
Pelemahan Rupiah Tersebar dari Asia sampai Eropa
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
20 July 2018 17:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini boleh dikatakan menjadi hari kelam bagi rupiah. Kurs rupiah melemah terhadap 10 mata uang mitra dagang utama sore ini.
Kondisi ini disebabkan oleh kuatnya faktor global serta minimnya energi penguatan dari domestik. Pada Jumat (20/07/2018) pukul 16:20 WIB, rupiah tidak berdaya di kawasan Asia hingga Eropa.
Berikut data perdagangan pergerakan rupiah seperti yang dilansir dari Reuters:
Pelemahan rupiah memang tidak bisa dihindari. Pengaruh kuat dari global, mulai dari kebijakan moneter agresif (hawkish) di AS, hingga perang dagang, membuat pasar keuangan Indonesia dalam tekanan.
The Federal Reserve (The Fed) telah memberikan sinyal kuat menaikkan suku bunga acuan, setidaknya 2 kali lagi tahun ini. Di hadapan House Financial Services Committee pada Rabu (18/7/2018), Gubernur The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa suku bunga acuan akan dinaikkan secara bertahap.
Pasca testimoni Powell, probabilitas the Fed menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini naik menjadi 58,2% dari posisi sebelumnya 56,2%. Di sisi lain, probabilitas bahwa Fed hanya akan melakukan 3 kali kenaikan tahun ini turun menjadi 31,8%, dari sebelumnya 34,9%.
Kondisi ini mencerminkan keyakinan pasar bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan 2 kali lagi pada sisa tahun ini.
Terlebih, rilis data ekonomi terbaru yaitu klaim tunjangan pengangguran menunjukkan penurunan, semakin memperkuat keyakinan The Fed tidak akan ragu menaikkan suku bunga acuannya.
Menurut data Departemen Tenaga Kerja AS, klaim awal tunjangan pengangguran di AS turun 8.000 orang ke 207.000 orang dalam sepekan yang berakhir pada 14 Juli. Ini merupakan angka terendah sejak Desember 1969.
Angka ini lebih rendah dari konsensus Reuters yang memperkirakan 220.000 orang. Sementara, faktor perang dagang bisa menjadi sentimen negatif lainnya.
Dari perkembangan negosiasi terbaru, Larry Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, menyatakan bahwa Presiden China Xi Jinping telah menghambat kemajuan negosiasi perdagangan antara AS-China. Pihak China pun mengklaim bahwa tuduhan AS adalah "mengejutkan" dan "bohong".
"Pejabat AS terkait secara tidak terduga mendistorsi fakta dan membuat tuduhan bohong yang mengejutkan dan tidak terbayangkan. Inkonsistensi dan pelanggaran janji AS sudah diketahui secara global," tegas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, dilansir dari Reuters.
Adanya sikap saling tuduh ini pun membuat kata damai semakin jauh dari hubungan antar kedua negara. Minim sentimen domestik pun ikut menekan rupiah. Kemarin, Bank Indonesia (BI) memutuskan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate di 5,25%.
Keputusan ini didasari pertimbangan bahwa BI sudah cukup responsif terhadap tekanan global, dengan menaikkan suku bunga acuan hingga 100 basis poin dalam 3 bulan terakhir. Keputusan ini direspon negatif oleh pasar, sehingga rupiah terkena imbasnya.
Di pasar obligasi investor ramai-ramai melepas kepemilikannya. Ini terlihat dari pergerakan imbal hasil (yield) menembus posisi 7,858% atau awal Januari 2017.
Kenaikan yield tersebut mencerminkan harga obligasi bergerak turun akibat aksi jual yang dilakukan investor, sehingga arus modal cenderung keluar. Kondisi ini semakin memperparah pergerakan rupiah sehingga tidak berdaya di hadapan mata uang mitra dagang utamanya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha
Kondisi ini disebabkan oleh kuatnya faktor global serta minimnya energi penguatan dari domestik. Pada Jumat (20/07/2018) pukul 16:20 WIB, rupiah tidak berdaya di kawasan Asia hingga Eropa.
