
Internasional
Bila Rupee Terus Melemah, Posisi PM Modi Bisa Terancam
Bernhart Farras, CNBC Indonesia
16 August 2018 18:36

New Delhi/Mumbai, CNBC Indonesia - Anjloknya rupee ke posisi terendahnya telah mengkhawatirkan masyarakat India: perusahaan, importir, serta mereka yang berlibur dan para siswa berencana untuk belajar di luar negeri.
Tetapi jika pelemahan itu terus terjadi, tugas Perdana Menteri Narendra Modi akan lebih sulit menjelang perhelatan pemilu nasional dan negara bagian.
India adalah pembeli segalanya, mulai dari minyak mentah dan produk elektronik hingga emas dan minyak nabati. Nilai impornya diperkirakan akan mencapai US$600 miliar (Rp 8.762 triliun) pada tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2019, dari sekitar US$565 miliar pada tahun sebelumnya.
Kejatuhan 9.3% rupee pada tahun ini telah membuat lonjakan harga barang dalam negeri yang mengandung komponen impor. Juli adalah bulan kesembilan berturut-turut di mana inflasi India lebih tinggi daripada target jangka menengah bank sentral sebesar 4%.
Mata uang itu jatuh ke level terendah baru 70,40 terhadap dolar pada hari Kamis (16/8/2018).
"Depresiasi tajam rupee telah menjadi kejutan bagi kami," kata Kamal Singh, seorang pejabat senior pemerintahan di Delhi yang mengunjungi keluarganya di Amerika Serikat (AS), kepada Reuters. "Sekarang saya harus menambah setidaknya 10.000 rupee (US$143) untuk biaya perjalanan."
Partai Modi, Bharatiya Janata Party (BJP), menganggap warga kelas menengah India sebagai kunci kelompok pemungutan suara, segmen yang paling terpengaruh oleh depresiasi rupee. Partai oposisi Kongres telah menyalahkan kebijakan pemerintah atas kemerosotan rupee dan menyebutnya sebagai indikasi kelemahan dalam perekonomian.
Sebagian besar analis politik setuju bahwa Modi belum menghadapi tantangan yang signifikan, tetapi yakin dia akan sulit mengulangi sapu bersih BJP pada pemilihan umum 2014.
Selain pemilihan umum pada bulan Mei, tiga negara bagian besar yang dikuasai BJP di dataran utara India dengan tingkat penduduk yang padat akan mengadakan pemungutan suara dalam empat bulan ke depan.
Satish Misra, rekan senior di Observer Research Foundation di New Delhi, mengatakan meskipun turunnya rupee berasal dari beberapa faktor, hal tersebut memengaruhi citra pemerintahan Modi.
"Ketika harga naik dan produk menjadi lebih mahal, kelas menengah akan mulai marah," kata Misra kepada Reuters. "Karena kelas menengah adalah pembuat opini, BJP akan menderita secara elektoral."
Pemerintah telah mengatakan depresiasi adalah karena kejatuhan ekonomi di Turki yang telah menyeret mata uang negara-negara berkembang di seluruh dunia.
"Namun, fundamental makro India tetap tangguh dan kuat. Perkembangan sedang dimonitor untuk mengatasi situasi apapun yang mungkin timbul dalam konteks lingkungan internasional yang masih bergejolak," kata menteri sneior kabinet, Arun Jaitley.
Jatuhnya rupee tentunya menguntungkan beberapa pihak, misalnya perusahaan perangkat lunak.
Indeks Thomson Reuters India untuk saham sektor layanan dan konsultasi IT, yang termasuk perusahaan-perusahaan top India seperti Infosys, Tata Consultancy Services, Wipro, dan HCL Technologies Ltd, telah naik sekitar 31% tahun ini.
(prm) Next Article Rupee India Kembali Jatuh ke Rekor Terendah
Tetapi jika pelemahan itu terus terjadi, tugas Perdana Menteri Narendra Modi akan lebih sulit menjelang perhelatan pemilu nasional dan negara bagian.
India adalah pembeli segalanya, mulai dari minyak mentah dan produk elektronik hingga emas dan minyak nabati. Nilai impornya diperkirakan akan mencapai US$600 miliar (Rp 8.762 triliun) pada tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2019, dari sekitar US$565 miliar pada tahun sebelumnya.
Mata uang itu jatuh ke level terendah baru 70,40 terhadap dolar pada hari Kamis (16/8/2018).
"Depresiasi tajam rupee telah menjadi kejutan bagi kami," kata Kamal Singh, seorang pejabat senior pemerintahan di Delhi yang mengunjungi keluarganya di Amerika Serikat (AS), kepada Reuters. "Sekarang saya harus menambah setidaknya 10.000 rupee (US$143) untuk biaya perjalanan."
Partai Modi, Bharatiya Janata Party (BJP), menganggap warga kelas menengah India sebagai kunci kelompok pemungutan suara, segmen yang paling terpengaruh oleh depresiasi rupee. Partai oposisi Kongres telah menyalahkan kebijakan pemerintah atas kemerosotan rupee dan menyebutnya sebagai indikasi kelemahan dalam perekonomian.
Sebagian besar analis politik setuju bahwa Modi belum menghadapi tantangan yang signifikan, tetapi yakin dia akan sulit mengulangi sapu bersih BJP pada pemilihan umum 2014.
Selain pemilihan umum pada bulan Mei, tiga negara bagian besar yang dikuasai BJP di dataran utara India dengan tingkat penduduk yang padat akan mengadakan pemungutan suara dalam empat bulan ke depan.
Satish Misra, rekan senior di Observer Research Foundation di New Delhi, mengatakan meskipun turunnya rupee berasal dari beberapa faktor, hal tersebut memengaruhi citra pemerintahan Modi.
"Ketika harga naik dan produk menjadi lebih mahal, kelas menengah akan mulai marah," kata Misra kepada Reuters. "Karena kelas menengah adalah pembuat opini, BJP akan menderita secara elektoral."
Pemerintah telah mengatakan depresiasi adalah karena kejatuhan ekonomi di Turki yang telah menyeret mata uang negara-negara berkembang di seluruh dunia.
"Namun, fundamental makro India tetap tangguh dan kuat. Perkembangan sedang dimonitor untuk mengatasi situasi apapun yang mungkin timbul dalam konteks lingkungan internasional yang masih bergejolak," kata menteri sneior kabinet, Arun Jaitley.
Jatuhnya rupee tentunya menguntungkan beberapa pihak, misalnya perusahaan perangkat lunak.
Indeks Thomson Reuters India untuk saham sektor layanan dan konsultasi IT, yang termasuk perusahaan-perusahaan top India seperti Infosys, Tata Consultancy Services, Wipro, dan HCL Technologies Ltd, telah naik sekitar 31% tahun ini.
(prm) Next Article Rupee India Kembali Jatuh ke Rekor Terendah
Most Popular