Tragedi Beras AISA dan Awal Perseteruan Joko VS Jaka
Arif Gunawan,
CNBC Indonesia
29 July 2018 21:10
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah setahun bisnis beras PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) ditutup, perseroan pun limbung hingga pemegang saham "bersaing menyelamatkannya" dan berujung pada walkout di rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST).
Walkout pada Jumat (27/7/2018) itu menjadi semacam puncak gunung es dari kisruh emiten produsen makanan itu, yang juga merupakan puncak kejengkelan KKR, perusahaan investasi asal Amerika Serikat (AS), terhadap kinerja perusahaan yang mencatatkan sahamnya saat krisis Asia 1997 itu.
Menurut investor yang hadir dalam rapat umum, para investor dengan kepemilikan setara dengan 61% saham AISA menolak laporan tahunan 2017 yang diaudit. Tahun lalu, produsen merek Taro ini dilaporkan memikul rugi bersih Rp 551,9 miliar, berbalik dari laba bersih 2016 (Rp 593,5 miliar).
Laba bruto terpangkas separuh lebih dari Rp 1,68 triliun pada 2016 menjadi Rp 626,24 miliar pada 2017. Sementara, beban usaha melonjak 37,27% menjadi Rp 916,75 miliar. Beban lain-lain juga meroket, sebesar 947%, dari Rp 29,5 miliar menjadi Rp 314,48 miliar.
Situasi sulit itu terjadi setelah bisnis beras Tiga Pilar terpaksa harus dilepas setelah pemerintah menudingnya melakukan pengoplosan beras. Selanjutnya, Tiga Pilar kesulitan membayar kewajiban surat utang (obligasi dan sukuk).
Pada ujungnya, para investor yang dimotori KKR kehilangan kepercayaan kepada manajemen sekarang dan mengajukan penggantian direktur utama. Pengacara disiapkan untuk memuluskan rencana tersebut.
Hal inilah yang memicu aksi walkout Joko Mogoginta selaku direktur utama. Dia menilai tengah terjadi pengambilalihan paksa (hostile takeover) atas perusahaan yang didirikannya pada 26 tahun silam itu, sebuah klaim yang dibantah oleh Jaka Prasetya selaku Managing Director KKR di Indonesia.
Untuk melihat kondisi perseroan lebih dalam dan memahami alur perseteruan keduanya, TIM RISET CNBC INDONESIA menelisik kondisi laporan keuangan yang menjadi pangkal kekisruhan antara kubu investor yang dimotori Jaka dan kubu pendiri perusahaan di bawah Joko.
(NEXT)
Walkout pada Jumat (27/7/2018) itu menjadi semacam puncak gunung es dari kisruh emiten produsen makanan itu, yang juga merupakan puncak kejengkelan KKR, perusahaan investasi asal Amerika Serikat (AS), terhadap kinerja perusahaan yang mencatatkan sahamnya saat krisis Asia 1997 itu.
Menurut investor yang hadir dalam rapat umum, para investor dengan kepemilikan setara dengan 61% saham AISA menolak laporan tahunan 2017 yang diaudit. Tahun lalu, produsen merek Taro ini dilaporkan memikul rugi bersih Rp 551,9 miliar, berbalik dari laba bersih 2016 (Rp 593,5 miliar).
Situasi sulit itu terjadi setelah bisnis beras Tiga Pilar terpaksa harus dilepas setelah pemerintah menudingnya melakukan pengoplosan beras. Selanjutnya, Tiga Pilar kesulitan membayar kewajiban surat utang (obligasi dan sukuk).
Pada ujungnya, para investor yang dimotori KKR kehilangan kepercayaan kepada manajemen sekarang dan mengajukan penggantian direktur utama. Pengacara disiapkan untuk memuluskan rencana tersebut.
Hal inilah yang memicu aksi walkout Joko Mogoginta selaku direktur utama. Dia menilai tengah terjadi pengambilalihan paksa (hostile takeover) atas perusahaan yang didirikannya pada 26 tahun silam itu, sebuah klaim yang dibantah oleh Jaka Prasetya selaku Managing Director KKR di Indonesia.
Untuk melihat kondisi perseroan lebih dalam dan memahami alur perseteruan keduanya, TIM RISET CNBC INDONESIA menelisik kondisi laporan keuangan yang menjadi pangkal kekisruhan antara kubu investor yang dimotori Jaka dan kubu pendiri perusahaan di bawah Joko.
(NEXT)