Berikut data perdagangan pergerakan rupiah seperti yang dilansir dari Reuters:
Mata Uang | Bid Terakhir | Change (%) |
Ringgit Malaysia | Rp 3.565,00 | -0,42 |
Dolar Singapura | Rp 10.588,11 | -0,33 |
Yuan China | Rp 2.135,77 | -0,07 |
Dolar Australia | Rp 10.665,18 | -0,17 |
Rupee India | Rp 210,25 | -0,30 |
Bath Thailand | Rp 434,00 | -0,70 |
Yen Jepang | Rp 128,71 | -0,05 |
Euro | Rp 16.776,74 | -0,12 |
Poundsterling | Rp 18.847,90 | -0,10 |
Dolar Amerika Serikat (AS) | Rp 14.475,00 | -0,03 |
Pelemahan rupiah memang tidak bisa dihindari. Pengaruh kuat dari global, mulai dari kebijakan moneter agresif (hawkish) di AS, hingga perang dagang, membuat pasar keuangan Indonesia dalam tekanan.
The Federal Reserve (The Fed) telah memberikan sinyal kuat menaikkan suku bunga acuan, setidaknya 2 kali lagi tahun ini. Di hadapan House Financial Services Committee pada Rabu (18/7/2018), Gubernur The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa suku bunga acuan akan dinaikkan secara bertahap.
Pasca testimoni Powell, probabilitas the Fed menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini naik menjadi 58,2% dari posisi sebelumnya 56,2%. Di sisi lain, probabilitas bahwa Fed hanya akan melakukan 3 kali kenaikan tahun ini turun menjadi 31,8%, dari sebelumnya 34,9%.
Kondisi ini mencerminkan keyakinan pasar bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan 2 kali lagi pada sisa tahun ini.
Terlebih, rilis data ekonomi terbaru yaitu klaim tunjangan pengangguran menunjukkan penurunan, semakin memperkuat keyakinan The Fed tidak akan ragu menaikkan suku bunga acuannya.
Menurut data Departemen Tenaga Kerja AS, klaim awal tunjangan pengangguran di AS turun 8.000 orang ke 207.000 orang dalam sepekan yang berakhir pada 14 Juli. Ini merupakan angka terendah sejak Desember 1969.
Angka ini lebih rendah dari konsensus Reuters yang memperkirakan 220.000 orang. Sementara, faktor perang dagang bisa menjadi sentimen negatif lainnya.
Dari perkembangan negosiasi terbaru, Larry Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, menyatakan bahwa Presiden China Xi Jinping telah menghambat kemajuan negosiasi perdagangan antara AS-China. Pihak China pun mengklaim bahwa tuduhan AS adalah "mengejutkan" dan "bohong".
"Pejabat AS terkait secara tidak terduga mendistorsi fakta dan membuat tuduhan bohong yang mengejutkan dan tidak terbayangkan. Inkonsistensi dan pelanggaran janji AS sudah diketahui secara global," tegas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, dilansir dari Reuters.
Adanya sikap saling tuduh ini pun membuat kata damai semakin jauh dari hubungan antar kedua negara. Minim sentimen domestik pun ikut menekan rupiah. Kemarin, Bank Indonesia (BI) memutuskan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate di 5,25%.
Keputusan ini didasari pertimbangan bahwa BI sudah cukup responsif terhadap tekanan global, dengan menaikkan suku bunga acuan hingga 100 basis poin dalam 3 bulan terakhir. Keputusan ini direspon negatif oleh pasar, sehingga rupiah terkena imbasnya.
Di pasar obligasi investor ramai-ramai melepas kepemilikannya. Ini terlihat dari pergerakan imbal hasil (yield) menembus posisi 7,858% atau awal Januari 2017.
Kenaikan yield tersebut mencerminkan harga obligasi bergerak turun akibat aksi jual yang dilakukan investor, sehingga arus modal cenderung keluar. Kondisi ini semakin memperparah pergerakan rupiah sehingga tidak berdaya di hadapan mata uang mitra dagang utamanya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha
Most Popular