
Dolar AS Sentuh Rp 14.500, Ini Penjelasan BI
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
21 July 2018 09:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) buka suara mengenai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang pada perdagangan kemarin menembus level psikologis Rp 14.500/U$. Posisi tersebut, membuat nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terdalam seja Oktober 2015.
Berbicara usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara memaparkan dua faktor utama yang membuat rupiah tertekan.
Pertama, adalah pelemahan mata uang China yang dengan sengaja dilakukan oleh Bank Sentral China (PBoC) untuk meningkatkan kinerja ekspor. Ketika Yuan 'dilemahkan', maka sejumlah mata uang termasuk rupiah pun mendapat tekanan.
"Setiap kali mata uang China terdepresiasi, kurs emerging market terkena imbasnya," kata Mirza, Jumat malam (20/7/2018).
Kedua, adalah peluang kenaikan suku bunga Fed Fund Rate yang semakin terbuka sebanyak 4 kali tahun ini setelah data-data perekonomian AS menunjukkan perbaikan. Kedua faktor tersebut, akhirnya membuat rupiah tertekan.
"Jadi ini gabungan juga dengan The Fed, sehingga mendorong penguatan dollar index," kata Mirza.
Meskipun rupiah menembus level terendah sejak Oktober 2015, namun BI merasa depresiasi mata uang Garuda masih lebih baik ketimbang negara-negara lain seperti India, Meksiko, Polandia, maupun Brasil.
"Saya tidak usah membandingkan dengan pelemahan yang dialami Argentina atau Turki. Semua mata uang negara lain relatif melemah," jelasnya
BI pun menolak anggapan yang menyebut bahwa keputusannya mempertahankan bunga acuan menjadi salah satu alasan yang menyebabkan rupiah terdepresiasi. Menurut Mirza, tidak semua kebijakan stabilisasi ditempuh melalui jalur suku bunga.
"Tidak semua harus dengan suku bunga. Intinya BI melihat kenaikan 100 bps itu sudah membuat pasar keuangan Indonesia menarik. Interest rate dibandingkan India sudah lebih baik, fair value dari rupiah sudah menarik, tapi memang situasi global yang menekan," tegasnya.
(hps) Next Article Pukul 13:00 WIB: Rupiah Melemah 0,14% Rp 14.490/US$
Berbicara usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara memaparkan dua faktor utama yang membuat rupiah tertekan.
Pertama, adalah pelemahan mata uang China yang dengan sengaja dilakukan oleh Bank Sentral China (PBoC) untuk meningkatkan kinerja ekspor. Ketika Yuan 'dilemahkan', maka sejumlah mata uang termasuk rupiah pun mendapat tekanan.
Kedua, adalah peluang kenaikan suku bunga Fed Fund Rate yang semakin terbuka sebanyak 4 kali tahun ini setelah data-data perekonomian AS menunjukkan perbaikan. Kedua faktor tersebut, akhirnya membuat rupiah tertekan.
"Jadi ini gabungan juga dengan The Fed, sehingga mendorong penguatan dollar index," kata Mirza.
Meskipun rupiah menembus level terendah sejak Oktober 2015, namun BI merasa depresiasi mata uang Garuda masih lebih baik ketimbang negara-negara lain seperti India, Meksiko, Polandia, maupun Brasil.
"Saya tidak usah membandingkan dengan pelemahan yang dialami Argentina atau Turki. Semua mata uang negara lain relatif melemah," jelasnya
BI pun menolak anggapan yang menyebut bahwa keputusannya mempertahankan bunga acuan menjadi salah satu alasan yang menyebabkan rupiah terdepresiasi. Menurut Mirza, tidak semua kebijakan stabilisasi ditempuh melalui jalur suku bunga.
"Tidak semua harus dengan suku bunga. Intinya BI melihat kenaikan 100 bps itu sudah membuat pasar keuangan Indonesia menarik. Interest rate dibandingkan India sudah lebih baik, fair value dari rupiah sudah menarik, tapi memang situasi global yang menekan," tegasnya.
(hps) Next Article Pukul 13:00 WIB: Rupiah Melemah 0,14% Rp 14.490/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular