Newsletter

Lagi, Trump Obok-obok Dolar AS

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
21 August 2018 05:34
Lagi, Trump Obok-obok Dolar AS
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CBNC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia mengawali pekan dengan baik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, dan obligasi pemerintah mencatatkan penguatan. 

Pada perdagangan kemarin, IHSG melesat 1,87% dan menjadi bursa dengan performa terbaik di kawasan. Bursa Asia lainnya juga menguat, tetapi tidak ada yang setinggi IHSG. Shanghai Composite naik 1,11%, Hang Seng melejit 1,41%, dan Kospi menguat 0,04%. 

Pasar keuangan Benua Kuning berjalan dengan optimisme jelang pertemuan Amerika Serikat (AS) dan China pada 21-22 Agustus di Washington. Delegasi China akan dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen, sementara delegasi AS akan dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan AS untuk Hubungan Internasional David Malpass.  

Dari dalam negeri, investor merespons positif kencangnya penjualan mobil. Angka penjualan wholesale (grosir) kendaraan roda empat tercatat 107.431 unit sepanjang Juli 2018, rekor tertinggi sepanjang sejarah. Secara kumulatif, penjualan periode Januari-Juli 2018 mencapai 661.093 unit, naik 6,82% dari periode yang sama tahun lalu. 

Saham PT Astra International Tbk (ASII) melesat 4,23%, menjadikannya saham dengan kontribusi terbesar kedua bagi penguatan IHSG. Senada dengan saham ASII, saham PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) juga menguat 1,79%. 

Penguatan bursa saham domestik juga disokong oleh penguatan rupiah sebesar 0,14% terhadap dolar AS di pasar spot, dengan ditutup di Rp 14.585/US$. Rupiah mendapat suntikan energi dari kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 Days Reverse Repo Rate.

Pekan lalu, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga kebijakan sebesar 25 bps menjadi 5,5%.
 Perry Warjiyo dan sejawat menyatakan langkah ini ditempuh untuk membuat pasar keuangan Indonesia tetap kompetitif di tengah ketidakpastian ekonomi global. Tujuan kenaikan suku bunga adalah untuk memancing arus modal portofolio ke Indonesia, sehingga bisa menopang stabilitas nilai tukar rupiah.  

Kemarin, penguatan rupiah memang ditopang oleh masuknya aliran dana, terutama di pasar obligasi. Sampai dengan penutupan pasar kemarin, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 5, 10, 15, dan 20 tahun kompak turun. Penurunan yield adalah pertanda harga sedang naik karena maraknya permintaan. 

Dari Wall Street, tiga indeks utama berakhir variatif cenderung menguat. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,35%, S&P 500 bertambah 0,24%, dan Nasdaq Composite terkoreksi tipis 0,08%. 

Seperti halnya di Asia, investor di bursa saham New York pun menyambut pertemuan Washington-Beijing dengan suka cita. Meski pertemuan ini bisa saja tidak menghasilkan sesuatu yang signifikan, tetapi kedua negara berkenan dialog saja sudah membuat pasar penuh harapan. Semoga nantinya tidak ada harapan palsu. 

Sejak awal tahun, hubungan dagang AS-China memang ngeri-ngeri sedap. Saling hujat dan balas pantun pengenaan bea masuk seolah menjadi hal yang rutin. Meski relasi keduanya sempat mesra seusai pidato Presiden China Xi Jinping di Boao Forum pada April lalu, tetapi sesudahnya kembali memanas. 

Oleh karena itu, pelaku pasar melihat ada secercah harapan kala dua ekonomi terbesar di bumi ini membuka pintu untuk negosiasi. Masih ada peluang perang dagang bisa dihentikan. 

"Banyak yang akan diuntungkan jika tidak ada perang dagang. Sektor industri, material, dan energi akan melesat," kata Keith Lerner, Chief Market Strategist di SunTrust Advisory Services yang berbasis di Atlanta, mengutip Reuters. 

Hari ini, indeks sektor materlal di DJIA menguat 0,99%. Sedangkan indeks sektor industrial naik 0,5% dan energi bertambah 0,4%. 

Namun, optimisme di Wall Street agak terkikis oleh komentar Presiden AS Donald Trump. Dalam wawancara dengan Reuters, Trump seolah kembali bermain api dengan China. 

"Ketika AS menerapkan bea masuk, China menurunkan nilai tukar yuan. China memanipulasi kurs mereka, itu pasti. Uni Eropa juga melakukan hal sama dengan euro," tegasnya. 

Komentar ini membuat pelaku pasar kembali cemas. Jika Trump terus bersikap keras, maka dikhawatirkan perundingan AS-China tidak akan berjalan mulus. Risiko perang dagang lanjutan pun kembali muncul. 

Selain itu, investor juga was-was dengan komentar Trump soal kebijakan The Federal Reserve/The Fed. Trump kembali mengulang pernyataan sebelumnya, di mana dia tidak setuju dengan kebijakan Jerome Powell dan kolega yang terus menaikkan suku bunga acuan. 

Tahun ini, The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga sampai empat kali. Lebih banyak ketimbang perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali. 

"Saya tidak terkejut The Fed menaikkan suku bunga. Namun seharusnya The Fed bekerja untuk kebaikan negara. The Fed seharusnya membantu saya, negara-negara lain masih akomodatif (dalam kebijakan moneter)," tuturnya. 

Komentar ini lagi-lagi memicu kekhawatiran adanya intervensi terhadap independensi bank sentral. Sudah menjadi aturan baku di dunia bahwa bank sentral harus independen, terpisah dari campur tangan pemerintah.  

Namun Trump beberapa kali memberikan kritik dan menentang kebijakan The Fed. Dikhawatirkan kritik ini bisa berubah menjadi aksi nyata, bukan lagi sekedar kata-kata. 


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya kinerja Wall Street yang meski variatif tetapi cenderung menguat. Penguatan Wall Street diharapkan mampu menjadi pemicu semangat pelaku pasar di Asia, termasuk Indonesia. 

Kedua adalah perkembangan nilai tukar dolar AS. Pada pukul 04:36 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS secara relatif dibandingkan enam mata uang utama) melemah 0,36%. 

Penyebabnya apa lagi kalau bukan komentar Trump soal kebijakan The Fed. Pelaku pasar cemas bahwa Trump mulai mengobok-obok dan menyetir kebijakan moneter.  

"Kami sedang bernegosiasi dengan negara-negara lain, kita akan menang. Namun dalam periode ini, The Fed seharusnya membantu saya. 

"Apakah saya senang dengan pilihan saya? Akan saya beri tahu 7 tahun lagi," kata Trump dalam wawancara dengan Reuters menjawab pertanyaan apakah dirinya puas dengan kinerja Gubernur The Fed pilihannya, Jerome Powell. 

Saat pelaku pasar melihat ada upaya intervensi terhadap bank sentral, maka hukuman akan dijatuhkan. Contoh terkini ada di Turki. Presiden Recep Tayyip Erdogan berulang kali menegaskan dirinya anti suku bunga tinggi, dan tidak segan-segan melakukan intervensi kepada bank sentral. 

"Saya adalah musuh suku bunga tinggi," tegas Erdogan beberapa waktu lalu, dikutip dari Reuters. 

Kita semua tahu apa yang terjadi kemudian. Mata uang lira mengalami tekanan jual yang hebat, nilainya amblas nyaris 16% dalam sehari. Begitulah cara pasar melampiaskan ketidaksetujuan atas intervensi terhadap independensi bank sentral. 

Kini, Trump membuat greenback mengalami nasib yang sama (walau belum separah lira). Komentarnya membuat mata uang ini mengalami tekanan jual. 

Namun di sisi lain, rupiah bisa memanfaatkan situasi ini dengan kembali mencatat apresiasi. Prospek penguatan lanjutan menjadi terbuka dan ini bisa menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan domestik. 


Sentimen ketiga adalah kenaikan harga minyak. Pada pukul 04:50 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,31% dan light sweet melonjak 1,05%. 

Penyebab kenaikan harga si emas hitam adalah harapan meredanya perang dagang AS-China seiring dialog kedua negara. Saat perang dagang sirna, maka arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global akan meningkat. Artinya, permintaan energi pun bertambah sehingga mengerek harga minyak. 

Kemudian, pelaku pasar juga mencemaskan sanksi terhadap Iran yang bisa berujung kepada penurunan produksi minyak Negeri Persia. Sebab, beberapa perusahaan (khususnya dari Eropa) mulai hengkang dari Iran karena takut terseret sanksi Negeri Adidaya. Trump memang mengancam akan memberi hukuman bagi siapa saja yang terlibat bisnis dengan Iran. 

Total, perusahaan energi asal Prancis, sudah resmi keluar dari proyek gas di daerah Pars. "Proses penggantian dengan perusahaan lain sedang berjalan," ungkap Bijan Namdar Zanganeh, Menteri Perminyakan Iran, seperti dikutip Reuters. 

Total masuk ke proyek ini pada 2017 dengan investasi awal mencapai US$ 1 miliar (Rp 14,57 triliun dengan kurs sekarang). Namun mereka tidak kuasa membendung kekhawatiran terkena sanksi dari Paman Trump. 

Investor cemas Total bukan satu-satunya. Ke depan, sangat mungkin perusahaan-perusahaan lain memutuskan untuk keluar dari Iran. Ini membuat produksi minyak Iran di ujung tanduk. 

Permintaan yang naik karena meredanya perang dagang ditambah seretnya pasokan dari Iran tentu menghasilkan kenaikan harga. Bila kenaikan ini bisa bertahan lama, maka akan menjadi penyumbang sentimen positif bagi IHSG. Emiten migas dan pertambangan akan lebih mendapat apresiasi kala harga minyak naik. 

Sentimen keempat adalah dari dalam negeri. Berdasarkan Surat Keputusan No. 001/KPTS/JKW-MA/VIII/2018 tentang Penetapan dan Pengesahan Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja, nama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masuk daftar Dewan Pengarah di Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin untuk Pilpres 2019.

Bisa jadi muncul kekhawatiran di pasar bahwa tugas Sri Mulyani sebagai Bendahara Negara akan tercampur dengan kepentingan politik. Sri Mulyani adalah figur yang bertanggung jawab terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang nilainya mencapai sekitar Rp 2.000 triliun. Bisa muncul anggapan bahwa APBN ditunggangi kepentingan politik tertentu.

Campur aduk antara urusan anggaran negara dengan politik adalah kombinasi yang bisa mendatangkan mara bahaya. Sri Mulyani adalah sosok dikenal penuh integritas, dan hal ini sangat mungkin mempengaruhi persepsi pasar terhadap integritasnya. 

Selain itu, bisa saja pasar bereaksi negatif karena konsentrasi Sri Mulyani nantinya akan terpecah antara mengurus APBN dengan politik. Padahal saat ini kebijakan fiskal menjadi salah satu komponen penting yang mendapat sorotan.  


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Pidato Gubernur Reserve Bank of Australia Philip Lowe (05.00 WIB).
  • Rilis data ikhtisar rapat (minutes of meeting) kebijakan moneter Australia edisi Agustus 2018 (08.30 WIB). 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q II-2018 YoY)5.27%
Inflasi (Juli 2018 YoY)3.18%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q II-2018)-3.04% PDB
Neraca pembayaran (Q II-2018)-US$ 4.31 miliar
Cadangan devisa (Juli 2018)US$ 118.3 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.  

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular