Waspada, Hal Ini Harus Diperhatikan dalam Struktur Ekonomi RI
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
06 August 2018 16:21

Melihat sejumlah tantangan yang ada, Indonesia memang harus mengambil sejumlah langkah strategis dalam rangka mempertahankan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2018 yang solid.
Untuk menjaga konsumsi masyarakat, pemerintah perlu melanjutkan ikhtiarnya dalam menjaga inflasi. Koordinasi untuk menjaga harga bahan makanan yang bergejolak wajib diperkuat. Selain itu, bantuan sosial kepada masyarakat desil terbawah juga perlu dijaga.
Sebagai informasi, bantuan sosial tunai dari pemerintah sudah tumbuh 61,69% YoY pada kuartal II-2018, jauh lebih kencang dari kuartal II-2017 yang tumbuh 18,57% YoY. Nampaknya, stimulus yang mampu berkontribusi bagi penguatan konsumsi masyarakat di kuartal lalu ini penting untuk dipertahankan.
Kemudian, dalam rangka menahan anjloknya rupiah, negeri ini tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan moneter. Pemerintah, dalam hal ini yang melangsungkan kebijakan fiskal, pun harus turun tangan. Sejauh ini, pemerintah memang sudah mengeluarkan jurus-jurus andalan untuk menyelamatkan mata uang garuda, di antaranya menunda proyek infrastruktur, pengendalian impor, dan aturan kewajiban pencampuran 20% bahan bakar nabati ke minyak diesel alias solar (B20).
Langkah ini menjadi penting karena sepanjang semester I-2018, Indonesia sudah mencatatkan defisit neraca perdaganga sebesar US$1,025 miliar, dengan nilai impor mencapai US$89,03 miliar sementara ekspor hanya senilai US$88,02 miliar. Padahal, pada semester I-2017, neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus sebesar US$7,64 miliar.
Memang, menahan proyek infrastruktur dan menahan impor kemungkinan besar akan mengurangi kontribusi komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dan belanja pemerintah bagi PDB. Namun, untuk menjaga konsumsi masyarakat (yang berkontribusi 50% lebih dari PDB), hal ini memang perlu untuk dilakukan.
Di sisi lain, pemerintah perlu mengupayakan peningkatan ekspor yang signifikan, salah satu caranya adalah dengan membuka keran ekspor ke pasar-pasar tradisional. Potensi pasar tradisional ini tidak bisa diremehkan. Presiden RI Joko Widodo pernah mencontohkan bahwa ekspor ke pasar Afrika mencapai US$550 miliar pada tahun 2016.
(dru)
Untuk menjaga konsumsi masyarakat, pemerintah perlu melanjutkan ikhtiarnya dalam menjaga inflasi. Koordinasi untuk menjaga harga bahan makanan yang bergejolak wajib diperkuat. Selain itu, bantuan sosial kepada masyarakat desil terbawah juga perlu dijaga.
Sebagai informasi, bantuan sosial tunai dari pemerintah sudah tumbuh 61,69% YoY pada kuartal II-2018, jauh lebih kencang dari kuartal II-2017 yang tumbuh 18,57% YoY. Nampaknya, stimulus yang mampu berkontribusi bagi penguatan konsumsi masyarakat di kuartal lalu ini penting untuk dipertahankan.
Langkah ini menjadi penting karena sepanjang semester I-2018, Indonesia sudah mencatatkan defisit neraca perdaganga sebesar US$1,025 miliar, dengan nilai impor mencapai US$89,03 miliar sementara ekspor hanya senilai US$88,02 miliar. Padahal, pada semester I-2017, neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus sebesar US$7,64 miliar.
Memang, menahan proyek infrastruktur dan menahan impor kemungkinan besar akan mengurangi kontribusi komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dan belanja pemerintah bagi PDB. Namun, untuk menjaga konsumsi masyarakat (yang berkontribusi 50% lebih dari PDB), hal ini memang perlu untuk dilakukan.
Di sisi lain, pemerintah perlu mengupayakan peningkatan ekspor yang signifikan, salah satu caranya adalah dengan membuka keran ekspor ke pasar-pasar tradisional. Potensi pasar tradisional ini tidak bisa diremehkan. Presiden RI Joko Widodo pernah mencontohkan bahwa ekspor ke pasar Afrika mencapai US$550 miliar pada tahun 2016.
(dru)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular