BI Naikkan Suku Bunga, Ini Tanggapan Pengusaha Kelas Kakap

Tito Bosnia & Samuel Pablo, CNBC Indonesia
15 August 2018 20:10
Kenaikan 7 day reverse repo rate akan membuat biaya dana (cost of fund) meningkat.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan Perkasa Roeslani menuturkan kalangan pengusaha sudah mengetahui suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) akan dinaikkan.

Dalam keterangan pers seusai Rapat Dewan Gubernur di Gedung BI, Rabu (15/8), otoritas moneter memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,5 persen.

Menurut Rosan, keputusan BI sejalan dengan rencana Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang akan menaikkan suku bunga acuan (Fed Funds Rate/FFR) sebanyak dua kali pada tahun ini dan tiga kali pada tahun depan. "Kita sudah lihat sehingga kita masukkan ke perencanaan kita," ujarnya di The Westin Jakarta.

Rosan mengatakan, kalangan pengusaha melihat tiga hal dalam berusaha dalam kondisi sekarang. Ketiga hal itu, yaitu efisiensi, margin diturunkan, dan menaikkan harga (pass on to end user). "Atau kombinasinya," kata Rosan.

Lebih lanjut, bos Recapital ini juga memiliki proyeksi perihal suku bunga acuan ke depan. "Kami expect (perkirakan) ada kenaikan lagi. Cost of fund (biaya dana) kita akan naik. Tapi kami sudah antisipasi," ujar Rosan.

Chairman sekaligus pemilik GarudaFood Sudhamek AWS menambahkan kebijakan Bank Indonesia (BI) yang baru saja menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate-nya sebesar 25 bps ke 5,5% dinilai memiliki efek pro dan kontra bagi para pengusaha.

Dukungan dari para pengusaha tentunya dapat menjaga kestabilan mata uang Rupiah yang terus terdepresiasi terhadap Dollar AS. "Tentunya ada pro dan kontra, kalau konsekuensinya, ya ada tambahan cost of fund yang nantinya lebih meningkat," tambah Sudhamek.

Menurut Sudhamek, fundamental ekonomi Indonesia saat ini dinilai masih sangat kuat untuk menghadapi situasi global yang tidak terlalu menguntungkan akhir-akhir ini. Dirinya menilai fundamental Indonesia tidak bisa disamakan dengan Turki yang sering mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang melawan arus global.

"Indonesia saat ini ekonominya secara fundamental sangat kuat, Turki dengan kita kuat kita fundamentalnya. Dan kadang kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Turki itu juga banyak yang melawan arus kan," ungkapnya.

Selanjutnya, depresiasi rupiah saat ini juga tidak terlalu mempengaruhi usaha grup miliknya yaitu GarudaFood. Pasalnya, hanya sekitar 7% produk-produknya berasal dari luar negeri (impor) sedangkan sisanya merupakan produk yang diekspor.

"Depresiasi Rupiah ga ngaruh ya karena tercover dengan ekspor kami. Impor hanya 7% sebagian kecil saja, ekspornya itu yang banyak," tambahnya.

(Muhammad Iqbal)



(roy) Next Article BI Tidak Tunggu The Fed Naikkan Bunga Lebih Dulu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular