 500 bps. Spread menembus 500 bps pada 13 Agustus ketika krisis lira di Turki sedang memanas.

Spread yang semakin menyempit menunjukkan adanya penurunan yield SBN yang signifikan disertai dengan kenaikan yield US Treasury. Hal itu turut mengindikasikan investor global sudah mulai menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek ke instrumen yang lebih berisiko, salah satunya instrumen di negara berkembang.

Positifnya pasar surat utang pagi ini turut didongrak oleh penguatan rupiah karena dolar AS sedang melemah akibat intervensi Paman Trump terhadap kuasa bank sentral negaranya.

Nilai tukar garuda masih menguat 0,12% menjadi Rp 14.568 dari posisi kemarin Rp 14.585 per dolar AS. Penguatan juga mewarnai pasar ekuitas, dengan kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 16 poin (0,28%) menjadi 5.908.

Positifnya pasar juga seiring dengan rencana penerbitan SBN melalui lelang rutin siang ini. Pemerintah akan melelang SBN syariah, yang dinamai surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) dengan target Rp 4 triliun.

Seri yang dilelang adalah lima seri yang terdiri dari dua seri SPN syariah dan empat seri sukuk negara berbasis proyek (PBS). Surat perbendaharaan negara (SPN) adalah SBN berumur kurang dari setahun.

SBSN yang dilelang terdiri dari SPN-S08022019 bertenor 6 bulan, SPN-S 0852019 bertenor 9 bulan, PBS016 bertenor 2 tahun, PBS002 bertenor 4 tahun, PBS017 bertenor 7 tahun, dan PBS012 bertenor 13 tahun.

Head of Fixed Income Research PT MNC Sekuritas I Made Adi Saputra menilai meskipun penguatan pasar obligasi masih terbatas dari kemarin, dengan kondisi yang kondusif dan positif sejak kemarin maka jumlah permintaan yang diajukan dalam lelang hari ini akan ramai, dengan potensi nominal di atas Rp 10 triliun.

Dalam lelang SBSN terakhir pada 7 Agustus lalu, permintaan yang masuk mencapai Rp 10,89 triliun.

Menurut dia, tingginya permintaan akan membuat pemerintah memiliki posisi tawar yang lebih baik di hadapan investor sehingga dapat memenuhi target penerbitan secara maksimal tanpa terbebani yield terlalu tinggi yang akan diberikan kepada peserta lelang.

"Saya menilai bahwa investor masih akan lebih berminat pada instrumen SPN Syariah serta PBS bertenor pendek," ujarnya pagi ini.

Dia memprediksi yield wajar dalam lelang hari ini untuk SPN-S 6 bulan 6,31%- 6,4%, PBS016 7,4%- 7,5%, PBS002 7,53%- 7,62%, PBS017 8,09%- 8,18%, dan PBS012 8,37%- 8,46%.



TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular