Internasional

Turki Investigasi Ratusan Media Sosial yang Ejek Lira Turki

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
15 August 2018 10:13
Turki Investigasi Ratusan Media Sosial yang Ejek Lira Turki
Foto: Cem Oksuz/Presidential Palace/Handout via REUTERS
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Dalam Negeri Turki mengumumkan investigasi terhadap 346 akun media sosial yang memposting hal-hal negatif tentang lira. Upaya itu nampaknya dilakukan untuk mencoba menekan perbedaan pendapat di tengah krisis mata uang yang dramatis.

Kantor jaksa Istanbul pada hari Senin (13/8/2018) mengatakan investigasi itu menargetkan individu yang mengancam " keamanan ekonomi" Turki dengan memposting komentar tentang pelemahan lira menggunakan "cara yang provokatif", dilansir dari CNBC International.

[Gambas:Video CNBC]
Lira sudah kehilangan nilai sebanyak 30% dalam kurun waktu tiga hari dan sudah anjlok lebih dari 40% terhadap dolar sejak awal tahun ini. Para investor mencemaskan independensi bank sentral dan memburuknya hubungan diplomatik Turki dengan Amerika Serikat (AS).

Depresiasi mata uang yang paling dramatis ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan serangkaian sanksi ke Turki karena menolak membebaskan seorang pendeta berkewarganegaraan AS. Pendeta bernama Andrew Brunson ditahan di Ankara sejak tahun 2016 atas tuduhan mata-mata, yang dia tampik.

Investigasi media sosial yang dilakukan pemerintah itu didukung oleh klaim Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bahwa AS dan negara-negara lain melancarkan "perang ekonomi" ke Negara Kebab. Kantor jaksa berjanji akan mengambil tindakan terhadap semua pemberitaan, serta komentar di media dan media sosial yang dianggap meremehkan aset-aset Turki.

Namun, konsensus luas di antara para ekonom dan analis membahas tentang defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang melebar. Mereka juga membahas kengganan bank sentral menaikkan suku bunga guna memadamkan ekonomi yang overheating. Pasalnya, bank sentral berada di bawah tekanan Erdogan yang memprioritaskan pertumbuhan ketimbang mengatasi inflasi double-digit. Hal-hal tersebut menyebabkan lira bermasalah.

Pembatasan media sosial di Turki sudah menjadi hal yang lumrah. Beberapa tahun belakangan, Erdogan sudah menindak media lokal, memaksa Koran tutup dan menahan ribuan anggota pers, masyarakat sipil, akademisi dan militer.

Partai AK dari kubu Erdogan melakukan pengawasan substansial terhadap media. Beberapa pihak mengatakan partai itu juga menerima dua-pertiga waktu siaran di berbagai saluran televisi nasional. Menurut kelompok pengawas Komite untuk Perlindungan Jurnalis (Committee to Protect Journalists), jumlah jurnalis yang dipenjara di Turki adalah yang tertinggi di dunia.

"Mereka sudah melakukan ini sebelumnya. Mencoba mengendalikan info yang tersebar tentang mata uang untuk mengurangi risiko terhadap bank," kata Timothy Ash, senior emerging markets strategist di Bluebay Asset Management.

Ketimbang menawarkan rencana yang jelas untuk menstabilisasi lira, Erdogan mendesak warganya untuk menukarkan dolar, euro dan emas dengan lira sebagai bagian dari "perjuangan nasional".

Dalam pidatonya di hari Selasa (14/8/2018), Erdogan mendeklarasikan boikot terhadap produk elektronik AS, termasuk iPhone dari Apple.

Sementara itu, banyak rakyat biasa di Turki yang mengatakan kepada reporter CNBC International bahwa mereka menyesal menyimpan lebih banyak uang asing karena nilainya anjlok. Untuk diketahui, sekitar 50% simpanan di bank-bank Turki menggunakan mata uang asing.

"Tidak ada serangan spekulatif ke Turki, hanya pasar yang bertindak secara rasional," kata Ash.

Lira pulih sekitar 6% terhadap dolar pada hari Selasa dari 7,24 terhadap greenback, posisi terendah sepanjang sejarah, di hari Senin. Sementara itu, penjualan lira sudah menyebar dan memicu anjloknya mata uang di negara-negara berkembang secara keseluruhan sejak awal 2016, serta menghentikan pemulihan pasar di negara-negara berkembang yang sudah terjadi selama lebih dari dua tahun.

"Sekarang dengan ekonomi yang politis, tidak mengejutkan mereka mencoba melarang diskusi yang tidak menyenangkan," kata Marcus Chevenix selaku analis Timur Tengah di TS Lombar kepada CNBC International terkait kampanye pemerintah ini. Tindakan ini, katanya, adalah indikasi upaya negara untuk mengendalikan semua diskusi politik daring (online).

Meskipun begitu, ada pesan yang lebih signifikan dari sini, kata Chevenix.

"Dalam krisis mata uang, rakyat biasa adalah yang paling terbebani. Pelemahan mata uang serius tidak didorong oleh spekulator asing, tetapi oleh rakyat biasa yang pergi ke biro penukaran uang lokal dan membeli sejumlah dolar. Pemerintah mengetahui ini, dan berusaha keras menghentikannya."



(roy) Next Article Tenangkan Investor, Turki Siapkan Rencana Penyelamatan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular