
Riset Bank Mandiri
Tiga Insentif Dibutuhkan RI di Tengah Pelemahan Rupiah
Lidya Julita S, CNBC Indonesia
01 August 2018 15:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Riset Bank Mandiri dalam jurnal EconMark edisi Juni 2018 membahas mengenai cara mengatasi gejolak dari arus modal (Capital Flows). Laporan ini akan berfokus pada kebijakan apa saja yang bisa dilakukan untuk membantu mengurangi gejolak pembiayaan.
Hasil riset menyebutkan dibutuhkan manajemen risiko khusus untuk mengatasi gejolak Arus Modal (Capital Flows). Sama seperti negara lainnya, Indonesia membutuhkan sumber pembiayaan eksternal untuk membantu pasar keuangannya.
Sumber pembiayaan yang telah lama digunakan oleh Indonesia adalah melalui investasi langsung asing (Foreign Direct Investment/FDI) yang masih stabil hingga saat ini. Namun, sekarang juga sudah ada sumber pembiayaan lain seperti aliran modal dari bank dan portofolio yang lebih mudah berubah.
Investasi dan faktor global dinilai mendominasi dan menentukan pergerakan arus modal masuk dan keluar dari negara-negara berkembang. Selain itu, kebijakan moneter yang dilakukan AS juga mempengaruhi total arus modal yang masuk ke negara berkembang termasuk Indonesia.
Apalagi, hingga saat ini kondisi global masih menjadi faktor dominan yang menentukan arus modal. Sedangkan dari faktor domestik juga penting karena juga relatif mempengaruhi kinerja negara berkembang.
"Kami menemukan bahwa, meskipun ekonomi Indonesia kondisi lebih baik dari tahun 2013 (khususnya dalam konteks prospek pertumbuhan, inflasi, keseimbangan eksternal, saldo fiskal, dan cadangan FX), tapi kinerja rupiah memburuk. Kami percaya salah satu alasannya adalah karena faktor ekonomi domestik yang juga telah berkembang pada tingkat yang sama atau bahkan lebih cepat," tulis laporan tersebut seperti dikutip CNBC Indonesia, Rabu (1/8/2018).
Laporan tersebut juga menyarakan agar melakukan 3 langkah penting untuk mengatasi gejolak arus modal masuk dan keluar dalam jangka pendek.
Pertama, insentif pajak bagi pelaku usaha. Ini dinilai dapat meningkatkan proporsi laba ditahan dan karenanyan menurunkan proporsi pembayaran dividen yang dapat dipulangkan ke luar negeri. Dengan mempertahankan pembayaran dividen ini dappat meningkatkan pasokan valas di dalam negeri.
Kedua, insentif untuk mendatangkan DHE. Kebijakan ini dapat meningkatkan pasokan valas domestik di Indonesia dan membantu mengurangi volatilitas rupiah. Hingga saat ini, transaksi harian valas rata-rata Indonesia tetap rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Rata-rata trasaksi valas Indonesia hanya US$ 5 miliar per hari.
Dengan kondisi ini, maka disarankan untuk memberikan dua bentuk insentif untuk eksportir. Pertama, memberikan tingkat preferensial untuk hasil yang diparkir di bank swasta onshore di bawah akun deposit yang ditentukan. Kedua, jaminan nilai tukar untuk memastikan tidak akan ada biaya tambahan ketika eksportir perlu mengkonversi rupiah kembali untuk
tujuan perdagangan.
"Malaysia telah mengadopsi ini dengan 75% dari total hasil ekspor wajib dikonversi ke ringgit dan eksportir bisa mendapatkan tingkat preferensi ketika diparkir di bank-bank domestik dengan akun tertentu," kutip laporan.
Ketiga, pungutan atas kewajiban bank non-inti. Proporsi kewajiban non-inti terhadap total kewajiban bank berfungsi sebagai indikator siklus keuangan bank. Karena proporsi pembiayaan non-inti meningkat pesat, ini memperburuk pembiayaan bank dan karenanya meningkatkan kemungkinan krisis.
Selain itu, karena pembiayaan non-inti terutama terdiri dari utang jangka pendek dalam mata uang asing, itu juga dapat menimbulkan neraca bank sampai jatuh tempo dan ketidaksesuaian nilai tukar. Pungutan atas pembiayaan non-inti bank dapat berfungsi sebagai keseimbangan countercyclical untuk meredam pertumbuhan yang berlebihan dari jenis pembiayaan selama periode boom.
Pendalaman pasar keuangan dan partisipasi domestik yang lebih besar adalah suatu keharusan. Dalam jangka panjang, pendalaman pasar keuangan dan partisipasi investor domestik yang lebih besar akan meningkatkan ketahanan negara selama pembalikan atau krisis.
"Kami telah menyarankan beberapa jalan yang dapat memperdalam pasar keuangan Indonesia melalui pasar valas dalam laporan kami sebelumnya (Financial Deepening in Indonesia). Langkah-langkah ini termasuk menyempurnakan batas dan aturan untuk transaksi valas, mendorong global berperingkat tinggi untuk mengeluarkan utang dalam rupiah, meningkatkan mekanisme kliring dan penyelesaian untuk derivatif OTC, memberi insentif kepada bank untuk melindungi eksposur valas dan meluncurkan futures valas, dan memperbaiki peraturan untuk derivatif," kutip laporan.
(dru) Next Article Berbekal Rp 10 T, Mandiri Kucurkan Kredit PEN Rp 35,61 T
Hasil riset menyebutkan dibutuhkan manajemen risiko khusus untuk mengatasi gejolak Arus Modal (Capital Flows). Sama seperti negara lainnya, Indonesia membutuhkan sumber pembiayaan eksternal untuk membantu pasar keuangannya.
Sumber pembiayaan yang telah lama digunakan oleh Indonesia adalah melalui investasi langsung asing (Foreign Direct Investment/FDI) yang masih stabil hingga saat ini. Namun, sekarang juga sudah ada sumber pembiayaan lain seperti aliran modal dari bank dan portofolio yang lebih mudah berubah.
Apalagi, hingga saat ini kondisi global masih menjadi faktor dominan yang menentukan arus modal. Sedangkan dari faktor domestik juga penting karena juga relatif mempengaruhi kinerja negara berkembang.
"Kami menemukan bahwa, meskipun ekonomi Indonesia kondisi lebih baik dari tahun 2013 (khususnya dalam konteks prospek pertumbuhan, inflasi, keseimbangan eksternal, saldo fiskal, dan cadangan FX), tapi kinerja rupiah memburuk. Kami percaya salah satu alasannya adalah karena faktor ekonomi domestik yang juga telah berkembang pada tingkat yang sama atau bahkan lebih cepat," tulis laporan tersebut seperti dikutip CNBC Indonesia, Rabu (1/8/2018).
Laporan tersebut juga menyarakan agar melakukan 3 langkah penting untuk mengatasi gejolak arus modal masuk dan keluar dalam jangka pendek.
Pertama, insentif pajak bagi pelaku usaha. Ini dinilai dapat meningkatkan proporsi laba ditahan dan karenanyan menurunkan proporsi pembayaran dividen yang dapat dipulangkan ke luar negeri. Dengan mempertahankan pembayaran dividen ini dappat meningkatkan pasokan valas di dalam negeri.
Kedua, insentif untuk mendatangkan DHE. Kebijakan ini dapat meningkatkan pasokan valas domestik di Indonesia dan membantu mengurangi volatilitas rupiah. Hingga saat ini, transaksi harian valas rata-rata Indonesia tetap rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Rata-rata trasaksi valas Indonesia hanya US$ 5 miliar per hari.
Dengan kondisi ini, maka disarankan untuk memberikan dua bentuk insentif untuk eksportir. Pertama, memberikan tingkat preferensial untuk hasil yang diparkir di bank swasta onshore di bawah akun deposit yang ditentukan. Kedua, jaminan nilai tukar untuk memastikan tidak akan ada biaya tambahan ketika eksportir perlu mengkonversi rupiah kembali untuk
tujuan perdagangan.
"Malaysia telah mengadopsi ini dengan 75% dari total hasil ekspor wajib dikonversi ke ringgit dan eksportir bisa mendapatkan tingkat preferensi ketika diparkir di bank-bank domestik dengan akun tertentu," kutip laporan.
Ketiga, pungutan atas kewajiban bank non-inti. Proporsi kewajiban non-inti terhadap total kewajiban bank berfungsi sebagai indikator siklus keuangan bank. Karena proporsi pembiayaan non-inti meningkat pesat, ini memperburuk pembiayaan bank dan karenanya meningkatkan kemungkinan krisis.
Selain itu, karena pembiayaan non-inti terutama terdiri dari utang jangka pendek dalam mata uang asing, itu juga dapat menimbulkan neraca bank sampai jatuh tempo dan ketidaksesuaian nilai tukar. Pungutan atas pembiayaan non-inti bank dapat berfungsi sebagai keseimbangan countercyclical untuk meredam pertumbuhan yang berlebihan dari jenis pembiayaan selama periode boom.
Pendalaman pasar keuangan dan partisipasi domestik yang lebih besar adalah suatu keharusan. Dalam jangka panjang, pendalaman pasar keuangan dan partisipasi investor domestik yang lebih besar akan meningkatkan ketahanan negara selama pembalikan atau krisis.
"Kami telah menyarankan beberapa jalan yang dapat memperdalam pasar keuangan Indonesia melalui pasar valas dalam laporan kami sebelumnya (Financial Deepening in Indonesia). Langkah-langkah ini termasuk menyempurnakan batas dan aturan untuk transaksi valas, mendorong global berperingkat tinggi untuk mengeluarkan utang dalam rupiah, meningkatkan mekanisme kliring dan penyelesaian untuk derivatif OTC, memberi insentif kepada bank untuk melindungi eksposur valas dan meluncurkan futures valas, dan memperbaiki peraturan untuk derivatif," kutip laporan.
(dru) Next Article Berbekal Rp 10 T, Mandiri Kucurkan Kredit PEN Rp 35,61 T
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular