
Penguatan Rupiah: Cuma Sebentar atau Tahan Lama?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
26 July 2018 09:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan ekonom tak ragu menyebut minat investor asing untuk menanamkan portofolionya di negara berkembang tak terkecuali Indonesia mulai kembali bergairah.
Meski demikian, kalangan ekonom pun sepakat situasi ini diperkirakan hanya bersifat sementara. Gejolak eksternal akan kembali menghampiri, dan membuat para investor kembali menyesuaikan portofolionya.
"Minat asing ke aset portofolio negara berkembang mulai meningkat. Aliran dana asing mulai masuk ke SBN sekitar Rp 11 triliun sejak awal tahun," ungkap Kepala Ekonom BCA David Sumual kepada CNBC Indonesia.
David tak memungkiri, kembali bergairahnya pasar keuangan Indonesia tak lepas dari meredanya sentimen perang dagang antara AS dan Eropa. Derasnya aliran modal asing, pun akhirnya membuat rupiah perkasa.
Pada hari ini, Kamis (26/7/2018), US$1 dihargai Rp 14.420 kala pembukaan pasar atau menguat 0,24% dibandingkan penutupan perdagangan pada hari sebelumnya.
Seiring perjalannya, rupiah kian menguat. Pada pukul 08:08 WIB, US$ dihargai Rp 14.410. Penguatan rupiah bertambah menjadi 0,31% dan menjadi mata uang dengan penguatan tertinggi ketiga di Asia.
Meski demikian, masih ada kemungkinan nilai tukar rupiah kembali mengalami overshoot. Apalagi, dinamika perekonomian global masih penuh dengan ketidakpastian.
"Bisa saja [overshoot] kalau otoritas dan pemerintah tidak antisipasi," tegasnya.
Dalam kesempatan berbeda, Ekonom Maybank Myrdal Gunarto pun memiliki pendapat serupa. Dia memperkirakan, kebutuhan dolar AS pada awal bulan akan tinggi.
"Awal bulan akan ada demand dolar yang meningkat untuk kebutuhan impor pangan, bahan bakar minyak, bahan baku, dan keperluan industri lokal atau infrastruktur," jelasnya.
"Selain itu, pertengahan bulan depan juga akan muncul lagi sentimendi pasar keuangan terkait kenaikan bunga Fed September," ungkapnya.
Kalangan ekonom pun sepakat, penguatan rupiah masih bersifat temporer. Dolar negeri Paman Sam, diperkirakan akan kembali menggila dalam beberapa minggu ke depan jika tidak cepat diantisipasi.
(roy/roy) Next Article Mari Intip Pergerakan Rupiah Jelang Pencoblosan
Meski demikian, kalangan ekonom pun sepakat situasi ini diperkirakan hanya bersifat sementara. Gejolak eksternal akan kembali menghampiri, dan membuat para investor kembali menyesuaikan portofolionya.
"Minat asing ke aset portofolio negara berkembang mulai meningkat. Aliran dana asing mulai masuk ke SBN sekitar Rp 11 triliun sejak awal tahun," ungkap Kepala Ekonom BCA David Sumual kepada CNBC Indonesia.
Seiring perjalannya, rupiah kian menguat. Pada pukul 08:08 WIB, US$ dihargai Rp 14.410. Penguatan rupiah bertambah menjadi 0,31% dan menjadi mata uang dengan penguatan tertinggi ketiga di Asia.
Meski demikian, masih ada kemungkinan nilai tukar rupiah kembali mengalami overshoot. Apalagi, dinamika perekonomian global masih penuh dengan ketidakpastian.
"Bisa saja [overshoot] kalau otoritas dan pemerintah tidak antisipasi," tegasnya.
Dalam kesempatan berbeda, Ekonom Maybank Myrdal Gunarto pun memiliki pendapat serupa. Dia memperkirakan, kebutuhan dolar AS pada awal bulan akan tinggi.
"Awal bulan akan ada demand dolar yang meningkat untuk kebutuhan impor pangan, bahan bakar minyak, bahan baku, dan keperluan industri lokal atau infrastruktur," jelasnya.
"Selain itu, pertengahan bulan depan juga akan muncul lagi sentimendi pasar keuangan terkait kenaikan bunga Fed September," ungkapnya.
Kalangan ekonom pun sepakat, penguatan rupiah masih bersifat temporer. Dolar negeri Paman Sam, diperkirakan akan kembali menggila dalam beberapa minggu ke depan jika tidak cepat diantisipasi.
(roy/roy) Next Article Mari Intip Pergerakan Rupiah Jelang Pencoblosan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular