Internasional
Siapa yang Untung dan Buntung dari Krisis Lira Turki?
Bernhart Farras, CNBC Indonesia
15 August 2018 18:20

Negara-negara berkembang, yang juga merupakan kelompok Turki, telah menjadi korban terparah dari rontoknya bursa global baru-baru ini.
Investor telah menarik uang dari pasar negara berkembang karena takut negara lain, terutama negara dengan posisi finansial yang lemah, akan mengikuti jejak Turki. Penarikan itu juga berdampak buruk pada mata uang lainnya, seperti rupee India dan peso Argentina menyentuh level terlemah mereka terhadap dolar AS di awal pekan ini.
Tetapi ketakutan semacam itu masih belum jelas dasarnya, kata para ahli.
"Krisis Turki menimbulkan kekhawatiran tentang pasar negara-negara berkembang yang rapuh dan sama-sama memiliki defisit neraca berjalan yang lebih besar, seperti Brasil, Afrika Selatan, dan Argentina," menurut laporan Wells Fargo Investment Institute pada hari Selasa.
"Penting untuk diingat bahwa pasar negara-negara berkembang, secara keseluruhan, memiliki posisi keuangan yang jauh lebih kuat daripada 20 tahun lalu," tambahnya.
Meskipun mendapat paparan yang relatif terbatas terhadap sistem keuangan Turki, saham perbankan di AS, Eropa, dan Jepang juga ikut terpukul.
Bank-bank di Eropa seperti BBVA di Spanyol dan UniCredit di Italia, yang memiliki lini usaha di Turki, telah jatuh masing-masing 3.3% dan 4.6% minggu ini.
Perbankan Turki rentan dalam situasi saat ini karena perusahaan telah mengakumulasi tingkat utang dalam mata uang asing yang tinggi, yang makin sulit mereka bayar kembali mengingat lira yang kini lemah.
Total pinjaman dalam mata uang selain lira di negara itu telah meningkat menjadi lebih dari 50% dari produk domestik bruto (PDB) - dan banyak dari utang tersebut yang dimiliki perusahaan-perusahaan.
Investor cemas kerapuhan perbankan Turki akan menyebar ke bank-bank asing yang memiliki aset di negara itu.
"Titik lemah di seluruh perjalanan ini adalah sistem perbankan. Saya pikir sekarang, kita masih di posisi yang baik. Jika kita masih dalam situasi yang sama dalam sembilan hingga 12 bulan, saya pikir bank-bank di sini adalah titik terlemah," kata Nafez Zouk, kepala ekonom pasar berkembang di Oxford Economics, hari Rabu. (prm)
Investor telah menarik uang dari pasar negara berkembang karena takut negara lain, terutama negara dengan posisi finansial yang lemah, akan mengikuti jejak Turki. Penarikan itu juga berdampak buruk pada mata uang lainnya, seperti rupee India dan peso Argentina menyentuh level terlemah mereka terhadap dolar AS di awal pekan ini.
Tetapi ketakutan semacam itu masih belum jelas dasarnya, kata para ahli.
"Penting untuk diingat bahwa pasar negara-negara berkembang, secara keseluruhan, memiliki posisi keuangan yang jauh lebih kuat daripada 20 tahun lalu," tambahnya.
Meskipun mendapat paparan yang relatif terbatas terhadap sistem keuangan Turki, saham perbankan di AS, Eropa, dan Jepang juga ikut terpukul.
Bank-bank di Eropa seperti BBVA di Spanyol dan UniCredit di Italia, yang memiliki lini usaha di Turki, telah jatuh masing-masing 3.3% dan 4.6% minggu ini.
Perbankan Turki rentan dalam situasi saat ini karena perusahaan telah mengakumulasi tingkat utang dalam mata uang asing yang tinggi, yang makin sulit mereka bayar kembali mengingat lira yang kini lemah.
Total pinjaman dalam mata uang selain lira di negara itu telah meningkat menjadi lebih dari 50% dari produk domestik bruto (PDB) - dan banyak dari utang tersebut yang dimiliki perusahaan-perusahaan.
Investor cemas kerapuhan perbankan Turki akan menyebar ke bank-bank asing yang memiliki aset di negara itu.
"Titik lemah di seluruh perjalanan ini adalah sistem perbankan. Saya pikir sekarang, kita masih di posisi yang baik. Jika kita masih dalam situasi yang sama dalam sembilan hingga 12 bulan, saya pikir bank-bank di sini adalah titik terlemah," kata Nafez Zouk, kepala ekonom pasar berkembang di Oxford Economics, hari Rabu. (prm)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular