
Harga Emas Terperosok ke Titik Terendah Dalam 1,5 Tahun
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
15 August 2018 11:12

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga emas COMEX kontrak pengiriman Desember 2018 bergerak melemah sebesar 0,41% ke US$1.195,8/troy ounce, pada perdagangan hari ini Rabu (15/08/2018) hingga pukul 10.38 WIB hari ini.
Dengan pergerakan itu, harga emas kembali terjerumus ke titik terendahnya dalam 1,5 tahun, atau sejak Januari 2017. Harga emas tidak mampu meneruskan momentum penguatan sebesar 0,15% pada perdagangan kemarin. Dolar Amerika Serikat (AS) yang kembali perkasa sukses menghajar harga sang logam mulia hari ini.
Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, menguat hingga 0,09% ke 96,82 hingga pukul 10.30 WIB. Indeks ini sempat menyentuh posisi tertingginya sejak Juni 2017. Setelah kemarin reda, 'gempa susulan' kembali terjadi di Turki. Mata uang lira yang kemarin menguat sekarang kembali melemah 2,85%.
Tensi Washington-Ankara yang masih tinggi membuat pelaku pasar grogi. Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan tegas menyebut guncangan ekonomi di negaranya adalah buah dari perang ekonomi. Bahkan Erdogan kini melancarkan kampanye boikot produk elektronik asal AS.
"Mereka punya iPhone, dan kita punya Vestel," tegas Erdogan, mengacu pada merek ponsel buatan Turki.
Selain itu, Presiden AS Donald Trump juga dikabarkan mulai frustrasi karena Turki tidak kunjung membebaskan Andrew Brunson. Pastur asal AS ini ditahan karena tuduhan ikut mendukung gerakan percobaan kudeta pada 2016 lalu. Brunson memang sudah tidak dipenjara, tetapi kini masih berstatus tahanan rumah.
Jika keinginan itu tidak kunjung dipenuhi, maka AS disebut-sebut akan menyiapkan sanksi baru buat Turki. Sebelumnya, AS telah 'menghukum' Turki dengan menaikkan bea masuk atas impor baja dan aluminium. Kebijakan ini menjadi salah satu penyebab pelemahan nilai tukar lira.
Situasi ini membuat investor kembali memasang posisi defensif. Apabila lira sampai terdepresiasi dalam, maka Turki lagi-lagi akan membuat pasar keuangan global 'kebakaran'. Dalam kondisi 'huru-hara', investor akan cenderung lari ke pelukan dolar AS yang mengakibatkan mata uang ini semakin perkasa.
Mata uang Negeri Paman Sam juga mendapat suntikan energi positif dari indeks harga impor AS yang tidak berubah di bulan Juli 2018, lebih kecil dibanding ekspektasi pasar yang meramal kenaikan sebesar 0,1% secara bulanan (month-to-month/MtM). Hal ini lantas mengindikasikan bahwa dolar AS masih berada di dalam posisi yang kuat, sehingga mampu menekan naiknya biaya impor akibat perang dagang AS-China.
Seperti diketahui, aset berdenominasi dolar AS seperti emas akan sensitif terhadap pergerakan mata uang tersebut. Terapresiasinya dolar AS akan membuat emas relatif lebih mahal untuk pemegang mata uang asing selain greenback. Hal ini lantas mampu menekan permintaan sang logam mulia.
(RHG/gus) Next Article China Serang AS Via WTO, Harga Emas Terendah Dalam 2 Pekan
Dengan pergerakan itu, harga emas kembali terjerumus ke titik terendahnya dalam 1,5 tahun, atau sejak Januari 2017. Harga emas tidak mampu meneruskan momentum penguatan sebesar 0,15% pada perdagangan kemarin. Dolar Amerika Serikat (AS) yang kembali perkasa sukses menghajar harga sang logam mulia hari ini.
Tensi Washington-Ankara yang masih tinggi membuat pelaku pasar grogi. Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan tegas menyebut guncangan ekonomi di negaranya adalah buah dari perang ekonomi. Bahkan Erdogan kini melancarkan kampanye boikot produk elektronik asal AS.
"Mereka punya iPhone, dan kita punya Vestel," tegas Erdogan, mengacu pada merek ponsel buatan Turki.
Selain itu, Presiden AS Donald Trump juga dikabarkan mulai frustrasi karena Turki tidak kunjung membebaskan Andrew Brunson. Pastur asal AS ini ditahan karena tuduhan ikut mendukung gerakan percobaan kudeta pada 2016 lalu. Brunson memang sudah tidak dipenjara, tetapi kini masih berstatus tahanan rumah.
Jika keinginan itu tidak kunjung dipenuhi, maka AS disebut-sebut akan menyiapkan sanksi baru buat Turki. Sebelumnya, AS telah 'menghukum' Turki dengan menaikkan bea masuk atas impor baja dan aluminium. Kebijakan ini menjadi salah satu penyebab pelemahan nilai tukar lira.
Situasi ini membuat investor kembali memasang posisi defensif. Apabila lira sampai terdepresiasi dalam, maka Turki lagi-lagi akan membuat pasar keuangan global 'kebakaran'. Dalam kondisi 'huru-hara', investor akan cenderung lari ke pelukan dolar AS yang mengakibatkan mata uang ini semakin perkasa.
Mata uang Negeri Paman Sam juga mendapat suntikan energi positif dari indeks harga impor AS yang tidak berubah di bulan Juli 2018, lebih kecil dibanding ekspektasi pasar yang meramal kenaikan sebesar 0,1% secara bulanan (month-to-month/MtM). Hal ini lantas mengindikasikan bahwa dolar AS masih berada di dalam posisi yang kuat, sehingga mampu menekan naiknya biaya impor akibat perang dagang AS-China.
Seperti diketahui, aset berdenominasi dolar AS seperti emas akan sensitif terhadap pergerakan mata uang tersebut. Terapresiasinya dolar AS akan membuat emas relatif lebih mahal untuk pemegang mata uang asing selain greenback. Hal ini lantas mampu menekan permintaan sang logam mulia.
(RHG/gus) Next Article China Serang AS Via WTO, Harga Emas Terendah Dalam 2 Pekan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular